Selasa, 16 April 2013

… a.k.a NIKOLA MOUNOUD




… a.k.a NIKOLA MOUNOUD 

29 Maret 2013
Entah kenapa saya selalu tertarik dengan musisi dengan genre yang tidak popular, mungkin karena mendengar/melihat pengalaman "lucu" sang musisi dalam mengusung genre tersebut. Salah satu genre musik yang tidak populer adalah musik noise, judulnya saja sudah membuat orang "normal" terganggu, bising, teringat Slamet Abdul Sjukur membentuk Masyarakat Anti-Kebisingan. Teringat pengalaman yang sangat berkesan atas Superpunkrock Tour tahun 2009 yang membawa rombongan anak noise tur ke Jawa Tengah. Teringat dengan sejumlah perhelatan musik noise yang saya sambangi, yah meskipun saya tidak memahami musik noise, saya bisa menikmatinya. 

Niko datang ke Surabaya dalam rangkaian tur di Indonesia, Angkuy yang menawarkan Niko bertandang ke Surabaya melakukan workshop dan pertunjukkan musik, saya setuju tapi kawan kawan WAFT berhalangan, saya tetap melanjutkan karena Niko tetap mampir ke Surabaya sebelum main di Malang. Konyolnya jadwal di Surabaya pas Jumat Agung, yah kami hanya berlandaskan Google Calendar, jadinya bikin workshop dan mini gig di C2O Library pas Jumat Agung, dan cukup pesimis siapa yang bisa datang jam 3 sore untuk workshop dan gig, maklum di Surabaya masih terbiasa bikin gig malam hari.

Hari-H jam 12 siang, menjemput Niko di Stasiun Gubeng, semalam dia habis main di Solo, kaget juga sih dengan bawaannya yang terbilang sedikit, satu backpack dengan sleeping bag menempel, tas samping membawa Macbook dan segala perlengkapan pertunjukkannya, kaos oblong dan celana pendek serta tato dari kepala badan hingga tangan, tato boneka dengan garis sekujur badan, apik. Kami berjalan kaki menuju kost harian yang sudah saya pesan, melewati banyak gang sempit menuju Jalan Darmawangsa gang 1, tiba di kamar kost, menaruh backpack, lanjut naik angkot ke C2O Library. Kayaknya cuma saya organizer yang jemput artist lanjut jalan kaki dan naik angkot dan nantinya naik kereta api ekonomi. 

Tiba di C2O Library yang tutup karena hari libur nasional, kami membuka pagar khusus untuk acara hari ini yang bertajuk MEET NIKO, Opet yang ngasih tajuk acara dan membuat posternya, kami sangat menyukainya. Jonathan datang bergabung, kami makan siang sandwich, ternyata Simon alergi susu sapi, jadi gak mengkonsumsi keju, sayang banget, dan aneh karena dia tinggal di Swiss. Mulai mention kawan kawan di twitter mengajak mereka gabung, tapi pada belum datang, workshop dimulai sekitar jam 5 sore bersama Yogie, Phleg, Jonathan, Otis, Taufik, Dila, Yoyon dan keluarga.

Workshop digelar di selasar, dengan materi membuat feedback dengan memakai program MAX/MSP, memang bukan open source, tapi Niko tertarik untuk mengekplorasinya dan dia memakai MAX/MSP untuk menciptakan "noise". Dengan berbahasa Inggris yang mudah dimengerti oleh kami para peserta (orang Swiss berbahasa Prancis) dengan tekun melihat tahapan-tahapan yang diajarkan, wow sangat menarik, tentu saja Yogie dan Yoyon yang sangat semangat, diakhir workshop mereka praktik menggunakan MAX/MSP, menyenangkan. Karena MAX/MSP berbayar, Niko selalu menginstal ulang macbook-nya setelah masa trial habis, hahahh. Saatnya Niko tampil, kami yang hanya sejumlah ini merapat ke Niko dan menikmati dua komposisnya, cukup kaget karena tidak terlalu bising malah menghanyutkan, Niko sengaja membuat komposisi yang tidak terlalu bising karena sebelumnya kami sudah menginformasikan mengenai kondisi lingkungan sekitar perpustakaan, ini menjadi noise gig pertama yang dihelat di C2O Library. 

Jam 7 malam berakhir sudah MEET NIKO, kecil intim, kami lanjut makan malam bersama di Kopibox Srikana, sambil bertukar cerita dan makan nasi goreng porsi besar. Salah satu bahasan kami adalah tiket konser yang mahal tapi kita semua bela-belain beli tiket meskipun tidak punya banyak uang. Puas ngobrol, berjalan kaki mengantarkan Niko ke penginapan, berharap dia bisa tidur nyenyak dengan kamar yang sempit dan udara yang lumayan panas. 

  
30 Maret 2013
Jam 10 di kost harian menemukan Niko yang terjaga, ternyata semalam dia gak bisa tidur karena dua ekor nyamuk menyerangnya tiada lelah, bintik bintik merah terlihat disekujur tangan dan kakinya, semoga susu kedelai yang saya bawa bisa sedikit menenangkannya, lalu kami berjalan kaki ke Stasiun Gubeng. 50 menit kemudian kami menumpang kereta api ekonomi Penataran menuju Malang. Niko bilang kereta api ekonomi di Indonesia masih jauh lebih bagus dan bersih ketimbang di Cina, saya malah heran.  Niko yang baru pertama kali ke Indonesia, cukup kaget dengan banyaknya orang Indonesia yang tergila dengan gadget meskipun mereka bukan orang kaya, yah sekarang hampir semua orang di kota memiliki handphone; Pizza Hut, KFC, McDonalds menjadi makanan mahal dengan bangunan yang mewah dan besar, padahal di negara maju makanan tersebut adalah makanan murah dan makanan "sampah" dan berbentuk kios kecil; masyarakat berkunjung ke pusat perbelanjaan modern seperti ke museum atau galeri seni, melihat dengan kagum dan menjaga jarak dengan barang barang yang dipamerkan di etalase, window shopping, seperti saat kita menjaga jarak saat melihat karya seni yang dipamerkan di galeri atau museum. 

Kami menikmati perjalanan ke Malang dengan kereta api, sawah sawah berkejaran, gunung menyertai, hutan sengon melambai, udara makin sejuk, 3 jam kemudian kami tiba di Stasiun Malang Kotabaru, hujan baru saja selesai, udara sejuk menyambut, genangan air tidak lupa menyapa, banjir di terowongan bawah tanah stasiun ini, kami menuju loket reservasi tiket di lobby stasiun yang riuh dengan calon penumpang. Tak disangka cukup ribe untuk reservasi karena data kereta api jurusan Bandung yaitu Malabar tidak tersedia, saya terpaksa mengantri ke customer service untuk mendapatkan informasi ketersediaan kursi baru bisa mendapatkan nomor antrian reservasi, Niko pun heran dengan keribetan untuk reservasi tiket ditambah dengan suasana lobby yang makin riuh. Nomor dipanggil dengan bahasa Indonesia, cukup menyulitkan untuk turis asing yang cukup banyak di kota Malang, akhirnya terbeli tiket Malabar kelas eksekutif tujuan Bandung 2 April 2013 seharga 235ribu rupiha untuk Niko, setelah Malang dia akan melanjutkan tur ke Bandung.

Mengabarkan kedatangan kami ke Alfan, kami janjian bertemu di Legipait, berjalan kaki kesana, kota Malang menyegarkan untuk berjalan kaki, 10 menit kemudian kami tiba di sebuah coffee shop milik Nova Ruth dengan bangunan rumah berlagam art-deco tepat berada di tikungan Jalan Patimura, di depan Hotel Helios yang dikenal oleh backpackers. Langsung disambut oleh Dicki, saya memesan teh sereh, Niko memesan jus melon, bersantai menunggu kedatangan Alfan. Legipait selalu ramai dikunjungi anak muda Malang dan para turis asing, kebanyakan pada memesan kopi, saya melihat penyajian kopi hitam yang menggugah selera, asjiknya disini disediakan terpusah gula palem dan gula putih.  

Jam 3 Alfan datang, dia kurusan, tapi tetap terlihat keren dengan kaos garis garis dan jacket jeans, dia mengantarkan Niko ke penginapan. Ternyata hotel yang diincar karena murah sudah habis, terpaksa hotel yang lebih mahal, setelah itu kami bertiga jalan kaki mencari warung untuk makan siang yang sangat terlambat, gerimis menyertai kami. Alfan dan Niko membahas skena musik noise, saya hanya tahu Merzbow, Niko sangat terpukau dengan Merzbow saat melihat pertunjukkannya di Jepang. Niko awalnya belajar piano, jadi untuk proyek noise-nya menjadi hal yang sama sekali berbeda, piano berharmoni, noise nir-harmoni, dengan noise bebas untuk membuat komposisi tanpa patern. Bibi Niko saat diminta mendengarkan komposisi yang dibuat oleh Niko di radio, sang Bibi berkata, "mana musiknya, ini hanya suara radio rusak". Kami menemukan warung nasi campur, kebetulan pisang goreng baru saja matang, nyomot satu sebagai makanan pembuka. Saya dan Niko melahap banyak makanan, enak dan masih murah, lalu kami kembali berjalan kaki ke Legipait.

Niko dan Alfan cabut ke venue untuk acara malam ini yaitu Untitled yang adalah pameran visual karya Bagong selama 6 tahun bersama Hi! Mom, pembukaan pameran dimeriahkan dengan pertunjukkan oleh Niko, Hi! Mom, Lauretha, The Illusion. Saya menyusul bersama Dicki jalan kaki ke HoutenHand, yang tidak jauh dari Legipait, hahah seru nih kayak gini, jalan kaki ke venue. Tiba di Houten Hand sebuah public house yang menjual bir dan kopi dan minuman lainnya, kawan kawan Hi Mom sedang nongkrong di muka pintu, anak anak Surabaya berkumpul malam ini, lucu juga sih jadinya, berharap tempat seperti ini ada di Surabaya, beer house yang kecil dan bisa dijadikan tempat pameran dan pertunjukkan musik, sang pemilik venue barusan datang, namanya Doni, salah satu personel Ajer, dia juga adalah personel Freshwater Fish yang diliris Yes No Wave. 

Sekitar jam 8 malam, di lantai 1, kami berkumpul untuk memulai acara, sang MC yaitu Alfan melemparkan microphone ke Decky, Kuro, Kukuh  untuk memberikan sambutan, lalu kami diberi kesempatan 15 menit untuk menikmati karya Bagong sebelum pertunjukkan musik dimulai. Saya suka dengan visual yang ditoreh di dinding yaitu ajakan untuk menghapal lirik lagu Hi Mom beserta liriknya, ide yang manis. Bagong kebanyakan membuat lukisan di kanvas kecil persegi dengan warna cerah, teks dan gambar yang naif seperti "aku gak iso ngeband jadi ngewangi visual".

Meskipun dengan lighting yang minim, saya tetap bisa menikmati karya Bagong, dan pertunjukkan musik dimulai dengan kebisingan dari macbook Niko, sejumlah penonton berteriak memberikan semangat, dilanjutkan dengan pertunjukkan santai bagai karaokean oleh Lauretha, Shaula, dan Nikita. The Illusion menguasai panggung tanpa level dan tidak berbatas dengan penonton yang makin merapat. Hi! Mom menjadi anti-klimaks, seharusnya tidak hanya pertunjukkan musik sebagai pendamping pameran, diskusi juga patut digelar. Malam hampir habis, saya ikutan bermalam di rumah Bagong bersama seluruh anak Surabaya yang malam itu datang, untung rumah milik neneknya Bagong cukup besar jadi bisa memayungi banyak orang. Kami mengobrol sampai lelah lalu tertidur.

31 Maret 2013
Minggu pagi yang sejuk saat di beranda melihat gunung, pemandangan berharga jika tinggal di kota. Bagong mengantarkan saya sampai perempatan lalu saya lanjut naik angkot ke Arjosari, kembali ke Surabaya dengan bis, sambil makan telur rebus, merayakan Paskah.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar