Senin, 01 Juli 2013

selamat ulang tahun ke-30 Manan Rasudi :)

Hari ini, 1 Juli 2013 adalah ulang tahun ke-30 Manan Rasudi, penulis muda yang selalu saya tunggu karyanya. Saya posting interpiu dengan Manan oleh Rangga yang sebelumnya menjadi materi dari personal zine saya tahun lalu : halimun #13

*** 

Siapa M.A. Manan Rasudi?
Siapa Rangga Nasrullah?
Mereka adalah dua kawan yang cemerlang, Manan berdomisili di Depok, Rangga berdomisili di Yogyakarta, keduanya berkampung halaman di Cirebon. Keduanya zine maker, keduanya juga memiliki ketertarikan yang hebat atas musik. Secara terpisah mereka berdua pernah bertandang ke Surabaya, namun Manan dan Rangga belum ada kesempatan untuk bertemu muka, jadi saya meminta Rangga menginterpiu Manan. Melalui interpiu ini, keinginan kecil saya adalah mempertemukan mereka kembali meskipun di dunia maya dan menjadi salah satu cara untuk memahami diri sendiri. (anithasilvia)



M. A. Manan Rasudi Bercerita


M.A.  Manan Rasudi Bercerita Tentang Kegiatan Menulisnya

Sejak kapan mulai suka menulis?  awal menyukai menulis, apa saja yang kamu tulis mas?

Pertama kali nulis [dalam arti tidak untuk tugas sekolah/kuliah] ya pas SMU dulu di Cisarua, Bandung. Pas jaman segitu, saya disuruh bikin rubrik profil di majalah dinding sekolah. Nama majalahnya Gen Blue [Kaka Slank pasti bangga kalau tahu]. Isinya: ga jauh-jauh dari berita sekitar sekolah. Kalau dipikir-pikir, dulu pas bikinnya keren banget. Sampai rapat tengah malem gitu.

Kalau bener-bener suka nulis, mungkin pas abis lulus kuliah. Saya kurang beruntung dalam hal pekerjaan. Butuh waktu 3 tahun bagi saya untuk sekadar dapat kerjaan yang pas. Nah, menulis itu salah satu kegiatan yang biasa saya lakukan sambil nunggu panggilan kerja. Awalnya iseng mengisi blog di friendster. Mulai dari ngereview album yang baru saya download hingga gig yang baru didatangi. Sampai suatu hari, ada temen yang menyarankan saya mengirim review ke apokalip.com, webzine metal [lantas merambah indie rock juga] legendaris asal malang. Dari sini, saya terus menulis.

Apa saja yang saya tulis? 90% tentang musik sebab prinsip saya gampang: Write what you know! Tapi, mungkin saya nulis tentang Wine kalau saya bisa jadi peneliti kaya :D

Sejak kapan mulai menulis review album / gigs ?

Sejak jadi kontributor di apokalip.com. Saya berhutang banyak pada editor webzine ini. Olehnya, saya dibebaskan menulis gig & review dengan gaya apapun. Tapi sampai webzinenya hiatus, ada satu belum kesampaian: Nulis review pakai gaya dada 100 M perseorangan putra.

Awalnya, menulis itu sekedar hobi atau selingan ?

Karena pertanyaannya unik, saya jawab :Dua-duanya. Kayaknya sih Hobi aja yang selalu dilakukan pas saat senggang. Nah, kalo gini kan jadi selingan. Sampai sekarang saya tidak pernah menganggap menulis sebagai sebuah kegiatan utama. Bagaimana bisa? Wong menganggap diri sebagai penulis amatir saja tidak tega.

Jadi menulis cuma hobi yang dilakukan kalo sempat.

Lalu sampai akhirnya bisa berkecimpung di dunia tulis menulis seperti sekarang, gimana ceritanya ? Siapa orang yang menurut mas paling paling berjasa membuat mas terjun ke dunia ini ?

Setelah apokalip hiatus, saya iseng mengirim tulisan ke jurnallica.com. Awalnya hanya sebuah review album, setelah itu saya kerap jadi reviewer gig di website yang sama [biasanya kebagian band-band yang edgy :p]. Setelah Jurnallica.com, saya membantu menulis di beberapa website. Lumayanlah lewat nulis, nonton band luar negeri gratis. Lewat menulis, saya jadi kelas menengah [ngehe] gratis.

Nah, kalau orang yang paling berjasa. Namanya Samack dari apokalip.com, legenda dunia zine/webzine selain wendi putranto. Kontribusinya dia dalam karir menulis [kalau boleh disebut begitu] adalah pembiarannya akan semua gaya menulis yang saya coba.

Webzine mana yang memasukkan review album The Mars Volta berbentuk keterangan bungkus obat? Cuma apokalip.com.

Saya suka dengan gaya penulisan kamu yang beda dari yang lain mas, apakah dari awal menulis sudah seperti sekarang gaya bahasanya, atau melalui proses yang cukup lama ?

Nah ini saya susah jawabnya. Gaya penulisan saya bukan suatu yang unik kok. Banyak penulis yang memilih jalan seperti saya. Kalau dilihat seksama, gaya tulisan saya minjem dari sana-sini; dari buku-buku yang kebetulan saya baca.

Nothing's special :D

Orang orang banyak  tulisan kamu dengan “sastra gaya baru” , gimana tanggepannya ?

Puji Tuhan: dari pertanyaannya saya sudah senang. “Orang-orang banyak” kesannya plural dan jumlahnya banyak sekali. “Sastra Gaya Baru”? Terimakasih saya tersanjung sekali. Saya lulusan fakultas sastra namun saya tidak begitu mengerti sastra. Jika ini tulisan saya dianggap sastra gaya baru, sila lakukan. Saya cuma manut. Saya sendiri melihatnya sebagai curhat gaya baru.

Btw, boleh tahu siapa saja yang menyebut tulisan saya sebagai gaya baru sastra? :P 

Ilham dari mana mas sampe kepikiran buat tulisan yang beda ( baca : melanggar pakem pada umumnya ) ?  atau punya penulis favorit yang di jadiin referensi ?

Ilham untuk melanggar pakem bisa dari mana saja asal mikirnya bandel bin nakal aja. Nah, kalau masalah penulis, saya punya banyak penulis idola mulai dari Seno Gumira Ajidarma, Taufiq Rachman, Samack, Warren Ellis, Douglas Coupland, Ugoran Prasad dan Doel Sumbang.

Proses kreatif menulisnya sendiri gimana sih? Apakah termasuk memasukkan hal hal yang ada di sekitar kamu atau sesuatu yang sedang hip ke dalam tulisan kamu mas, seperti  tulisan ‘Zuckerberg, 10 Album Cadas 2011 dan Kenangan yang Tak Luruh’, dimana kamu memasukan filosofi tentang chat facebook dan kejeniusan zuckerberg dengan sangat baik dan rapih ke dalam tulisanmu ?

Proses kreatif untuk setiap tulisan berbeda-beda. Saya bukan penulis yang subur dan jenius jadi butuh waktu yang lama untuk sekadar membereskan satu tulisan. Minimalnya, saya butuh sehari untuk menyelesaikan sebuah tulisan, jika terlalu tidak terlalu sibuk. Kali lain, saya  butuh waktu beberapa hari bahkan minggu. Zuckerberg, 10 Album Cadas 2011 dan Kenangan yang Tak Luruh saya tulis dalam beberapa hari di sela-sela pekerjaan.
Saya punya kapasitas otak seadanya dan pengetahuan terbatas, jadi butuh waktu untuk memikirkan ide tulisan dan bentuk akhir tulisan. Biasanya yang makan waktu banyak itu memikirkan form/bentuk akhir tulisan. Setelah ide dan form ditemukan, saya baru mulai menulis.

Dan gimana sih perasaanya kalo ngebaca tulisan sendiri yang udah jadi?

Seringan nyesel daripada bangga deh pokoknya. Maklum, saya selalu ngerasa tulisan saya apa adanya. Ga pernah spesial.

Selama ini pernah ada rasa kurang puas atau rasa menyesal terhadap tulisan yang sudah di publikasi  ?

Sering. Baca liputan santay santay tengah pekan 1. Saya melihatnya sebagai jiplakan cerpen Sepotong Senja Buat Pacarku yang ditulis lelaki pencemburu [buta]

Menurut kamu mas, tulisan yang baik itu bagaimana ?

Yang ringan, tidak menggurui, punya sense of humor yang bagus dan tidak pretentious seperti tulisan saya.

Dari mana asal kata “pretentious” yang kerap di temukan di tulisan tulisan kamu mas ?

