Yogyakarta, 14 Februari 2015
Sudah siang saat saya tiba di Terminal Giwangan, melanjutkan
perjalanan ke dengan Trans Jogja yang tarifnya barusan naik dari 3000 rupiah
menjadi 3600 rupiah. Makan siang lotek di kedai “Sederhana” yang menjadi lotek
kesukaan di Jalan Parangtritis. Tiba di KUNCI ada kawanan Visual Jalanan dan
Klub Karya yang sedang tinggal di Jogja selama dua minggu lebih, ada Yoyo, Abi
Rama, Aryo, dan Denny, juga ada Chepas dan Bagus yang menyapa. Saya menumpang
mandi dan beristirahat di KUNCI yang menempati
rumah lama dengan pekarangan yang luas.
Menemukan buku yang tergeletak di ruang makan yang semi
outdoor, buku karya Andy Fuller dan Dimaz Maulana, “The Struggle for Soccer in
Indonesia: Fandom, Archives, and Urban Identity”. Membaca sejumlah halaman
pertama yang langsung menarik perhatian, sejarah persepakbolaan Indonesia
terutama Surabaya. Saya langsung menghubungi
Dimaz, berniat mendapatkan satu kopi buku ini, ternyata cetakan pertama
sudah habis, harus menunggu funding
untuk memproduksi cetakan kedua. Dimaz merencanakan buku ini untuk didiskusikan
di Surabaya.
Sebelum hujan turun dengan deras, saya sudah tiba di Krack
Studio, ada Moki dan Malcom di studio kerja mereka. Tengah berlangsung pameran
tunggal Prihatmoko Moki bertajuk “Forget Me Not”. Pameran hasil residensi Moki
di Megalo, Canberra, Australia. Moki mengambil isu kolonialisasi Inggris atas
Australia, ketengangan yang masih terjadi antara orang indigineous (Aborigin)
dan non-indigenous. “Forget Me Not”
memiliki dua seri yang dikerjakan di Megalo dan satu karya baru yang diproduksi
di Krack Studio.
Seri pertama adalah Captain
Cook Still Here. Moki menyajikan kembali
karya E Phillips Fox yaitu lukisan “The Landing of Captain Cook at Botany”
dengan memotong Captain Cook dan menaruhnya dalam gambar ruang studio Megalo
dan rumah tempat tinggal selama residensi. Seri kedua adalah “McRae vs YMCK”.
McRae adalah seniman Aborigin yang banyak menghasilkan karya mengenai kehidupan
sehari-hari orang Aborigin. Moki menyandingkan karya Phillips Fox dengan karya
McRae, sebuah pertemuan yang menggambarkan perebutan lahan. Karya baru yang
diproduksi Moki adalah Kotak Emas yaitu sebuah mural yang memenuhi salah satu
sisi dinding ruang pamer di Krack Studio yang menyajikan titik-titik kekayaan
alam Indonesia (rempah-rempah, uranium, gula) yang diincar dan menyebabkan
perebutan lahan yang masih berlangsung hingga kini. Moki menjelaskan tiga karyanya ini kepada Mastodon yang datang untuk
berkonsultasi dengan Moki mengenai printmaking.
Mastodon pergi, Chabib ditemani oleh Sita datang berkunjung
ke Krack Studio. Chabib sedang di Jogja untuk pameran yang dikerjakannya
bersama Ketjil Bergerak. Chabib sendiri telah melakukan riset mengenai kelompok
seni Decenta di Bandung.
Masih gerimis, dengan payung saya meninggalkan Krack Studio menuju
MES 56. Sempat mampir ke Ace House melihat Uji Hahan, Hendra Hehe, dan tim
sedang melakukan finishing untuk vinyl Frau – Starlit Carousel. Hahan, Wok The
Rock, Uma Gumma, dan Gufi membentuk Nirmana Records yang diperuntukan untuk
merilis piringan hitam band/musisi dari Yogyakarta. Rilisian perdana Nirmana
Records adalah Frau – Starlit Carousel yang sebelumnya dirilis secara digital
oleh Yes No Wave Music dan format CD oleh Cakrawala Records.
Meninggalkan Ace House menuju MES 56, venue book signing
Frau – Starlit Carousel. Nirmana Records merilis vinyl dengan buku patitur
untuk piano dan gitar yang dikemas secara eksklusif seharga 395.000 rupiah,
harga yang pantas untuk karya yang dihasilkan. Hanya diproduksi sebanyak 200
buah, dan setiap pembelian maksimal dua buah, dalam rangka meminimalisir
penimbunan. Hujan pun reda, telah hadir
Frau, seluruh personel MES 56 dan Nirmana Records, Bagus Yes No Shop, para
pendokumentasi, dan sejumlah pembeli. Acara book signing dimulai, ditutup
dengan munculnya pelangi, manisnya.
Selepas book signing, panitia pertunjukkan peluncuran vinyl
Frau – Starlit Carousel segera menata venue dengan kursi, sound system, lampu,
dan menyalakan genset. Pertunjukkan akan dimulai pukul 8 malam ini. Para 130 pembeli
tiket pertunjukkan senilai 30.000 rupiah mulai berdatangan sejak pukul 7 malam.
Acara dibuka dengan pemotongan tumpeng, selamatan kelahiran Nirmana Records,
dan Frau sudah siap tampil untuk menghibur penonton yang memenuhi halaman MES
56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar