Rabu, 27 Januari 2016

Manic Street Walkers, sebuah tanya jawab



Berikut adalah wawancara saya mewakili Manic Street Walkers oleh Wike Dita Herlinda, reporter Bisnis Indonesia. Wawancara ini diolah menjadi sebuah artikel di Bisnis Indonesia yang terbit pada tanggal 23 Januari 2016, bisa juga dibaca di link ini http://lifestyle.bisnis.com/read/20160123/220/512229/manic-street-walkers-program-mengenali-kota-dengan-jalan-kaki

1)      Bagaimana cerita awal terbentuknya Manic Street Walkers (MSW)? Ide untuk membuat komunitas pejalan kaki ini bermula dari apa? 

Manic Street Walkers (MSW) adalah program berjalan kaki di kota Surabaya yang dikelola oleh C2O library & collabtive, sebuah perpustakaan partikelir di Surabaya. MSW adalah program bukan komunitas. Ide awal MSW yaitu Surabaya sebagai kota terbesar ke-2 ternyata tidak memiliki transportasi publik yang layak semenjak saya tinggal di Surabaya tahun 2001 hingga sekarang, berjalan kaki menjadi moda transportasi yang memungkinkan karena minimnya durasi operasional dan jumlah transportasi publik; Surabaya memiliki topografi yang landai, memudahkan mobilitas pejalan kaki dan pesepeda; Surabaya berusia 700 tahun lebih, memiliki narasi yang berlimpah sebagai kota kolonial dan kota pelabuhan; Surabaya memiliki kehidupan 24 jam, 365 hari setahun, banyak sekali yang bisa kita pelajari di Surabaya dengan hanya berjalan kaki. 

2)      Apa yang membedakan MSW dengan komunitas pejalan kaki serupa di kota lain? 

Pertama, MSW adalah program dari C2O library & collabtive. Di Jakarta ada Jakarta on Foot dan di Bandung ada Aleut, mereka komunitas. Karena MSW adalah program, maka perlakuannya berbeda, kami melakukan riset multidisiplin tentang Surabaya: arsitektur, urban studies, cultural studies, antropologi, sosiologi, design, politik, kuliner, dll. Riset studi pustaka; observasi partisipan dengan berjalan kaki dan membuat project bersama warga lokal; berkolaborasi dengan sejarahwan, arsitek, seniman, designer, ahli kuliner dalam memproduksi tema tur berjalan kaki. Riset dan tur yang dilakukan adalah materi dasar untuk bisa direspon/dikembangkan menjadi festival kota, pameran seni, publikasi (buku, jurnal, koran), peta.     

3)      Sampai dengan sekarang, bagaimana perkembangan komunitas ini (baik dari segi kepesertaan/keanggotaan, penyebaran kegiatan di luar surabaya, maupun agenda rutin)?

Keanggotaan bersifat bebas, tidak terikat. Selain tur, MSW juga berkembang membuat pameran dan diskusi. Jika saya keluar kota, saya juga suka untuk membuat rute berjalan kaki di kota tersebut dengan mengajak teman2. di Jatiwangi, Majalengka, bersama Jatiwangi Art Factory membuat klab berjalan kaki namanya Suku Kaki. Di Jogja, saya mulai membantu merancang street art tour bersama seniman Jogja. Senang sekali bisa menyebarkan ide berjalan kaki di kota/desa, karena pada dasarnya kita semuanya bisa berjalan kaki dan cara yang paling tepat untuk menikmati suatu kota/desa.  
Januari - Maret 2016, kami melakukan riset pemetaan di tiga kawasan di Surabaya Utara: kawasan Eropa (Kota Lama), Pecinan, dan Kampung Arab. Riset berkolaborasi dengan seorang designer, namanya Celcea Tifani. Output jangka pendek adalah 3 peta berdasarkan kawasan tersebut. 
Per Agustus 2015 kami meluncurkan program baru, namanya Surabaya Johnny Walker (SJW), bisa dilihat di www.surabayawalk.com. SJW adalah tur jalan kaki berbayar, sementara MSW tur jalan kaki yang gratis, subsidi silang untuk program-program C2O library & collabtive yang biasanya gratis dan terbuka untuk umum. SJW dan MSW memiliki audience yang berbeda. Peserta SJW biasanya turis asing yang transit di Surabaya selama 1 hari sebelum melanjutkan perjalanan ke Bromo/Ijen/Bali/Jogja. Mereka sangat tertarik dengan rute yang kami tawarkan, program ini potensial untuk dikembangkan. 

4)      Apa saja yang menjadi pertimbangan saat menentukan rute untuk tur jalan kaki MSW? 

Kami mempelajari dan menikmati aktivitas sehari-hari warga kota Surabaya.  Kami mengutamakan tur di hari dan jam kerja, karena itulah Surabaya sebagai kota kerja, kata sejarahwan asal Australia, Howard Dick. Rute favorit kami di Surabaya Utara: Perak, Kota Lama, Kampung Arab, Pecinan, sangat hidup di hari dan jam kerja. Untuk rute kampung dan pasar seperti Kampung Keputran, Pasar Keputran, Kampung Genteng, Kampung Plampitan, Kampung Peneleh, Kampung Tambak Bayan, bisa dijelajahi setiap hari dan saat matahari bersinar karena lebih mudah untuk mengenal detil dan aktivitas warga. Kuliner juga menjadi pertimbangan karena Surabaya kaya akan kuliner, kami selalu mencoba makanan/minuman mulai dari street food sampai restoran di rute yang kami buat. Kami juga membuat rute berdasarkan buku. Rute Pecinan dari buku karya Remy Sylado - Kembang Jepun, rute Soekarno dari buku “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”

5)      Seberapa rutin kegiatan turnya  (apakah mingguan, bulanan, atau saat ada event khusus saja)? Bisa dicontohkan tur yang sudah pernah ke mana saja?

Tur MSW satu kali dalam sebulan, tanggalnya tentatif, infonya bisa didapatkan di website: c2o-library.net/walkers, Twitter: @ManicStreetWalk, Instagram: @manicstreetwalkers 
Tur MSW yang akan digelar dalam bulan ini, Januari adalah rute Kawasan Eropa, kami akan berkunjung ke bangunan karya Hendrik Peter Berlage-bapak arisitektur modern, kantor pos Kebonrojo, Gereja Kepanjen, Masjid Kemayoran, Dejavasche Bank Museum, hingga sampai ke menara jam kantor gubernur Jawa Timur. 
Diluar tur bulanan yang terbuka untuk publik, kami juga membuat tur insidental dan karena selalu ada kolega yang datang ke c2o library.  

6)      Apa saja manfaat dari bergabung dengan komunitas ini?

Mempunyai keyakinan untuk berjalan kaki sebagai moda transportasi di Surabaya, karena tidak sedikit warga kota sudah melupakan dirinya bisa berjalan kaki. Dengan berjalan kaki kita akan mengenal kota Surabaya lebih baik, mendapatkan banyak inspirasi dari pertemuan dengan warga lokal sampai vernacular design yang banyak ditemui di jalanan. Mengetahui kekayaan kota Surabaya dan permasalahan perkotaan mulai dari infrastruktur sampai masalah sosial budaya.  

7)      Apa tantangan yang kerap dihadapi MSW dalam menggaungkan aktivitas jalan kaki di kalangan anak muda? 
Surabaya dengan matahari yang melimpah menjadi salah satu alasan untuk tidak berjalan kaki, tantangannya adalah bagaimana kita merespon matahari. Pemerintah kota Surabaya bisa membangun infrastruktur untuk pedestrian yang memanfaatkan matahari, seperti panel surya sebagai peneduh di trotoar.  

8)      Bisa diceritakan pengalaman menarik/paling berkesan yang pernah dirasakan saat menggelar tur MSW? 
Kami banyak belajar dan mendapatkan pengetahuan yang melimpah dengan terus berjalan kaki di Surabaya. Pusat kota Surabaya masih dihuni oleh warga, pusat kota adalah kampung, pasar tradisional, jalan arteri, pusat perbelanjaan modern, hotel.  Ternyata di banyak kampung di Surabaya sudah ada kultur untuk berjalan kaki di dalam kampung. Banyak signase yang meminta para penghuni/pengunjung untuk mematikan mesin kendaraannya sehingga kampung menjadi bebas dari lalu lalang sepeda motor, anak-anak kecil bebas aman bermain di koridor/gang-gang kampung, mengurangi polusi udara dan suara, interaksi antar-warga lebih cair, warga ada kesempatan untuk berjalan kaki di lingkungannya. Signase tersebut jarang saya temui di kota lainnya.   

9)  Apa persyaratan untuk bergabung dengan komunitas ini? Apa saja yang perlu dipersiapkan?

Tidak ada persyaratan khusus, tinggal datang di tempat dan waktu yang telah ditentukan. Pastikan kondisi tubuh sehat jika berminat mengikuti tur MSW. 
Untuk persiapan berjalan kaki, bawa/kenakan:
  • Kaos yang nyaman dan adem
  • Sepatu jalan kaki atau sandal gunung yang nyaman
  • Sunscreen dan topi jika perlu
  • Bawa payung/jas hujan
  • Bawa botol air
  • Bawa uang secukupnya
10)  Apa semangat yang ingin disebarkan MSW melalui kegiatan dalam komunitasnya? 

Semangat untuk berjalan kaki sebagai salah satu pilihan moda transportasi karena berjalan kaki adalah salah satu bagian penting dari zero carbon future! dan semangat untuk peka terhadap kota yang menjadi tempat tinggalnya. 

2 komentar: