Kamis, 16 Mei 2013

Luk Haas dan Punkrock Dunia Ketiga

bhaskoro - tinta - luk haas - fitrah @ NO LABEL 


Luk Haas dan Punkrock Dunia Ketiga

Indra Menus : tinta, ada Luk Haas owner Tiananmen 89 recs dr Prancis lg di Surabaya tuh. dia minat sm zine dll, kontak aja sekira ma mampir di perpustakaan zine mu  kemaren ktmu sm aku dan wowok pas di Yk. https://www.facebook.com/luk.haas.9?fref=ts
Anitha Silvia : ok udah aku message doi

Anitha Silvia : Hi Luk Haas, Indra Menus told that you will come to Surabaya.
I'm a volunteer in an independent library named C2O Library
we collect some zines from Surabaya and make annual zinester gathering nama ZINE//PICNIC every October, you can stop by
Luk Haas : Hi Anitha, Thanks for getting in touch! Sounds interesting! We'll try to pass by tomorrow! 

Surabaya, 27 April 2013
Jam 11 siang, saya sedang observasi di Hotel Pavilijoen bersama Erlin, Yuli menelpon mengabarkan Luk Haas telah tiba di C2O Library, setelah observasi selesai Erlin mengantarkan saya ke C2O Library. Lalu bertemu muka dengan Luk Haas, pria diatas 50 tahun, berbadan besar dan perut besar, berjenggot, memakai polo shirt dan celana cargo, suaranya lembut, saya pun terpana. Selama menunggu saya, Luk Haas sudah melihat koleksi C2O Library, dia kolektor comix, jadi cocok dengan koleksi komik "underground" kami. Luk Haas kelahiran Prancis dan sekarang tinggal di Swiss, C2O Library punya sejumlah komik Prancis (mengingat C2O Library menyelenggarakan Festival Komik Indonesia-Prancis setiap tahunnya) dan sejumlah komik bagus yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, sebut saja Chicken With Plum - Marjane Satrapi, Epileptik - David B, Tiga Bayangan - Cyrill Pedrosa.

Luk Haas kaget banyak buku terjemahan dalam Bahasa Indonesia, pengalamannya di Malaysia sedikit sekali buku terjemahan dalam Bahasa Melayu, semuanya dalam Bahasa Inggris, padahal kecenderungannya saat ini anak muda Malaysia tidak fasih berbahasa Inggris, keseharian mereka berbahasa Melayu, namun minim buku berbahasa Melayu, Luk Haas berharap bahasa lokal tidak hilang dan tetap menjadi bahasa utama. 

Luk Haas membeli komik Punkasila dan Leika (terjemahan Bahasa Indonesia), dia kecewa kami tidak menjual rilisan fisik punkrock, hehehhe. Luk Haas datang bersama Endang sang kekasih yang saat ini berdomisili di Pontianak, sayang Endang tidak mengenal Aldiman Sinaga. Luk Haas adalah Punkrock kid (yang udah gak kid lagi sih), maka saya mengajak dia ke No Label, eh ternyata doi kenal dengan Fitrah karena pernah membeli banyak rilisan No Label, kami bertiga naik taksi ke No Label. Dalam perjalanan, Luk Hass menceritakan dirinya (tentu saja karena saya yang bertanya), doi pada tahun 70-90an adalah punkrocker aktif di Prancis, sering membuat gig, membuat zine, membuat rilisan (doi bikin record label : TAM89 Records), membuat tulisan mengenai skena musik punkrock (saya barusan tahu doi adalah kontributor Maximum Rock n Roll). Pada tahun 90an Luk Haas bekerja di Palang Merah International yang membuat dia berkeliling dunia, saat ini sudah lebih dari 150 negara yang ia kunjungi. Sebelum ke Surabaya, Luk Haas berkunjung ke Jakarta (bertemu dengan Arian 13) dan Yogyakarta (bertemu dengan Wok The Rock, Indra Menus, dan Otong).   

Kami turun di Jalan Darmahusada, karena No Label sudah pindah sejak tahun lalu, saya bertanya ke kedai pulsa yang dulunya adalah No Label, sang penjual pulsa menginformasikan lokasi baru No Label, kami berjalan kaki menuju Jalan Mojo, sedikit bingung, saya kembali bertanya ke orang lokal, ternyata pada tahu No Label, wah seru nih kalo warga lokal mengetahui keberadaan No Label. Akhirnya kami mengetuk rumah dengan palang No Label, yang keluar adalah seorang ibu muda, ternyata bukan No Label, hanya palangnya saja (bermaksud memberikan petunjuk bahwa sudah dekat dengan No Label), berjalan kaki sedikit lalu tiba di No Label yang menempati bangunan yang lebih besar dari sebelumnya, disambut sang ibu mertua Fitrah yang sedang menjaga toko, Fitrah lagi keluar, saya mengirim pesan singkat ke Fitrah mengabarkan Luk Haas sedang di No Label. Fitrah baru bisa kembali ke No Label jam 4 sore, kami bertiga kembali ke Jalan Darmahusada mencari makan. 

Sambil makan sambil ngobrol. Saya bertanya bagaimana Luk Haas akrab dengan skena musik punkrock di Indonesia, doi bercerita, pada tahun 1997 dia berkunjung ke Bandung, menemukan sejumlah band metal/HC/punkrock yang sesuai dengan seleranya, secara singkat dia memutuskan membuat kompilasi, meng-compile band-band yang dia temukan di Bandung, jadilah sebuah kompilasi yang fenomenal : Injak Balik! Bandung Punk/HC Comp. Puppen dan Jeruji menjadi salah dua band yang masuk dalam Injak Balik. Luk Haas meliris Injak Balik dalam bentuk vinyl dan kaset yang didistribusikan secara internasional, mulai dari Injak Balik, skena musik underground Indonesia masuk dalam peta dunia musik underground. Ok berarti saat ini saya tengah bersama orang yang sangat penting dan berjasa dalam skena musik underground Indonesia, lucky me. Kebetulan yang ok sekali, barusan saya membaca interpiu Adi renaldi dengan Luk Haas di Jakarta Beat, saya baru ngeh. Luk Haas benar benar melakukan perjalanan yang intens ke negara negara dunia ketiga mencari band punkrock yang belum terdeteksi oleh jurnalis musik, misalnya di India dia mencari rilisan fisik punkrock dari satu toko musik ke toko musik lainnya, akhirnya ia menemukan sejumlah band punkrock yang ok sip karena mencampurkan musik tradisional India, itulah musik punk bagi Luk Haas, terbuka berkolaborasi dengan musik lainnya, yang paling menarik baginya adalah pencapuran musik lokal dengan musik punk. Terbayang bagaimana Luk Haas bergerilya ke kota kota kecil di negara dunia ketiga, dari pintu satu ke pintu lain, dari skena musik satu ke skena musik lain, lalu merilis musik punrock dari dunia ketiga, salut. Sesuai dengan tagline record label miliknya TAM89 Records : Limited Pressing Thirdworld Punkrock 7"s. Terakhir Luk Haas meliris kompilasi punkrock India.

Kami makan pecel, Luk Haas suka pecel, dan pertanyaan saya terus mengalir (maklum ketemu orang penting yang sangat ramah). Luk Haas berkunjung ke Surabaya hanya ingin tahu kota kedua terbesar di Indonesia seperti apa, hahah saya kaget dengan jawabannya, tapi itu alasan yang masuk akal, Surabaya sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta harusnya mempunyai sesuatu untuk diobservasi, untungnya Surabaya masih punya No Label dan Garasi 337. Habis makan, mengajak Luk Haas dan Endang berjalan kaki ke Inferno--distro & studio musik milik Samir Tengkorak. Sayang Inferno tutup karena Tengkorak main di Bandung dan lanjut ke Jakarta untuk Hammersonic, kami bertiga lanjut naik taksi ke ITC, Endang berniat mencari casing untuk smartphone-nya. Luk Haas baru kali ini memakai telepon genggam, setelah dipaksa Endang. 

Fitrah mengabarkan dirinya sudah ada di No Label, kami kembali naik taksi ke Jalan Darmahusada. Akhirnya kami bertemu muka dengan Fitrah yang badannya singset (dulu doi gendut banget, setelah rajin ikutan fitness jadi singset). Saya tahu Fitrah (dia distributor wasted rockers) tapi belum berkenalan, jadi ini kesempatan yang oke untuk berkenalan dan ngobrol. Fitrah pun sumringah bertemu muka dengan Luk Haas, saat itu juga ada anak punk Porong, mereka mengajak saya untuk berkunjung ke markas mereka, lalu ada Baskoro yang memakai kaos Ghaust, wah ternyata ada juga anak metal Surabaya yang demen Ghaust, kami pun non-stop ngobrol hingga malam. 

Luk Haas pada akhir 90an membeli banyak koleksi No Label, Fitrah pun turut menjual banyak koleksinya, duit yang didapatkan dijadikan modal untuk membuat No Label Records, wuahhh seru gini ceritanya. Hingga kini No Label Records masih aktif membuat rilisan fisik berupa kaset dan CD, untuk menduplikasi kaset Fitrah berlangganan di Tropik, saya mengabarkan Tropik barusan gulung tikar, tapi alat duplikasi dibeli oleh Deden, jadi masih ada tempat untuk menduplikasi kaset. No Label Records akan meliris album terbaru The Sinner, band punkrock andalan Surabaya dimana Reza Garasi 337 menjadi drummernya. Fitrah juga bikin band, namanya Teh Celup, sayang hanya Fitrah yang tinggal di Surabaya, jadi tidak bisa manggung. Fitrah juga bikin fanzine musik : Arus Bawah, sampai edisi ke 6.

Luk Haas menceritakan koleksi kaset, CD, vinyl, zine (dia gak koleksi T-shirt) yang ditempatkan dalam sebuah ruangan di rumahnya di Swiss, tapi dia menyayangkan jarang berada di rumah karena pekerjaannya, dia mendapat jatah libur 3 bulan dalam setahun (saat ini adalah masa liburnya). Setelah Surabaya, dia lanjut ke Denpasar, lalu ke Timor Timor, mencari band punrock disana, salut.     


*TAM009  "Injak Balik! a Bandung HC/Punk comp" (Indonesia)

with: PUPPEN / CLOSEMINDED / SAVOR OF FILTH / DEADLY GROUND / PIECE 
OF CAKE / RUNTAH / JERUJI / TURTLES JR / ALL STUPID

Released August 1997, anarchy black vinyl, SOLD OUT!

A short trip to Bandung, Indonesia, in March 1997 during a year-long stay in 
Afghanistan, and the discovery of the amazing coolness of local scenesters, and 
blooming local punk culture, left us with no choice but to release this compilation;
Most bands are still around and have different kinds of tape releases out. their 
style vary from street punk sung in Sunda language to HC in English.

*foto oleh endang 

2 komentar:

  1. Huuuuuuaaaaaaaawww tiananmen!!!!!!!!!!!
    He is man with action....pasti seru banget...

    BalasHapus
    Balasan
    1. gue sebelumnya gak tau kalo Luk Haas itu orang penting banget, pertama kali ketemu di c2o dia seperti seorang antropolog, tua berbadan besar dan berjenggot dan bersuara halus ramah, ternyata dia bapak punkrock :)

      Hapus