INTERVIEW WITH ANITHA SILVIA & CELCEA TIFANI (PERTIGAAN MAP)*
1. Apa itu Pertigaan Map?
Pertigaan Map adalah peta berjalan kaki di Surabaya Utara yang mencakup tiga kawasan, Europe Quarter, Chinese Quarter, Arab Quarter. Pertigaan Map mengajak kita untuk mengenal Surabaya Utara melalui arsitektur, sejarah, kuliner, vernakular desain, dan aktifitas warga dengan cara berjalan kaki.
2. Mengapa memilih nama “Pertigaan Map”? Apa filosofinya?
Nama Pertigaan dipilih karena kami mendokumentasikan ketiga kawasan di Surabaya Utara yakni Chinese Quarter, Arab Quarter, dan Europe Quarter dimana keberadaan ketiga kawasan ini bersinggungan satu sama lain, dengan adanya Jembatan Merah sebagai penanda persimpangan ketiga kawasan yang menyerupai pertigaan.
3. Mengapa Surabaya?
Surabaya merupakan pelabuhan gerbang utama Kerajaan Majapahit.
Surabaya pada 1900an adalah kota pelabuhan yang paling sibuk dan paling modern di Hindia Belanda (nama Indonesia sebelum merdeka). Sebagai kota pelabuhan, Surabaya adalah kosmopolitan dan mengalami urbanisasi sejak tahun 1900an.
Kami tinggal di Surabaya--kota kedua terbesar di Indonesia. Dibandingkan Jakarta, Surabaya masih punya lebih banyak kesempatan/ruang untuk eksperimen dan melakukan perubahan yang lebih baik.
4. Kenapa dibagi menjadi 3 quarter? Apakah ada cerita atau sejarahnya?
Surabaya pernah menjadi kota pelabuhan termodern dan tersibuk di Hindia Belanda pada tahun 1900 – 1930an dengan pusat kota pada masa itu adalah Surabaya Utara yang dibagi menjadi 3 kawasan (Europe Quarter, Arab Quarter, dan Chinese Quarter). Pembagian wilayah tersebut berdasarkan UU Wijkenstelsel pada tahun 1835-1924 yang mengharuskan orang Cina dan orang Timur Asing lainnya (seperti Arab) berdiam di wilayah yang ditentukan. Bagi mereka yang melanggar dan tinggal di luar wilayah akan dikenakan sangsi penjara atau denda. Meskipun UU Wijkenstelsel sudah lama tidak berlaku namun hingga sekarang masih terlihat jelas pembagian tiga wilayah. Pembagian wilayah berdasarkan alasan politis, Belanda merasa terancam apabila para pendatang dari Cina dan Arab berbaur dengan pribumi dan bersekutu melawan Belanda.
Masing-masing kawasan memiliki identitas yang sangat kuat dan warga masing-masing kawasan berinteraksi satu sama lain. Europe Quarter (disebut juga sebagai kawasan Jembatan Merah) dengan ratusan bangunan besar berlanggam kolonial tropis; Chinese Quarter (disebut juga dengan kawasan Pecinan atau Kembang Jepun) sebagai pusat perdagangan memiliki sejumlah pasar, kelenteng, rumah kongsi, rumah sembahyang; Arab Quarter (disebut juga dengan kawasan Ampel) yang adalah Kampung Arab terbesar di Indonesia. Narasi yang berlapis di tiga kawasan tersebut sangat mewakili kota Surabaya sebagai kota kerja yang kemudian kami gunakan sebagai dasar pemetaan tiga kawasan. Kompleksitas narasi di ketiga quarter di Surabaya Utara menjanjikan pengalaman yang luar biasa untuk proyek kami dan untuk itulah kami memutuskan untuk fokus di area tersebut.
Ketiga quarter tersebut adalah sebuah kesatuan yang mampu berdiri sendiri karena karakter dan identitas yang sangat kuat, secara narasi dan visual. Kami merasa bertanggung jawab untuk menjabarkan ketiga kawasan secara utuh melalui proses desain yang juga adaptasi dari beberapa hasil riset kami dan temuan lapangan.
5. Mengapa memilih lokasi Surabaya Utara?
Surabaya Utara adalah kota tua Surabaya, menjadi pusat perdagangan sejak Belanda menduduki Surabaya. Pelabuhan Tanjung Perak yang berada di Surabaya Utara, memperkuat karakter Surabaya sebagai kota pelabuhan. Surabaya Utara juga sebagai wilayah yang paling heterogen, mulai dari orang Jawa, orang Madura, Tionghoa, Banjar, Bugis, dan Arab peranakan tinggal di sana.
6. Siapa itu Anitha Silvia?
Komite c2o library & collabtive yang aktif mengelola program-program berjalan kaki di kota Surabaya.
7. Siapa itu Celcea Tifani?
Desainer grafis yang memiliki minat di isu ruang dan perkotaan.
8. Adakah key people lainnya selain kalian berdua?
Translator: Felkiza Vinanda & Kenny Soesilo
Photographer: Kenny Soesilo
Videographer: Sinatrya Dharaka & Adi Bani Lodji
Produksi pameran: Hamzah Qhoswatul, Andreanus Harry Budihardjo
Produser: Elang Cakra
9. Bagaimana cerita proyek ini dimulai? Awal kalian bertemu, mulai dari kapan dan apa yang mencetuskan munculnya ide ini?
Anitha Silvia suka berjalan kaki dan sudah menggagas program berjalan kaki sebelumnya bersama C2O library & collabtive (Manic Street Walkers dan Surabaya Johnny Walker) yang aktif sampai sekarang. Celcea Tifani yang suka dan mengkoleksi peta fisik yang pada waktu itu baru saja pulang ke Indonesia, merasa tidak memiliki keterikatan spasial dengan Surabaya, kota dimana dia tinggal dan dibesarkan. Dari ketertarikan masing-masing terhadap kota Surabaya dan sama-sama berambisi untuk membuat peta fisik Surabaya, maka tercetuslah proyek yang kami beri nama PERTIGAAN, proyek peta berjalan kaki di tiga kawasan utama Surabaya Utara: Europe Quarter, Chinese Quarter, Arab Quarter.Proyek Pertigaan dikerjakan mulai awal Januari 2016 hingga akhir Juli 2016.
10. Mengapa memilih untuk membuat peta dalam bentuk fisik setelah semuanya berubah menjadi digital?
Peta fisik adalah output yang fundamental menurut kami dalam sebuah tahapan awal pengenalan kota. Privilege memiliki sebuah kertas dalam ukuran 45 x 60 cm adalah: audience diijinkan mencoret, menambahi, melipat dan melakukan treatment apa saja yang membuat si pejalan kaki memiliki keterikatan yang lebih dari sekedar membuka apps dan berbagi layar dengan program dan halaman lain, keterbatasan zoom in dan zoom out di layar digital kami rasa tidak intim dalam praktek berjalan kaki.
11. Kenapa berjalan kaki?
Menikmati dan mengenal kota sendiri dengan cara berjalan kaki menjadikan pengalaman tersebut sangat intim. Karena berjalan kaki menawarkan authorship yang utuh, dimana kita sebagai penikmat mempunyai kebebasan penuh untuk berhenti, melihat lebih lama, balik badan, menyentuh, dan mencium bau sekitar yang tidak akan dialami apabila menikmati kota dengan cara naik kendaraan, dimana kita berbagi authorship dengan kendaraan yang kita pakai.
12. Apa challenge terbesar saat mengerjakan proyek ini?
Pembagian waktu. Kami membuat timeline yang padat dan ambisius, mulai dari Januari – Juli 2016, hanya 7 bulan untuk riset lapangan, proses design, produksi, dan pameran. Yang terasa cukup berat adalah bagaimana membagi waktu untuk Pertigaan Map dan pekerjaan utama kami, selain masalah waktu tantangan berat lainnya adalah mencoba seluruh makanan dan minuman di tiga kawasan tersebut. Selama proses mendesain, kami juga menemukan cukup banyak kejutan visual yang kami sepakati bisa digunakan sebagai visual representasi dari pertigaan map ini dan itu merupakan tantangan yang tidak mau kami lewatkan.
13. Apa sebenarnya tujuan dari dibuatnya Pertigaan Map?
Mengenal dan mendokumentasikan kota kami, Surabaya dengan cara berjalan kaki dan membuat proyek nyata atas ketertarikan kami terhadap kota Surabaya.
14. Apa yang membedakan Pertigaan Map dengan peta fisik lainnya?
Pertigaan Map adalah rangkuman panduan untuk mengenal ketiga kawasan di Surabaya dari sejarah, arsitektur, kuliner, verakular desain, dan aktifitas warga yang dibuat dan diperuntukkan bagi pejalan kaki atau siapa saja yang mau mengenal Surabaya dengan cara berjalan kaki. Jadi segala informasi yang ada di dalam Pertigaan Map digodok dan dikurasi sedemikian rupa untuk memenuhi tujuan tersebut. Pertigaan Map adalah satu-satunya peta jalan kaki di Surabaya.
15. Any upcoming projects?
Pertigaan telah memproduksi sejumlah output: peta fisik, workshop, diskusi, pameran. Tahun 2017 rencananya Pertigaan Map bisa diakses bebas dan gratis yang diunggah di Internet sekaligus merevisi dan update contents. Jadi akan ada peta fisik edisi tahun 2017. Kami juga ingin membuat jurnal yang menceritakan proses desain Pertigaan Map dan narasi berjalan kaki di Surabaya Utara.
*ini adalah materi kasar dari interview yang dilakukan oleh Nylon Indonesia, diterbitkan di Nylon Indonesia edisi November 2016
Foto Pertigaan Map oleh Whiteboard Journal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar