Minggu, 28 Desember 2014

Jalan Sasak, Sebuah Ruang Bersama

Suasana Jalan Sasak saat Pasar Kampung Ampel (foto oleh Nadia Maya Ardiani)

Jalan Sasak, Sebuah Ruang Bersama
oleh Anitha Silvia

Segerombolan bocah berlarian bermain di tengah Jalan Sasak yang dilimpahi banyak cahaya matahari. Para peziarah dengan tenang berjalan kaki keluar dari Masjid Ampel menuju Jalan KH Mas Mansyur. Seorang ibu keluar dari rumahnya membawa keranjang, berjalan tergesa untuk belanja sayur mayur di Pasar Pabean. Sejumlah penjaga toko menata kurma, kopiah, dan sarung untuk menarik pembeli. Tiga pekerja memasang instalasi lampion di sepanjang jalan. Hampir tidak ada kendaraan bermotor yang melintas. Suatu Minggu pagi yang sibuk nan gembira di Jalan Sasak karena jalan dibuat bebas kendaraan bermotor untuk mendukung Pasar Kampung Ampel pada tanggal 20 Juli 2014, sebuah pasar kuliner yang digelar oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Wisata Religi Ampel bekerjasama dengan Soledad & The Sisters Co., ARA Studio, dan Ayorek!.  

Jalan Sasak adalah salah satu titik ekonomi utama di Kampung Arab Surabaya, salah satu jalan tersibuk di Surabaya. Kampung Arab Surabaya ditinggali oleh warga keturunan Arab, India, Tionghoa, etnis Madura dan Jawa, dan meliputi dua kelurahan, Kelurahan Ampel dan Kelurahan Nyamplungan di kawasan Kota Lama, Surabaya Utara. Kampung Arab Surabaya persis bersebelahan dengan Pecinan. Jalan Sasak menjadi jalan penghubung menuju titik ekonomi lainnya yaitu Gang Ampel Suci (Pasar Gubah), Jalan KH Mas Mansyur, dan Jalan Panggung (Pasar Pabean). Di Jalan Sasak terdapat lebih dari 30 toko yang beroperasional di jalan sepanjang 500 meter dengan trotoar selebar 1 meter di satu sisi jalan. Toko kitab, toko parfum, toko kurma, toko sarung, toko perlengkapan muslim, toko oleh-oleh haji, dengan papan nama yang klasik dari papan kayu yang digambar manual. Berderet nama toko yang menggugah untuk dikenang seperti “Terkenal”, “Shaat”, “Al-Fadilah”, “Abdul Azis”, “Roma”, “Pustaka AS”, “Al- Hijaaz”.

Namun lalu lalang kendaraan bermotor mengurangi rasa nyaman pengunjung dan penduduk di sekitar Jalan Sasak. Jalan selebar 4 meter dipenuhi oleh arus mobil, sepeda motor, angkot, becak, dan pejalan kaki. Parkir kendaraan bermotor juga mempersempit ruang gerak di jalan ini. Keriuhan kendaraan bermotor mengurangi rasa hikmat berjalan santai mengamati jalan yang dipagari oleh toko-toko kebutuhan muslim yang menempati bangunan kolonial dua lantai. Menghalangi kisah-kisah yang patut untuk dibagikan, seperti kisah Abdul Kadir—warga keturunan Arab yang tinggal di Jalan Sasak, membentuk Orkes Melayu Sinar Kemala, orkestra terbesar di Indonesia pada dekade 1960-an.[i]

Awalnya, ide untuk membuat Jalan Sasak bebas kendaraan bermotor selama satu hari tidak mendapat respon yang baik dari sejumlah pedagang setempat karena takut pembeli akan berkurang. Hari Minggu banyak toko yang tutup, hanya sebagian kecil toko yang buka, seperti toko kurma, toko sarung, dan toko parfum. “Pasar Kampung Ampel” di Jalan Sasak mengundang banyak orang untuk menjelajahi jalan ini, pedagang setempat pun tersenyum karena mereka mendapat pembeli baru. Projek ini sebagai langkah awal untuk menciptakan foot traffic-- sebuah istilah untuk menggambarkan pengunjung yang berjalan kaki di tempat komersial/bisnis--yang diharapkan meningkatkan perekonomian di Kampung Arab Surabaya. Foot traffic juga mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas.

Pasar Kampung Ampel mengambil konsep pasar dan kuliner; pasar yang tak dibatasi gender ataupun religi, dan kuliner yang menyatukan seluruh pengunjung. Mengingat Masjid Ampel yang berada di pusat Kampung Arab Surabaya menjadi salah satu pusat ibadah penganut agama Islam di Indonesia, pasar menjadi konsep yang paling mudah untuk mencairkan sekat-sekat yang ada, menciptakan ruang bertemu bagi warga dari berbagai golongan. 

Menjelang siang makin banyak peziarah yang lalu lalang, berjalan kaki menuju Masjid Ampel melalui Jalan Sasak dengan nyaman, melempar senyuman, santai berbicara, tidak takut adanya mobil atau motor yang akan mengambil alih jalan mereka. Makin sore makin ramai, bukan lagi peziarah melainkan pelancong dan warga sekitar yang datang untuk merasakan kegembiraan di bulan Ramadhan di  Pasar Kampung Ampel. Makin malam, pengunjung tetap ramai, mereka ingin lebih lama berkeliling menikmati jalan ini bersama keluarga dan handai taulan.

Jalan Sasak dipenuhi oleh lapak-lapak kuliner oleh warga setempat yang menjual makanan khas Arab, India, Madura, dan Surabaya. Toko-toko terus meraup pembeli, pengunjung mengamati pameran foto situs-situs bersejarah di Kampung Arab Surabaya, dua grup nasyid yang bersenandung merdu, pelancong yang terpesona dengan bangunan kolonial dan kemolekan warga keturunan Arab, dan anak-anak yang berlarian kegirangan karena hari ini jalanan adalah milik mereka. Satu hari memang tidak cukup.

Jalan Sasak menjadi tempat bertemunya para tetangga, saudara, dan handai taulan. Terlihat banyak pengunjung Pasar Kampung Ampel yang saling bertukar salam, kabar, dan cerita. Anak-anak, pemuda, dan orang tua berkumpul memenuhi jalan, duduk bersama, makan bersama, tertawa bersama. Jalan tidak lagi menjadi budak kendaraan bermotor melainkan menjadi orang tua yang menyayangi anak-anaknya. Jalan menjadi common space, tempat dan kesempatan warga untuk berkumpul dan berekspresi. 

In common space, people exist as more complete, if not complex, individuals. They become cultural in concrete ways. More are revealed and expressed. More are visible as manifesting certain common values.[ii] 

Seyogjanya jalan menjadikan manusia, bukan kendaraan bermotor, sebagai subyek utama. Sebuah jalan bisa menjadi ruang berbagi untuk memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan dan kenangan. Sebuah jalan bisa menjadi tempat bermain yang aman untuk anak-anak. Sebuah jalan bisa menggambarkan suatu komunitas yang anggotanya saling mengenal dengan baik. Menurut Henri Lefebvre, sebuah jalan adalah sebuah teater yang spontan, seperti yang terlihat di Jalan Sasak saat itu banyak wanita dan pria yang berpakaian spesial meskipun Pasar Kampung Ampel hanya berjarak 200 meter dari rumah mereka, memaksimalkan kesempatan untuk berinteraksi. 

In the street, a form of spontaneous theater, I become spectacle and spectator, and sometimes an actor. The street is where movement takes place, the interaction without which urban life would not exist, leaving only separation, a forced and fixed segregation.[iii]

Pasar Kampung Ampel mempertegas bahwa Jalan Sasak adalah jalan yang penting bagi warga setempat dan masyarakat Surabaya sebagai pusat ekonomi, budaya, dan sejarah. Projek ini juga memberitahukan kepada seluruh warga Surabaya dan dunia bahwa Kampung Arab Surabaya terbuka untuk siapa saja karena penduduk setempat memberi ruang untuk saling mengenal dan menghormati. Projek ini adalah awal, perlunya penciptaan ruang bersama yang mempertemukan manusia dari berbagai etnis dan agama untuk berinteraksi melalui berbagai kegiatan yang melibatkan warga secara berkelanjutan di kota Surabaya.

Yet cities are also about publics--i.e. about forms of being together or of being connected that go beyond the specific details of what a person does, where he or she lives and comes from.[iv]




[i] Weintraub, Andrew N., 2012, “Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia”, Jakarta: KPG, hal. 80.
[ii] Kusumawijaya, Marco, 2014, “Common Space and Public Space in Contemporary Urbanisation”. Dalam William S.W. Lim (ed) Public Space in Urban Asia, Singapura: World Scientific Publishing Co, hal. 143.
[iii] Lefebvre Henri, 2003, “The Urban Revolution”, Minneapolis: University of Minnesota Press, hal.18.
[iv] Simone, AbdouMaliq, 2010, “City life from Jakarta to Dakar: movements as the crossroads”, Taylor & Francis, hal. 117.

1 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Oh ya, di sana anda bisa dengan bebas mendowload music, foto-foto, video dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus