Kampung Arab Surabaya : Bulan 1
20 Januari 2013
mata terbuka, buru buru melihat jam tangan, pukul 06.48, saya terlambat! Terlalu nyenyak tidur, alarm pasti gak kedengaran, buru buru gosok gigi, menyalakan smart phone, mengabarkan ke Erlin dan Kat karena mereka sudah pasti menunggu kedatangan saya. Untuk mengejar waktu Erlin dan Kat menjemput saya di Gang Reog, mengabarkan keterlambatan kami ke Adhiel.
Kami bertiga duduk manis di ruang tamu rumahnya Adhiel, Adhiel memperkenalkan bapaknya, Abdullah Albatiti, pagi ini kami akan membahas rencana pendokumentasian Kampung Arab Surabaya, wuahhh terlihat berat yah. Saya tertarik dengan Kampung Arab Surabaya karena sangat hidup disini, suasana Timur Tengah benar terasa, gang gang dengan rumah kolonial yang masih terawat, warga keturunan Arab berseliweran, bau rempah rempah, dan roti maryam kesukaan saya. Kampung Arab Surabaya menjadi kunjungan wajib setiap ada kawan luar kota yang bertandang ke Surabaya.
Abdullah Albatiti menuturkan keinginannya untuk mendokumentasikan Kampung Arab Surabaya dengan mengajak pihak diluar komunitas Arab, dengan tujuan menunjukkan bahwa warga Kampung Arab Surabaya adalah bagian dari warga kota Surabaya, bagian dari negara Indonesia, yang memiliki budaya Arab/Islam yang masih bertahan, dan bermaksud budaya itu bertahan sampai selamanya. Abdullah dengan tanpa jeda bercerita mengenai sejarah hidupnya, beliau adalah generasi ke-7, leluhurnya adalah orang Hadramaut, Yaman Selatan. Satu yang penting adalah dimana kita hidup disitu kita menjadi bagian darinya, orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara menjadi orang lokal, menikah dengan orang lokal. Jumlah keturunan Arab di Surabaya bukan yang terbesar tapi masih utuh masih dalam satu kampung, masih ada budaya Arab/Islam yang kental dalam kehidupan sehari-hari, itu yang membuatnya spesial.
Roti bluder, samosa, teh hangat menemani bincang bincang kami, banyak sekali informasi yang kami dapat dari Abdullah, Adhiel juga memberikan sejumlah literatur mengenai budaya Arab. Kami merencanakan sejumlah langkah awal untuk proyek dokumentasi Kampung Arab Surabaya, rasanya menyenangkan sekaligus deg deg-an.
25 Januari 2013
Kami bertiga diajak untuk melihat pertandingan domino yang cukup besar malam ini. Domino atau gaple menjadi permainan favorit pria pria di Kampung Arab Surabaya, kebanyakan pria tua, yang muda tidak tertarik, Adhiel dan Najmi tidak biasa bermain domino. Malam ini di sebuah rumah milik seorang pria keturunan Arab akan digelar pertandingan domino dalam rangka perayaan tujuh-bulanan menantunya. Siangnya telah digelar pesta untuk kaum perempuan di Grand City, jadi malam ini acaranya kaum pria. Di Surabaya, dalam perayaan yang digelar oleh keturunan Arab masih memisahkan acara untuk kaum perempuan dan kaum pria, karena kami bukan keturunan Arab kami bisa ikutan melihat pertandingan domino (meskipun Adhiel meminta mengajak kawan pria, jadinya kami mengajak Ayos ikutan).
Sekitar jam 9 malam kami tiba di halaman belakang rumah milik Salim, puluhan pria sudah menempati posisinya masing-masing, hujan tidak menghalangi semangat mereka bermain domino, kami bertujuh (Kat, Erlin, Ayos, Adhiel, Najmi, Samir, dan saya) dengan sedikit malu malu bergabung dengan kerumunan, ternyata kami "bertugas" untuk mendokumentasikan pesta ini, rasa malu lekas pergi, kami pun menikmati jalannya pertandingan domino. Para peserta yang kebanyakan pria tua keturunan Arab tidak terganggu dengan kehadiran kami, malah sejumlah peserta dengan semangat memberikan informasi mengenai pertandingan ini, suasana yang hangat dan meriah! Ternyata tidak hanya dari Surabaya, peserta datang dari luar kota seperti Jombang dan Bangil. Teriakan teriakan ribut ribut oleh para peserta mengenai jalannya pertandingan membuat kami terjaga, adu mulut terjadi selama pertandingan, tapi ini malah membuat suasana bersahabat, saling melempar cacian makian membuat suasana hangat, kami malah terhibur. Erlin yang bekerja keras mendokumentasikan pertandingan ini, kami tidak sampai selesai, telah cukup merekam keriuhan pertandingan.
27 Januari 2013
Kali ini saya tidak kesiangan, kami bertiga pagi pagi sudah di depan Hotel Kemajuan, Adhiel menyusul, lalu kami membangunkan Najmi di rumahnya. Pagi ini jadwalnya adalah shooting scene terakhir untuk video jalan kaki di Kampung Arab Surabaya. Setelah Najmi bangun dan nongkrong di teras rumah membahas kemungkinan kemungkinan scene terakhir karena kami belum ada backsound, diputuskan mengambil akhir yang sudah kami lakukan bulan lalu, hehe jadi gak jadi shooting, yah ginilah emang harus ketemuan bareng baru dapat ide yang mungkin, pertemuan kami tutup dengan sarapan bersama soto madura, saya pastinya makan roti maryam, super-kenyang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar