Sabtu, 27 April 2013

Bandung Express




12 April 2013
Mencetak kembali INF Zine untuk dibagikan di Bandung, yah nanti sore saya berangkat ke Bandung dengan misi utama meeting Indonesia Netlabel Union. Kali ini saya naik bis mengingat harga kereta api per 1 April 2013 naik, kereta api ekonomi Pasundan menjadi 125ribu, Mutiara Selatan menjadi 185ribu, bis eksekutif 160ribu, saya memilih bis karena lebih murah meskipun akan lebih lama perjalanannya, yah setidaknya nyaman di perjalanan dan tidak terburu-buru. Hujan deras turun saat saya berangkat naik bis kota ke Bungurasih, pikiran cemas karena hujan membuat perjalanan ke Bungurasih akan lebih panjang karena macet, memakan waktu sejam, mepet sekali dengan jadwal keberangkatan bis pukul 15.30.

Tiba selamat di Bungurasih dan ternyata bis berangkat pukul 16.00. Sedikit sewot saat mendapat tiket, ternyata harganya 160ribu, saya membayar 170ribu, dikenakan biaya tambahan 10ribu padahal saya membeli di loket resmi, lain kali saya akan membeli tiket di kantor Bandung Express saja. Duduk nyaman di dalam bis eksekutif dan memulai perjalanan cukup panjang ke Bandung, ternyata melalui jalur pantura, menarik.  

13 April 2013
Terbangun saat fajar mengintip, memasuki Sumedang. Dari kaca jendela yang besar melihat pemandangan alam pedesaan berbukit dan penjaja tahu Sumedang sepanjang jalan, saya bertanya tanya apakah benar itu Tahu Sumedang menggunakan kedelai yang dihasilkan di Sumedang, karena kedelai kita kan impor. Menjelang siang memasuki Jatinangor, ahh kangen skena Jatinangor yang sangat inspiratif. Tengah hari baru masuk ke Kota Bandung, gilak 20 jam perjalanan. Turun di pool Bandung Express di Jl Dr Cipto, lanjut naik angkot menuju kontrakan Bottlesmoker di Batik Jogja. 

Nyai dan Lala menyambut saya, anak anak Bottlesmoker sudah cabut ke venue diskusi Netlabel dan Distribusi DIgital di Vanilla (Jl Cimanuk). Selepas mandi dan istirahat sejenak, saya dan Dono naik angkot ke venue. Bertemu dengan Gandhi dan sang pacar di jalan, mereka naik vespa. Tiba di venue, bersua dengan Akbar, Dolly, Ranti, Al-Ghorie, Pry, Angkuy, Wansky, dan berkenalan dengan Robin Malau (kami janjian kopidarat setelah saya gabung dengan group Teknologi dan Musik di G+). Wah akhirnya berkumpul dengan para pendukung INF. Acara dimulai dengan Akbar sebagai moderator mempersilahkan Wahyu untuk presentasi projectnya LoudForGoodness yang meliris album fisik dan sekarang lebih condong sebagai publisher untuk band post-rock. Peran publisher adalah menghubungkan band dengan audiensce dengan membuat pertunjukkan langsung dan mempromosikannya di dunia maya. 

Angkuy sharing mengenai Netlabel, apa itu Netlabel, cara kerjanya, kelebihannya, dan kenapa ia memilih bergabung dengan Netlabel. Robin Malau presentasi mengenai project versi 2 dari Musikator.com, bergerak seperti agregator (yang saya belum paham atas konsep tersebut) mendistribusikan secara digital rilisan dari Burgerkill, Bottlesmoker, dan sejumlah band ternama lainnya. Menurut Robin, commercial music in digital era adalah masa paling exciting dalam musik, karena tanpa batasan, banyak cara yang bisa dieksekusi. Tanggapan dari geng developer yaitu anak anak Hackerspace Bandung adalah mereka belum terhubung dengan baik dengan para musisi dan records label padahal teknologi berperan penting dalam produksi distribusi konsumsi di era digital.     

Diskusi harus berakhir karena keterbatasan waktu, dilanjutkan dengan pertunjukkan langsung oleh Space & Missile, Nada Fiksi, saya melewatkannya. Kami mulai meeting INU di beranda, terdengar sayup perhelatan Bandung Berisik. Untuk Indonesian Netaudio Festival 2014 ada dua calon kota penyelenggara yakni Bandung dan Jatiwangi, kami membahas kemungkinan di dua kota tersebut. Bandung memiliki infrastruktur yang cukup (SDM, venue, penginapan, audience), Jatiwangi juga sama dengan karakter yang berbeda karena Bandung adalah kota, Jatiwangi adalah desa. 

Wansky dan Nobie memberikan banyak masukan untuk menjaga kelangsungan INU, karena terlihat hanya hidup saat festival, acara reguler perlu dibuat untuk bisa saling berbagi ide dan membuat proyek bersama dan pastinya mengajak lebih banyak orang lagi untuk berkontribusi dalam pergerakan ini. Memang kesan eksklusif muncul dengan dibentuknya Indonesian Netlabel Union dan kami telah membuat Indonesian Netaudio Festival yang meriah. Meeting berakhir sekitar jam 9 malam, Al Ghorie menuju Jakarta, saya menuju acara peluncuran album "Banda Neira - Berjalan Lebih Jauh" di Chinook diantar oleh Nobie. Kebetulan yang menyenangkan saat ke Bandung saat ada dua gigs yang asjik. 

Feransis menyambut kedatangan saya, ternyata juga hadir Dede dan Ari Patria, berkenalan dengan pemilik Anoa Records, Andri. Dede mengabarkan anak2 Sharespring sedang latihan untuk pertunjukkan besok di tempat yang sama, tidak lama pesan singkat dari Mamat tiba mempertanyakan kehadiran saya di Bandung yang tidak woro woro sebelumnya. Chinook hampir meledak dengan banyaknya pengunjung, CD Banda Neira sold out, saya berusaha masuk menyelinap, eh bertemu dengan Simon yang sedang pameran di IFI Bandung, akhirnya melihat Deugalih & Folks bermain, meskipun hanya tersisa satu tembang saja, suara Galih memang kuat. Banda Neira mulai menyiapkan panggung, Banda Neira adalah Andana Badudu (cucu dari JS Badudu) dan Rara Sekarwati, ini juga akan menjadi pengalaman pertama saya melihat Banda Neira. 

andri - ari patria - dede - farras

Seminggu ini selalu memutar 3 lagu yang mereka bagikan gratis via Sorge Magazine, dan tertarik karena bertemakan perjalanan dan kekerasan ORBA. Banda Neira mulai menembang, saya lebih suka dengan suara Ananda ketimbang Rara, terbayang Bon Iver, terhibur dengan cerita dibalik tiap lagu. Terharu sangat dengan lagu "Beranda" yang menerbitkan kesedihan orangtua saat ditinggal anaknya merantau. Ternyata Ari Kurniawan & Vinzhe turut hadir, lalu terkejut ada yang tahu kami dari Surabaya, ternyata Farras, drummer Cotswolds, ahh kebetulan yang oke banget ketemu doi, maklum minggu depan akan menggelar gig di Surabaya dengan Cotswolds sebagai highlight, Farras kuliah di HI UNPAD, dia berencana untuk kembali ke Surabaya untuk bisa ikutan tampil, ahh saya terharu.  

CD Banda Neira sold out, untung Feransis mengusahakan dua CD untuk saya beli, ternyata "Banda Neira - Berjalan Lebih Jauh" memakai lisensi CC, salut sama mereka dan Sorge Records, Feransis bilang mereka mencetak 1000 CD, setelah habis baru diliris digital. Berkenalan dengan para personel Banda Neira dan anak2 Sorge lainnya. Saya salut dengan Sorge yang konsisten berbicara mengenai seni dan pemberdayaan masyarakat, juga kesadaran bersejarah berpolitik. Ternyata mereka masih mencetak newsletter bulanan, fotokopian, juga ada Sorge Radio, dan yang terbaru Sorge Records yang meliris Banda Neira. Dhito & Feransis juga mendukung INF 2012 sebagai official media partner. Sudah lepas jam 1 pagi, saya berjalan kaki pulang ke Batik Jogja, cukup lelah tapi sangat senang bertemu muka dengan banyak kawan. 

babakan siliwangi

14 April 2013
Alarm membuat mata melek jam 6 pagi, udara sejuk membuat semangat bangun untuk berjalan kaki pagi ini bersama Ari dan Vinzhe, naik angkot ke Simpang Dago, kami janjian bertemu disana. Tujuan utama kami adalah Babakan Siliwangi yang adalah hutan kota, berjalan kaki di setapak yang diberi nama "forest walk" meskipun cukup pendek, cukup menyenangkan berada di dalam hutan. Kami lanjut menuju Saraga yang adalah lapangan bola dengan track lari yang penuh pelari amatir, wuahh seru liatnya, senayan lewat. Tiap pelari amatir ini membayar tiket masuk 2000rupiah untuk bisa berlari di track lari bertanah merah, Saraga ITB ini menarik. Masuk terowongan, dan tiba di kampus ITB yang sepi, Vinzhe menjadi tour guide, memberikan sejumlah cerita mengenai kampusnya, salah satunya "titik konspirasi" dimana suara kita akan seperti memakai microphone.

Keluar ITB bertemu dengan area car free day, meriah dengan para pejalan kaki dan pesepeda, juga para penjaja segala barang, kami membeli beragam snack, mengamati anjing-anjing yang dibawa jalan-jalan, bahkan juga ada domba yang dibawa jalan-jalan. Ternyata kami berada di trotoar dengan lajur sepeda yang bersebelahan, memang aman dari pengguna kendaraan bermotor tapi gak layak banget karena lajur sepeda berundak undak, saya mah gak berani sepedaan di jalur itu. Usaha untuk memasyarakatkan sepeda sudah ada di Bandung dengan Bandung ShareBike, jadi ada sejumlah titik penyewaan sepeda, harganya sekitar 10ribuan, tapi belum banyak warga yang menggunakan ShareBike. Masih lapar kami kembali ke Baksil dan makan yang lebih berat, sama makan kupat tahu, pakai petis loh, enak. Puas jalan kaki 3 jam, kami mampir dulu ke kost Vinzhe, saya numpang online, lalu Ari mengantarkan saya kembali ke BJ, cukup berjuang melewati keriuhan Gasibu. Lekas mandi biar gak ngantuk, segera cabut ke Kineruku naek angkot, pamit dengan kawanan BJ yang sedang streaming Coachella.     

Turun di Jalan Hegarmanah, selalu semangat saat berada di jalan ini, karena saya tahu ada ruang hangat memukau di Jalan Hegarmanah 52 bernama Kineruku, mendaki jalan beraspal yang dipayungi pohon tua, syahdu. Dengan perasaan gembira memasuki Kineruku dan menyapa Rani & Budi yang sedang bersantai membaca, selamat datang di tempat paling favorit di Bandung. Selain saya, ada sejumlah pengunjung lainnya yang asjik membaca buku. Udara dingin, tempat duduk yang nyaman, dan koleksi buku yang memukau membuat diri ini tidak mau angkat kaki. Masih berlangsung pameran 10tahun Kineruku, saya tidak dapat ke pembukaan pameran, Kat Andriew Ari yang datang. Memperhatikan 10 karya yang dipamerkan, video ulang tahun, 10 negara yang pernah Akbar kunjungi, kenangan komuni pertama Dimas saat berumur 10 tahun, lalu menulis harapan untuk Kineruku di secarik kertas yang kemudian dimasukkan ke dalam celengan babi. 

kineruku

Budi & Rani juga datang ke pesta peluncuran album Banda Neira, biasanya saya ketemu mereka di gig, lalu Budi menginterpiu saya mengenai kaset pertama yang saya beli, cerita mengenai "Oasis - What The Story Morning Glory' pun mengalir. Ada pengunjung lain yang baru datang dan langsung bergabung dengan kami, ternyata dia adalah Arham, penulis di gigsplay, sesuai dengan profilnya "berakhir pekan di sebuah perpustakaan di Bandung" Arham berakhir pekan di Kineruku, kami saling berbagi cerita mengenai sejumlah proyek musik. Kayak gini nih saya suka banget bisa ngobrolin musik dan apapun di perpustakaan. 

Fuad & Sinta tiba, senang melihat mereka berdua "kembali". Ternyata ini pengalaman pertama Sinta ke Kineruku, dan tentu saja langsung suka sama Kineruku yang dikelola mandiri oleh Rani & Budi. Kineruku selain memamerkan beragam buku, musik, dan filem, juga memamerkan properti antik, seperti pemutar vinyl, meja kursi antik, dan mereka juga telah membuat toko antik : Garasi Opa, Fuad & Sinta betah melihat barang barang antik yang dijaja di Garasi Opa. Tidak lupa memberikan hadiah mie terbujurkaku dari Phleg kepada Fuad, dan bagian yang menyenangkan jika menyaksikan sendiri orang tertawa membaca bungkus mie terbujurkaku. 

Kami bertiga meninggalkan Kineruku dengan berat hati, saya jarang ke Bandung, palingan setahun sekali, akan merindukan tempat ini. Dengan mobil, kami menuju records store di Jl Setiabudi, Galaxy, wah seru banget nih toko jualan kaset, CD, vinyl bekas, banyak pula stocknya, dan ada pemutar kaset, Sinta bolak balik nyoba kaset, hujan gerimis menambah syahdu kami menjelajahi koleksi Galaxy. Sang shopkeeper ternyata orang Surabaya, seorang bapak paruh baya, obrolan sejumlah titik sumber kaset bekas di Surabaya pun mengalir.  

sorge magazine

Gerimis menemani berpamitan dengan Galaxy, berkendara menuju UNPAR, Feransis sudah menunggu kami, hujan makin deras, ini pertamanya saya masuk ke dalam UNPAR, kampus katolik, biasanya hanya ke Omunium yang berada tepat di depan UNPAR dan makan di Sariwangi. Feransis menyambut kami, diajaknya ke kantor Sorge Magazine yang berada di dalam bangunan bertingkat yang adalah Koperasi Mahasiswa UNPAR. Dhito dan Ari yang adalah personel Aneka Digital Safari sedang santai santai browsing youtube, menjadi adegan yang langka karena kedatangan Fuad yang sudah bertahun-tahun "menghilang" giat belajar Antropologi. Kunjungan singkat santai kami semacam nostalgia, di kampus ini Multinarasi Analog beraksi, lalu kami bertiga pamit dalam gerimis. 

Tujuan terakhir saya hari ini adalah bertemu dengan Pry dan menghadiri "From Sarah to Sinkansen" di venue yang sama seperti semalam, Chinook, Feransis memberikan patokan, disebelahnya Aru Studio. Perjalanan menuju Chinook dimeriahkan oleh pernyataan Fuad bahwa dia barusan saja menemukan benang merah antara Elemental Gaze dengan Structuralism Claude Levi-Strauss. Cara Fuad mempelajari strukturalisme sama dengan caranya mempelajari fruity loop, jadi dia tidak "hilang", mempelajari hal yang sama, saya dan Sinta pun tertawa lebar memujinya. Tiba di Aru Studio yang adalah studio legendaris tempat para musisi underground Bandung merekam karyanya, sebut saja Cherry Bombshell, saya turun dan kembali berpisah dengan pasangan antropolog-filolog tersayang. 

Kawanan Heyho! Records sudah bergerumbul menyapa, ingin menatap menyapa mereka satu per satu, tapi sudah harus meeting dengan Pry di restoran sebelah. Karena Pry kemarin tidak bisa bergabung meeting INU, jadi saya memaparkan hasil pertemuan dan Pry dengan rajin memberikan masukan, dia menjadi salah satu panitia INF 2014. Sejam berlalu, saya lekas bergabung dengan "From Sarah to Shinkansen" bersua dengan Joz, Bebe, Andri, saya hanya disisakan sejumput tembang yang disuarakan oleh The Wellington, semoga ada kesempatan lain bisa melihat mereka kembali. Chinook penuh dengan para indiepopers Jakarta-Bandung, seorang kenalan baru bertanya, "Suka Sarah Records?" Saya membalas malu, "hanya sedikit tahu Sarah Records".

Leach Me Lemonade tiba di panggung tanpa level, teringat Kiki sang vokalis yang ikutan piknik ke Boscha bersama dua tahun lalu. Teringat Eko Cahyono yang berbagi koleksi mp3 rilisan Sarah Records, juga Kuro yang sangat menyukai Harvey Williams, saya pun ikutan suka dengan Sarah Records, meskipun tidak pernah mengulik, hanya memutar koleksi mp3 (dari Eko Cahyono). Astrolab menggugah membuat para pecinta Sarah merapat mendesak ke mereka terutama saat Blueboy - Imipramine, bernyanyi bersama. Funny Little Dream mengesankan dengan suara apik sang vokalis wanita, tembang Blueboy - Always There menjadi lagu cinta klasik. 

funny little dream

The Homosexual dengan Joz sebagai vocals memainkan Another Sunny Day - You Should All Be Murdered. Sweaters bagaikan mimpi melihat mereka karena saya piker mereka bulbar, teringat Eko Cahyono yang berbagi CD album mereka, dan mereka menyanyikan Another Sunny Day - I'm in love with a girl who doesn't know I exist, kami semua pastinya bernyanyi bersama. Sweaters lanjut membawakan Dazzling Stars. Sunny Summer Day adalah Cheppie dan siapalah satu lagi bermain akustik. Twisterella menjadi penampil pamungkas, menyanyikan Another Sunny Day - Anorak City. Wuahh saya terharu bisa bergabung disini, tapi tentu saja seharusnya Eko Cahyono hadir malam ini, saya berasa acara ini adalah untuk dirinya, saat Cheppi membacakan pengantar acara yang adalah tulisan Eko Cahyono mengenai perkenalannya dengan Sarah Records yang dimulai dengan perjumpaannya dengan Blossom Diary. Sweaters pun menyarankan membuat acara tribut kepada Blossom Diary, saya pun bisa mendengarkan kaset Blossom Diary hasil dipenjemin Eko Cahyono, dan Blossom Diary adalah band Indonesia mula mula yang bernyawa Sarah. Selepas gig berburu foto bersama geng Jabodetabek, kami foto bersama untuk Eko Cahyono, sayang sekali saya belum sempat berkenalan satu per satu dengan rombongan Jabodetabek yang langsung kembali ke ibukota selepas gig, senang sekali bisa bertemu mereka malam ini, saya beruntung. 

kami berfoto untuk eko cahyono

Ternyata saya kelelahan (dan lapar) sepanjang hari menclok sana sini, selepas gig bersantai sejenak dengan istri Kiki yang tidak lancar berbahasa Indonesia karena orang Meksiko (pantesan senyum senyum aja pas saya ajak ngomong). Kiki dengan baik hati mengantarkan saya kembali ke BJ bersama Arif yang sempat jalan jalan bersama Joz di Surabaya, ditambah Kiki mentraktir makan tempe penyet. 

Tiba di BJ, kawan2 sedang menjelang istirahat malam, saya dan Ranti menuju peraduan, sambil membahas skena seni di Bandung. Ranti resign dari Common Room, lalu bekerja bersama Wansky, lalu resign, per 25 April dia jadi bagian dari Rumah Seni Sarasvati--Marco Kusumawijaya menjadi arsitek dari galeri tersebut. Ranti cerita kalau Arief JAF adalah founder Barak--artspace pertama di Bandung. Di Bandung saat ini sudah ada artspace "mandiri" namanya Galeri Gerilya, Mita aktif disana. Lalu kami ke bilik tidur masing masing, terdengar Ranti berlatih biola. 

15 April 2013
Bangun siang sudah ditetapkan, bergerak setelah merasa lapar, sudah tahu apa yang akan saya makan, mengincar nasi tutug oncom di Jalan Jalaprang, ya ampun ternyata enak banget yah nasi tutug oncom. Ngangkot ke kantor Bandung Express, saya payah kemarin gak langsung beli tiket pulang, akhirnya kesana lagi berburu tiket hari ini, untung masih ada kursi. Melewati Jalan Padjajaran terpaku dengan restoran Kehidupan yang di-review oleh Jajalable, tuh restoran emang aneh banget visualnya, bener kata Rega kayak kantor advertising, sayang kekenyangan nasi tutug oncom, tergiur untuk mencoba restoran vegetarian tersebut.

Ngangkot ke Common Room yang baru pindah ke daerah dekat BJ, janjian dengan Idhar, bertukar ide mengenai INF. Common Room sedang dipenuhi anak sekolah yang sedang latihan drama, CR tidak lagi sebesar tempat yang sebelumnya, jadi tidak memungkinkan bikin gig disana. Sore mendekat, Idhar pun sedang riuh dengan acara di Rumah Musik Harry Roesli, saya buru buru berjalan kaki kembali ke BJ, mendung mendekat. Sebelum malam datang saya pamitan ke Ranti, Nyai, dan kawan2 BJ lainnya, ngangkot kembali ke pool Bandung Express, hujan deras mengiringi kepergian saya. Tiba sebelum bis berangkat, kenapa sih akhir akhir ini selalu datang mepet sebelum bis/kereta/pesawat berangkat, deg deg an banget sepanjang di angkot, huh. Dapet kursi no 3 paling depan, bisa liat pemandangan (jalan aspal) di depan, ternyata gak cukup nyaman, kadang ngeri liat lalu lintas jalanan. 


ranti & nyai di BJ



Tidak ada komentar:

Posting Komentar