Dari kamus bahasa inggris dong. Kalau pretensius baru dari KBBI. Saya sering memakai kata itu karena memang tulisan saya pretensius [inget yang ini dari KBBI]. Setidaknya, ada pembanding/pengilon/pengukur tentang bagaimana sebuah tulisan pretensius itu.
Jadi kelak mungkin orang bisa menghindari menulis secara pretensius hanya dengan membaca tulisan saya. Itu saja.

Tidak hanya pretentious, tapi membaca tulisan kamu saya mendapat kosa kata baru seperti “ kudos” dan juga mendapati kata kata yang jarang saya temukan di ulasan musik lain tapi ada di tulisanmu seperti ‘setakar’, ‘syahdan’, ‘ekskavasi’, bagaimana tanggapan kamu mas ?

Saya rasa kata-kata yang saya gunakan itu tidak terlalu aneh. Mungkin penulis yang lain tidak begitu nyaman menggunakannya. Toh, tidak semua orang menulis seperti Remy Silado yang tulisannya digenangi kosakata lokal yang kurang “bunyi”.

Menulis itu, menurut saya, untuk membagi pengalaman bukan berbagi isi kamus belaka.

Kira kira inget ga, kapan mulai di minta menulis  untuk jurnallica, jakarta beat, majalah sintetik, dll ?  dan gimana ceritanya sampai bisa menulis di jurnallica, jakarta beat, majalah sintetik, dll ?

Saya menulis di Jurnallica mulai tahun 2009. Kalau masalah menulis di Jakartabeat, saya rasa itu kebetulan saja. Samack berhalangan hadir di konser Iron Maiden di Ancol. Saya menggantikannya. simpel seperti itu saja.

Sementara menulis untuk sintetik itu sebuah hasil perkawanan dan bentuk terimakasih. Eko, Hilmi serta Oming banyak membantu menyuarakan primitif, saya membalasnya dengan cara saya: menulis dengan pretensius.

Apresiasi tertinggi apa yang pernah kamu dapetin dari hasil karya tulis kamu mas ?

Dibaca Denny Sakrie. Denny Sakrie membaca tulisan saya, ini baru progress!

Tulisan kamu yang paling “pretentious” menurut kamu yang mana mas ?

Liputan saya berjudul: Jurnal Belajar [Ber]Cinta.

Tulisanmu selama ini dikenal tajam dan tanpa kompromi, pernah ada yang ngerasa kesindir / kesinggung dengan tulisan kamu mas, selain Dennysak, hehe ?

Sejauh ini baru Denny Sakrie yang tersinggung secara positif. Gara-gara namanya saya comot di ujung liputan konser MONO saya di Jurnallica. Dalam balasannya, beliau memamerkan pengetahuannya tentang semesta progressive rock, minimalism dll. Beliau semangat sekali merunut akar-akar post rock sampai ke tahun 70an. Saking semangatnya, kita bahkan bisa merasakan betapa gustonya beliau menulisnya lewat judulnya saja Tenggelam Dalam Samudra Bunyi.

Oh ya ada lagi, konon setelah primitif jilid II keluar, seorang mahasiswa IKJ tersinggung saya sebut sebagai WC tersebesar se-asia tenggara dalam liputan Heavy Fest II

Kalo yang sama dennysak itu sebenernya gimana sih kronologis aslinya, terus apakah kamu sempet berhubungan langsung dengan dennysak langsung setelah itu ?

Saya sampai sekarang belum pernah bertemu langsung dengan penulis legendaris itu. Sebenarnya persinggungan saya beliau meruap setelah saya dengan sekonyong-konyong mencomot namanya dalam liputan konser MONO.  saya mencomot nama beliau untuk mengilustrasikan betapa Post-rock sudah mulai mengarusutama.

Beliau menanggapinya sebagai sebuah bentuk keheranan saya terhadap muncul Denny Sakrie di konser musik anak muda. Beliau menulis sebuah review balasan sehari setelah tulisan saya muncul. Tak sekadar itu, segera setelah mempost tulisannya ia mentweet koleksi plat Mono-nya. luar biasa.

Selama ini tulisan kamu mas yang saya baca kebanyakan sekitar musik (review album / gigs), praktis hanya “diary paling pretentious di dunia : mengingat lebaran 2011” tulisan mas yang pernah saya baca yang bukan mengenai musik, adakah selain itu ?
Dulu nulisin tugas arsitektur temen. Tapi percayalah, di awalnya ada kutipan lirik lagu juga haha!

Hal menarik apa yang ingin ditulis tapi belum kesampean?

Menulis liner note untuk surat undangan pernikahan teman atau saya sendiri.

oming - rangga - manan - adit


M.A. Manan Rasudi Bercerita Tentang Primitif Zine

Tentang Primitf Zine, apa yang membuat kalian membentuk Primitif Zine ? gimana cerita awal terbentuknya ?

Primitif Zine digagas pas banget pas Saya, Jimmy dan Dimas sedang bosan-bosannya jadi underpaid zombie AKA pekerja kantoran. Pematiknya ya obrolan saya dengan Dimas lewat YM suatu hari di tahun 2009. Kala itu Dimas punya ide untuk membuat zine yang “primitif”. Artinya, zine fotokopian yang hitam putih, Persis lah seperti zine-zine punk [zine ya umumnya punk :D]. Alasannya, kita cuma iseng bikin pembeda dengan webzine yang kala itu sedang marak bermunculan. Kalo webzine dan banyak majalah musik lain tampilannya glossy, maka kami cukup hitam putih dan, sekali lagi, primitif saja.

Dari obrolan itu, kita sepakat bahwa zine hanya akan diawaki oleh saya sebagai penulis, dimas sebagai CEO merangkap  PR dan berbagai kerjaan ribet lainnya serta Jimmy sebagai layouter/designer. Nyatanya, kami kewalahan. Akhirnya, kami merekrut tambahan kru. Maka datanglah, Idham, Caca, Beben, dan Tya. Fajri, kru paling intelek kami, baru bergabung di edisi kedua walau sudah dirayu dari awal. 

Primitif sejatinya cuma nama sementara. Semacam nama sebuah proyek. Ada kesapakatan untuk mencari nama yang lebih “bagus”. Sayangnya, atau malah untungnya, nama itu tak kunjung ditemukan. Voila, zine kami tetap bernama primitif. 


Konsep primitf zine itu sendiri sebenernya kaya gimana sih mas ?

Sebenarnya zine ini cuma kegiatan bersenang-senang kami yang dicetak. Rasanya terlalu naif untuk membaca primitif sebagai sebuah zine yang serius. Kami bersenang-senang saja cuma kebetulan kami bercanda sembari membahas apa yang kami suka [baca: musik dan budaya khalayak]

Dari Philips Vermonte – jakartabeat.net di rubrik ‘surat cinta dari pembaca setia’ edisi 5 primitif zine, dia menulis, “ saya suka membaca primitifzine karena bahasanya yang tidak pretentius, malah saya curiga saat pertama kali muncul dulu bahwa primitifzine didirikan untuk menyindir kami-kami di jakartabeat.net yang suka pretensius dan sok tau …  “ , apakah kecurigaan Philips itu benar adanya, hehe ?

Kami memang meminta Om Philips untuk menulis surat tersebut. Beliau salah satu orang yang tahu primitif dari edisi pertama. Pun, kami beberapa kali bekerja sama dengan webzine beliau yang sangat intelek, Jakartabeat. Tapi, saya kaget dengan isi surat beliau. Sebenarnya, kalau masalah pretensius, saya rasa kami juga pretensius. Namun, jika beliau curiga primitif kerap menyindir jakartabeat, ya itu sah-sah saja. Benar atau tidaknya, sila dinilia sendiri saja.

Kami sih senang-senang saja dibilang penyindir webzine yang paling banyak dibicarakan sekarang di Jakarta.

Pangsa awalnya hanya teman teman sendiri atau umum ?

Primitif pertama kali dilepas di gig tour I Am David Sparkle di Rossi Jakarta. Kami membagikan edisi 001 pada hampir semua yang datang ke gig itu. Sejak saat itu, kami punya tradisi untuk “numpang” launching di gig yang menurut kami potensial.

Nah, kalo masalah sasaran. Kami membagi primitif pada teman dan khalayak umum. Namun, karena kami cuma mencetak 200 eksemplar untuk tiap edisi. Kerap kali, kami harus memilih calon pemilik zine kami. Kami lebih memilih orang lain yang melek musik tinimbang teman yang misalnya lebih suka baca Vogue daripada Spin :D.

Bagaimana respon orang orang pada saat primitif zine pertama kali diluncurkan ?

Lumayan hangat. Beberapa orang yang kami bagi langsung mewartakan primitif lewat twitter. Bagi saya, ini sudah suatu yang luar biasa. Kami tak pernah punya pengalaman membuat zine sebelumnya, kami malu saat membagikan edisi pertama kami. Untungnya, edisi pertama kami disambut hangat. Alhamdulillah.

Bagaimana pembagian tugas di primitif, apakah kesemuanya merupakan penulis, atau ada bagiannya masing masing mas ?

Yang biasanya menulis di primitif adalah saya, Fajri, Caca, Idham. Tia bertugas sebagai penggambar komik. Beben dan Jimmy bertugas mendesain dan membuat layout. Dimas adalah CEO primitif. Tanpanya, deadline tak akan bisa ditepati. Namun, jika diperlukan semua bisa menulis kok :D

Selama ini disetiap edisi selalu saja ada yang baru dan berbeda dari edisi sebelumnya, menurut mas apakah ini merupakan salah satu alasan mengapa primitif zine cepat menyebar dari mulut ke mulut ?

Sebenarnya, konten primitif tidak selamanya tepat di mata pembacanya. Primitif lebih kerap membahas scene Jakarta karena memang itu yang kami tahu. Yang membuat primitif bisa dinikmati mungkin karena kita perlu tertawa dan menertawakan diri sendiri. Jadi, Insya allah selama kami sehat dan tidak kehilangan waktu untuk bercanda, primitif mungkin bisa menyuguhkan sesuatu yang fresh. 

Mengenai “kepopuleran primitif”, kami malah merasa zine ini cuma akan berakhir sebagai zine yang cult atau zine yang dibaca oleh khalayak terbatas saja. Namun, terimakasih pada mereka yang telah mengabarkan primitif, setidaknya sekarang cult pembaca primitif bentangan geografisnya makin lebar. 

Lalu bagaimana proses kreatif pembuatan primitif zine sendiri, yang walau di tengah kesibukan masing masing staffnya tetapi selalu dapat menyuguhkan sesuatu yang berbeda di tiap edisinya ?

Proses kreatifnya dimulai dari penentuan tema. Biasanya tema primitif sudah ditentukan beberapa bulan sebelumnya. Misalnya, saat edisi 005 terbit, kami sudah punya konsep kasar untuk edisi sebelumnya. Tapi, jangan dikira proses ini berjalan seperti pada majalah profesional. Penentuan konsep dalam primitif bisa muncul kapan saja. Kadang mencuat saat chatting, saat nonton gig bareng atau saat kita makan malam bersama.

Nah, konsep kasar ini terus diterjemahkan lebih detail setelah diperam beberapa lama. Atau lebih gampangnya konsep ini dipecah lagi dalam konsep tulisan, komik, layout dan lainnya kalau kami sudah mood hehe. Setelah itu, Dimas akan membagi jatah pekerjaan pada semua kru.

Seperti biasa, pekerjaan dimulai dari penulisan. Tulisan yang sudah beres kemudian di-layout dan diletakkan dalam page plan. Setelah itu cetak. Standarlah seperti zine lainnya. 

Kendala apa yang sering terjadi, pada saat proses kreatif primitif zine ?

Deadline pekerjaan, laporan bulanan kantor, putus cinta dan PMS, apa lagi? Cukup deh segitu :P

Seberapa sering team primitif zine berkumpul bersama ? dan apakah berpengaruh pada proses kreatifnya ?

Sejujurnya kami hanya pernah berkumpul full team sekali, februari tahun 2011. Selebihnya, kami berkumpul di dunia maya atau dalam pertemuan-pertemuan partial. Karena zine kami zine gotong royong, ya setiap pertemuan begitu berharga. Intinya, setiap pertemuan adalah penajaman ide yang hendak dieksekusi. Azik!

Selain vol 005, walaupun terbatas, setiap edisi primitf zine kalian bagikan gratis dan ditambah sebuah cd mixtape, darimana asal sumber dananya ?

Awalnya, ada kesepakatan bahwa biaya cetak dan mixtape ditanggung oleh kru primitif yang sudah berpenghasilan. Namun, setelah ada primitifstore, biaya cetak disuling dari hasil kami berjualan plat atau CD. Makanya, sebenarnya berbelanja di primitifstore itu adalah ibadah. Mungkin satu-satunya bentuk konsumsi yang penuh pahala :D

Lalu ide mixtape itu sebenernya dari mana tuh mas ?

Nah, mixtape itu sebenarnya kita buat biar zine ini ada bedanya dengan zine lain. Rumusnya: Mixtape = satu lagu dari album yang kita review+lagu yang sedang digilai kru primitifzine. Jadi sebenarnya, mixtape primitif itu proyek narsis aja. Didengerin sukur, ga didengerin juga gapapa.

Sebelum vol 005, bagaimanakah cara pendistribusian primitif zine versi fisik yang dicetak dengan jumlah yang terbatas ?

Sebenarnya tak ada yang begitu berbeda. Sebelum volume 005, kami membagikan primitif ke beberapa titik di jakarta serta kota-kota lain seperti yogyakarta dan bandung. Namun, karena kami memberi harga pada edisi 005, kami menggunakan sistem bayar di muka untuk setiap orang yang menghendaki zine kami. Beruntung, walau dibadrol harga pun zine ini masih ludes dengan sukses.

Jangan bilang-bilang ya: biar tetep ludes sisa edisi 005 kerap kami bagikan pada pembaca potensial di gig-gig tertentu. Pencitraan itu penting, jangan lupa!

Menurut mas, apakah primitifzine vol 005 bisa menjadi tolak ukur sejauh mana primitif zine berkembang, dengan cetak kemudian didistribusikan di beberapa kota, dan rasanya permintaan disetiap kota pun tidak begitu buruk  ?

Primitif edisi 005 adalah edisi spesial. Di edisi 006, kami kembali ke formula awal [jumlah halaman lebih sedikit dan lebih banyak tulisan]. Yang berbeda, kami akan meninggalkan kertas samson dan terus menggunakan book paper karena toh biaya produksinya tidak jauh berbeda.

Mengenai sebaran, rasanya sudah saatnya kami memperluasnya. Kita lihat saja nanti.

Apakah perkembangan primitif yang seperti sekarang ini memang sudah diprediksikan teman teman primitif dari awal ?

Kami tidak punya prediksi apa-apa saat memulai primitif. Kalau ada itu namanya target: target kami ya primitif tak cuma dibaca di sekitaran jakarta saja. Kala itu, kami kerap berpikir kalau pun zine ini berakhir sebagai zine yang cult saja pun tak apa-apa. Toh itu sudah sangat lumayan, kan artinya becandaan kami ada yang baca.

Namun, kami rasa primitif bisa lebih luas dan besar dari ini. Kami tidak mengarah menjadi zine atau webzine yang glossy. Tapi, apa salahnya menaikkan target serta memperluas jangkauan pembaca. Maka, kala wawancara ini saya jawab, kami tengah merombak web kami yang mati beberapa bulan terakhir ini. Setelah itu, mungkin ada perubahan dalam primitif. Yang jelas, kami akan terus mencetak zine ini di book paper sekuat kami.

Melihat animo pada edisi terakir, untuk edisi selanjutnya, apakah akan tetap di bagikan gratis dan terbatas atau berbayar seperti vol 005 dengan distribusi di setiap kotanya?

Seperti yang saya bilang, edisi 005 adalah edisi spesial makanya kami beri bandrol harga. Uang yang kami dapat dari penjualan zine itu kami putar untuk membiayai gig ultah kami, merombak web serta membiayai edisi 006. Edisi 006 akan kembali gratis dan ber-mixtape. 

Selama 5 edisi yang udah terbit ini, kritik saran yang kaya gimana yang paling banyak di terima redaksi primitif, baik itu dari teman teman sendiri, maupun dari pembaca baru?

Kritik dan saran paling sering kami terima dari pembaca. Saat kami melepas edisi 004 misalnya, edisi itu banyak dikritik sebagai primitif dengan jumlah halaman terlalu sedikit. Kali lain, ada juga yang mengkritik edisi 005 miskin dengan tulisan. Tapi, mungkin yang membuat saya sadar adalah kritik tentang penggunaan kertas samson. Walaupun terasa tebal dan elegan, zine kami jadi susah diperbanyak dengan kertas biasa.

Kalaupun ada kritik yang pedas maka kritik itu adalah ketika primitif dijadikan tudung saji nasi goreng tak lama setelah kami bagikan. Pedas Bung!


Tentang salah satu divisi primitif, yaitu primitif store, ide siapakah ini ?

Itu ide Jimmy dan Dimas. Saya dan fajri bergabung kemudian. 

Apakah primitif store ini milik perorangan atau memang milik bersama teman teman primitif zine ?

Primitifstore milik bersama kok. Kami punya saham yang berbeda-beda dalam kepemilikannya. Namun, semua kru punya peran masing-masing dalam menjalankannya. Ya lumayanlah usaha kecil-kecilan untuk menjaga primitif agar tetap berdikari.

Apakah ada kemungkinan nantinya ada divisi primitif yang lain seperti primitif records atau primitif netlabel begitu ?

Tentu, itu mimpi kami. Kami ingin punya records. Bahkan, nanti kalau kami punya record/label, kami akan merilis salah satu impian kami: membuat album tribute acappella untuk band kesayangan kami, Ghaust. Semua direstui.

Eh tapi, kami punya rencana merilis materi salah satu debutan jakarta dalam bentuk kaset [jumlah terbatas] sebentar lagi.

Mengenai primitif gigs, gimana ceritanya sampai akhirnya bisa memutuskan untuk membuat sebuah gigs?

Sebenarnya ini iseng aja. Kan kita sering tuh numpang rilis zine di gig manapun kadang tanpa minta izin ke yang punya gig. Maka, daripada malu, kita gagas saja gig untuk primitif zine edisi 005 sekalian kita selamatan setahun primitif zine. Artisnya ya tak jauh dari teman dan semua band yang kita pernah review.

Alhamdulillah, gig kecil kami didatangi 100 orang lebih beda tipislah ama pendatang brightspot market. 

Berapa lama persiapan primitif gigs sendiri ?

Satu bulan saja karena memang idenya sudah lama ada. Yang ribet adalah kami harus mempersiapkan primitifzine edisi 005 pada saat yang sama.

Lalu (lagi lagi ) sumber dananya ?

Lagi-lagi dari primitifstore dan beberapa kocek pribadi :D

Dengan semakin berkibarnya bendera primitif, apakah ada suatu pihak tertentu yang sinis terhadap kemajuan primitif ?

Belum ada. Atau mungkin belum ada yang berani menunjukkannya secara gamblang. 

Kalaupun ada, dulu seorang aktivis webzine pernah berbincang dengan saya. Ia bilang bahwa pada akhirnya zine-zine seperti primitif ini akan bubar dan tidak menghasilkan apa-apa. Pendapatnya didasarkan pada studinya [skripsi] tentang majalah musik yang bertahan lama. Saya amini pendapatnya. Majalah musik atau webzine musik lokal memang banyak yang lekang digerus zaman. Tapi, saya rasa ia terlalu pesimis. Zine banyak yang musiman memang itu benar, tapi saya menikmati bersenang-senang dengan primitif sekuat kami merilis primitif. Kalau kami bubar atau dikooptasi pemodal besar [sellout], tolong ingat bahwa kami pernah berjuang untuk bersenang-senang.

Apa pendapat mas mengenai para pembaca setia primitif zine ?

Saya sering tersenyum saat membaca tanggapan pembaca primitif atas isi zine kami. Beberapa kali, zine ini disebut sebagai zine yang serius, tertata, rapih dan nyastra. Kami sih sangat berterimakasih dengan semua pujiannya. Cuma, kalau boleh usul, ada baiknya primitif dibaca sebagai, sekali lagi, zine senang-senang saja sebab kami rasa musik akhir-akhir ini terlalu sering dibicarakan dengan sangat serius.

Apakah yang paling menyenangkan & membahagiakan dari membuat primitif zine?

Walau zine saya adalah zine senang-senang, saya tidak memungkiri nikmat ketika primitifzine disebut sebagai zine cerdas dan lucu. Belum lagi, ketika konon zine saya dijadikan acuan workshop penulisan zine [plus disebut gaya penulisan sastra baru], rasanya seperti mimpi bertemu Winona Rider di Reality Bites

Oh iya, di avatar yang ada di setiap edisi primitif zine, kamu digambarkan brewokan dan yang paling gondrong mas, apakah tampilan aslinya memang begitu, hehe?

Semua avatar itu diambil dari serial South Park. Saya paling tua di primitif. Orang yang tua umumnya digambarkan dengan jenggot panjang dan brewokan. Ya begitulah logikanya hingga diberi avatar mirip Jesus itu. Saya pengen brewok seperti itu tapi tidak bisa. Kalau pun bisa saya mirip hobbit. Bahaya. Mending gak deh :D


M.A. Manan Rasudi Bercerita Tentang Kisah Asmaranya

Dibeberapa tulisan kadang kamu menceritakan tentang sesosok wanita. Saya penasaran wanita seperti apa sih yang sampai membuat kamu memasukannya  ke dalam tulisan kamu mas?

Ya seperti dalam tulisan itu. Cuma mungkin dilebih-lebihkan agak banyak. Namanya juga orang kasmaran :D

Selama ini udah ada tulisanmu yang berhasil membuat wanita yang kamu tulis sadar kalo kamu sedang bercerita tentang dirinya ? kalo ada, bagaimana reaksinya ?

Rasanya gak ada target untuk membuat perempuan itu [jika memang ada] sadar bahwa saya menulis tentang atau untuk dia. Lagian, ini kan cuma bumbu dalam tulisan. Ya, salah satu cara untuk menunjukkan trademark saya: pretensius.

Sebenarnya bagaimana kehidupan asmara seorang Abdul Manan Rasudi ?

Sunyi seperti film bisu tanpa orkestra.

M.A. Manan Rasudi Memberikan Liner Noter Untuk Dirinya Sendiri

Dari beberapa pertemuan dengan kamu mas di dunia maya, kadang kamu terkesan seperti orang yang galak dan keras, saya kadang takut juga, hehe. Sebenernya, sosok sesungguhnya abdul manan rasudi itu gimana sih, bisa enggak mas bikin liner notes ala manan buat diri kamu sendiri, yang lengkap juga boleh, hehe ?

Mungkin begini saya menggambarkan diri saya. Tolong dicatat, saya sebenarnya pemalu lho. Tapi, kalo sudah nyaman bisa gak berenti ngomong:

Senin – jumat: pekerja kantoran biasa, pengejar bus dan pendownload mp3 fulltime. Sabtu – minggu: Gig Goer, pemantau linimasa. Di sela-selanya, [sok] sibuk mengedit primitifzine.


M.A. Manan Rasudi Bercerita Tentang Dirinya Yang Memanageri Sebuah Band

Tentang anda memanageri sebuah band, gimana ceritanya ?

Dulu pas lagi di tahun terakhir kuliah, temen-temen saya bikin band Rock n Roll/Blues/ Psikedelia bernama Wonderbra. Kebetulan bassist band cult ini adalah teman satu kosan saya. Saya bahkan tahu kapan band tersebut direncanakan di kamar dia. Singkat cerita, saya diajak jadi manager. Awalnya seneng minta ampun, kapan lagi ikut band-bandan. Dari kecil saya pengen jadi anak band, cuma gak becus main alat musik. Pikir saya, ya udah jadi manager juga gapapa. Nyatanya, saya bukan tipe orang yang bisa mengatur jadwal orang. Lagipula, pekerjaan jadi manager itu berat. Salah satu yang paling berat yang ketemu banyak orang dan ngobrol dengan berbagai macam orang. Meeting people is not easy for me.  

Maka, saya keluar dari Wonderbra tahun 2009. selesai.

M.A Manan Rasudi Bercerita Tentang Aktivitas Utamanya

Diluar menulis, primitif, dan manager sebuah band, apa aktivitas utama kamu mas, denger denger kamu punya jam kerja yang tidak biasa ?

Jadi pekerja kantor di sebuah perusahaan game online di Jakarta. Dulu memang saya punya jam kerja yang menarik. Masuk jam 1 siang pulang jam 10 malam. Cuma semenjak desember 2011, jam kerja saya biasa saja. Masuk jam 9 pagi, pulang jam 6 sore. Standarlah seperti pekerja lainnya.

M.A. Manan Rasudi Bercerita Tentang Gigs Yang Akan Di Ceritakannya Kelak Kepada Anak Dan Cucunya

Selama ini melihat berbagai gigs, ada enggak sebuah gigs yang paling berkesan, paling ‘ enggak bisa buat tidur ‘, atau paling apalah, sehingga  mas bertanggung jawab menceritakannya kelak kepada keturunan keturunan mas, berikut alasannya ya mas, hehe ?

Kalau nanti saya bisa ke Roadburn Festival di Belanda, saya bakal cerita ke anak cucu. Itu pasti.

M.A. Manan Rasudi Berkomentar

Ada komentar mas tentang pembuatan e-ktp di kecamatan setempat ?

Erghh, itu ktp kapan jadinya ya?

M.A. Manan Rasudi Memberi Tips

Terakhir, sedikit tips dong mas bagaimana menjadi hipster yang baik dan dikenal ?

Waduh ga punya tuh. Maap :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar