Rabu, 02 Januari 2013

Desember 2012 Bagian 3 : di Jawa Barat yang Penuh Ingatan, Kenangan, Inspirasi, dan Khayalan




di Jawa Barat yang Penuh Ingatan, Kenangan, Inspirasi, dan Khayalan

OMG udah terang, kesiangan, kenapa terulang lagi dan lagi, alarm tidak terdengar, sudah setengah 6 pagi dan pesawat saya terbang sejam lagi, buru buru ganti baju pake sepatu menyahut backpack dan totebag, berlari ke Jalan Darmawangsa, untung 5 menit kemudian dapat taksi. Nyambar masuk taksi, menyuruh sang supir segera ke Bandara Djuanda, dia terkaget karena pesawat saya sebentar lagi, dengan keyakinan penuh sang supir siap mengantarkan saya ke bandara, saya pun tenang karena sang supir dengan lihai ngebut dan bercerita mengenai sejumlah penumpangnya yang bernasib sama dengan saya: mepet berangkat ke bandara. 

Jalanan masih sepi, kami hanya tertahan oleh sejumlah lampu merah, begitu memasuki tol, sang supir menambah kecepatan menjadi 140km/jam, alamak ngebut gilak tapi tetap merasa aman, bunyi peringatan muncul karena melampaui batas aman : 110km/jam, wow hanya setengah jam perjalanan ke bandara, Ayos dan Ruli sudah di bandara, mengabarkan kegilaan pagi ini ke mereka, terimakasih supir taksi yang cekatan. Kami bertiga ke Bandung untuk menikmati Dance Your Eyes--festival audio visual yang diselenggarakan oleh Angkuy dkk. Sebelum duduk di kursi pesawat Air Asia kami mengantri cukup lama untuk membayar airport tax, kenapa gak bisa bayar online sih, tiket udah beli online masak airport tax gak bisa online, akhirnya kami mepet untuk boarding pass. Ini pengalaman pertama saya naik pesawat ke Bandung, wow pemandangannya apik, deretan gunung dan bukit, sejam tidak lepas dari jendela pesawat. Sempat membaca majalah AirAsia, kebetulan bahas Bandung, dan Selasar Sunaryo menjadi highlight, wah kebetulan saya akan berkunjung kesana nanti siang.    

Bandung, 15 Desember 2012
Tiba dengan selamat di Bandara Husein Sastranegara, bandaranya terbilang kecil, dan bertemu dengan Elisa--seorang Inggris yang adalah member C2O Library, doi akan ber-weekend di Bandung, dan ternyata kami kenal orang yang sama : Sinta Ridwan, tidak heran karena sih doi pernah belajar politik di UNPAD, sayang dia di Surabaya hanya mengajar bahasa Inggris di IALF, seharusnya bisa bikin diskusi politik juga. Segera mengabarkan kedatangan kami ke Ari Kurniawan, berisitirahat sejenak di pintu masuk bandara yang adalah halaman komplek perumahan TNI AU, lalu berjalan sedikit ketemu angkot, sebelumnya Nobie memberitahukan bahwa ada banyak angkot yang lewat di depan bandara, heheh cukup beda sama bandara lainnya yang biasanya jauh dari angkot. 

Dengan bantuan makelar angkot, kami bertiga naek angkot jurusan ST Hall, rasa kantuk menghantui kami bertiga karena penerbangan pertama membuat kami susah tidur semalam (bahkan mereka berdua kagak tidur), takut ketinggalan pesawat. Saya agak bingung kenapa angkotnya lewat Cimahi, kami sudah di luar kota Bandung, tapi tak bertanya ke sang supir, mungkin memang harus memutar ke Cimahi, hampir dua jam kami di angkot, akhirnya sang supir bertanya tujuan kami, dan dia ketawa karena kami salah naek angkot, ini ke ST Hall via Cimahi, sebenernya ada angkot langsung ke ST Hall tanpa memutar ke Cimahi kata sang supir, huhu kami nyasar di Cimahi, langsung mention Maria, sambil mentertawakan diri kami bertiga karena kami bertiga punya label sebagai pejalan, hehe nyasar di kota yang sudah sering kami kunjungi. Yah lumayan lah pernah mampir ke Cimahi, mengabarkan diri ke Sinta, saya akan menginap di kostannya di Dago Pojok. Turun di  ST Hall, oper angkot ke Dago Pojok, disambut hangat oleh Sinta yang gemukan dan terlihat dalam keadaan sehat, langsung menuju kostnya. Kami bertiga langsung istirahat di kamar Sinta, huhu tepar kelamaan di angkot, mandi dulu karena tadi pagi berangkat tanpa mandi, lalu lanjut makan bersama. 

Kembali ke kamar Sinta sambil ngobrol ngobrol karena Ayos pernah mail order buku di iMbooks dan sedikit membahas pacar barunya Sinta : Daniel. Ari sudah siap menjemput saya, kami akan ke Selasar Sunaryo, Ayos dan Ruli ke kost adiknya Ayos yang sedang kuliah di FSRD ITB. Ari terlihat sedikit pucat, ternyata dia lagi diare, dengan sepeda motor kami meluncur ke Selasar Sunaryo yang tidak jauh dari Dago Pojok, tiba di Selasar Sunaryo saat langit masih cukup terang, dengan banyak penasaran saya masuk, ini pertama kalinya saya ke Selasar Sunaryo, dan jatuh cinta saat kunjungan pertama. Galeri pertama memamerkan karya karya Sunaryo, ini perkenalan pertama saya dengan beliau yang membawa isu sosial politik, tidak boleh memfoto karya dalam galeri imbuh sang penjaga galeri. Lanjut ke galeri diatas galeri yang baru saja masuki, wah saya suka arsitektur Selasar Sunaryo, memaksimalkan lahan yang berbukit, ruang ruang berlapis vertikal, material dari batu kali dan kayu, dengan pemandangan kota Bandung dari atas bukit. 

Galeri selanjutnya yang diberi nama Bale Tonggob memamerkan karya dari R.E. Hartanto dan Aminudin TH Siregar bertajuk "Mencari Saya dalam Sejarah Seni Rupa". Saya lebih memperhatikan karya Ucok, dia memamerkan sejumlah karya sejak tahun 90an hingga sekarang, karya karya protes politiknya dibawakan dengan humor, karya tahun 2012 yang bikin saya ketawa ngakak adalah kumpulan cover buku pengantar untuk idiot, seperti pengantar Raden Saleh untuk seniman idiot. Kelar di Bale Tonggob lanjut ke galeri lainnya (ada 4 galeri) yang menggelar Selasar Solo Project Series 2012 yang mengundang dua seniman : Akbar dan Akiq (kayaknya nama panggilannya Feyhung). Lumayan dapat katalog pamerannya Akbar, dan langsung menikmati sejumlah video karyanya yang bertema tatapan, mmmm tema yang aneh, teringat saat saya malu dan memutuskan untuk tidak bertatapan langsung dengan sejumlah orang. Menuju galeri ke-4 yang memamerkan karya fotografi dari Akiq yang adalah anak MES56, doi merekonstruksi rumah di Pantai Parangtritis yang terhempas dan tergusur, menarik sekaligus membuat sedih.           

Karena Selasar Sunaryo mempunyai sejumlah gang gang, kami berdua nyasar ke sebuah ruangan dengan banyak buku di rak rak yang tinggi, ini pasti perpustakaan, saat kami bengong melihat ruang tersebut, seorang staff menyapa kami dan mengajak kami masuk, namanya Diah, dengan tanpa ragu kami masuk, melihat sejumlah koleksi mereka yang berkaitan dengan seni, desain, dan sejarah, tetap tidak boleh mengambil gambar disini, akhirnya kami bertiga ngobrol sana sini, saling memperkenalkan diri dan berbagi cerita mengenai C2O Library dan Selasar Sunaryo. Selasar Sunaryo adalah private gallery yang menyediakan ruang pamer, perpustakaan, cafe, dan toko merchandise, mereka juga sedang mengerjakan Bandung Contemporary Art Map, kami diberi kesempatan untuk melihat dua purwarupa-nya, ingin sekali peta ini cepat jadi, karena Jogjakarta Contemporary Art sangat berguna untuk turis seperti saya. Diah menanyakan hal yang sering ditanyakan : bagaimana C2O Library mendapatkan uang, jawabannya : karena tanpa funding, kami jualan merchandise, minuman, dan buku, dan sistem kerjanya adalah volunteership, C2O Library hanya mempekerjakan satu pegawai dibagian sirkulasi dan perawatan. 

Obrolan panjang menyenangkan bersama Diah pun berakhir karena kami lanjut berkeliling Selasar Sunaryo, mampir ke pendopo, cafe, dan toko, tempat ini menarik. Mendung datang, sore belum habis, karena Ari diare, kami turun ke kost Ari di Jalan Bangbayang 40, dekat dengan Dago Pojok, huhu kasian Ari dia sampai pucat, kami istirahat sejenak di kamar Ari tapi Ari memaksakan diri mengantarkan saya ke Gedung Indonesia Menggugat (GIM). Mengucapkan sampai jumpa di YK karena kami akan mengikuti workshop museum sejarah komunitas di KUNCI tanggal 18 Desember mendatang. Bertemu Nobie dan Ranti yang sedang mempersiapkan pertunjukkan musik nanti malam, saya menuju iMbooks, bertemu dengan Arut. Malam datang, saya jalan kaki ke IFI Bandung, lihat pameran street art oleh Preman Urban dkk bertajuk "Cans Smile in The Room", mampir beli lumpiah basah, lumayan enak. 

Kembali ke GIM bertemu dengan Audry, Beni, Acil, janjian untuk barter zine, saya dapat Mari Kita Rusuh Bersama #1--fanzine tentang sepakbola dari Audry, Madafakah #5 dari Acil, dan banyak cerita dari mereka bertiga mengenai Warung Imajinasi dan Rumah Kayu yang sudah tidak mereka usahakan lagi untuk kegiatan kegiatan seru serene. Saya juga baru tahu kalau Bebe sudah pindah beraktivitas di BacaBaca, malah dapat informasi yang kurang baik mengenai dirinya, semoga Bebe baik baik saja. Fuad menyusul datang, untung saya bawa bukunya Ary Amhir - Negeri Pala, menjadi hadiah untuknya, besok Fuad akan ke Jambi menjadi asisten peneliti selama sebulan, kabar baik darinya adalah dia membuat lagu saat menganggur pasca-wisuda, saya senang dia masih bermusik, skripsinya juga akan diterbitkan oleh Ombak, selalu bangga dengan Sinta & Fuad, tapi sedih mereka tidak bersama lagi. Geng Batik Jogja datang : Teman Sebangku & Bottlesmoker, selalu menyukai saat saat seperti ini berkumpul dengan kawan kawan yang juga adalah musisi favorit saya. 

Saatnya bergabung dengan Dance Your Eyes : Live Audio Video Performances and Media Art Festival, cukup kaget tidak banyak pengunjung, apakah karena HTM 50k (termasuk bir), publikasi DYE seperti bagus, list performer malam ini juga mantap, kenapa sepi yah? Antelope sudah di panggung dengan visual oleh lifepatch yang menjadi bagian dari pertunjukkan, sesuai dengan namanya Live Audio Video Performances. Saya melipir ke sayap gedung, menyaksikan sejumlah karya new media art, hanya satu karya yang berinteraksi dengan pengunjung, melihat video photoshoot puntung rokok yang Akbar temukan di Singapura, paling ujung sayap adalah instalasi lifepatch yang menciptakan sirkuit yang mengatur kebutuhan air untuk tanaman. Kembali ke panggung, Ranti menjadi MC, gerombolan lifepatch : Ucok, Ade Greden, Iyok naek ke panggung dengan koostum anti-radiasi berwarna silver, keren euy. Dimanjakan visual dan audio yang tidak biasa, senang bertemu dengan Uya, Akbar, Tito, Ari Patria. Sylab mengambil alih panggung, lalu Jakesperiment yang membuat pengunjung semangat dengan megulang kalimat : You Should Feel What I Feel.... Bottlesmoker menumpahkan sejumlah komposisi yang membuat pikiran nyaman lalu dibangkitkan kembali oleh Midnight Runners yang menjadi pamungkas malam ini. 

Sinta menelpon, taksi sudah datang, saya buru buru keluar GIM, hanya sempat pamit ke Angkuy, dia memberikan bungkusan makan malam dan meminta saya bergabung lagi besok untuk workshop dan makan makan bersama, saya hanya tersenyum karena besok saya berangkat ke Cirebon. Tiba di kamar Sinta, ganti baju dan siap untuk sesi curhat Sinta mengenai kehidupan cintanya, beginilah percintaan, aneh menyedihkan, semoga dia dan Daniel memang jodoh. Sinta sedang S3 filologi di Unpad, akhir tahun 2013 diberi jatah satu tahun untuk belajar di Paris, yah dia harus ke Eropa untuk belajar dan pastinya jalan jalan, saya ikutan senang karena membayangkan harus belajar lagi adalah berat. Bandung dingin, perut saya masih tidak nyaman mengalami udara dingin sejak di Yogyakarta. Tangis dan udara dingin membuat kami segera lelah dan tertidur.

Bandung, 16 Desember 2012
Pagi datang kami siap mandi dan berangkat ke tujuan masing masing, Sinta ke Gedung Asia Afrika untuk kelas Aksara Kuna, saya ke Cicaheum menuju Cirebon, sarapan nasi uduk dulu sebelum naek angkot, saya akan merindukan Sinta (dan juga Fuad), tiap kali ke Bandung hanya semalam dua malam, hanya mampir. Nyampe Cicaheum teringat roti bakar favorit yang selalu jadi langganan setiap kali melewati terminal ini, Roti Bakar Cicaheum, saya pesan roti yang besar, bekal di perjalanan ke Cirebon. Naek patas seharga 40k, bis eksekutif yang tidak terlalu nyaman, mendapat pesan singkat dari Ranti, menanyakan keberadaan saya, dia menyuruh bertandang ke kostnya untuk berkenalan dengan Nyai, anjing kesayangannya, huhu sayang sekali tidak cukup waktu untuk berkunjung ke Batik Jogja. 

Cirebon, 16 Desember 2012
Perjalanan yang panjang, melewati Sumedang, macet, melihat patung Cadas Pangeran untuk pertama kalinya, berkabar ria dengan Al Ghorie, saya akan ke Cirebon dulu baru ke Jatiwangi. Al Ghorie memberikan saran untuk berkunjung ke kawannya, Adji yang aktif bergerak di Cirebon, sayang tidak ada Rangga dan Manan, kawan kawan Cirebon saya, tapi tetep semangat karena kesampean juga ke Cirebon--kota kolonial yang memiliki sejarah penting. Jam 4 sore baru tiba di Cirebon, alamak lama sekali di jalan, turun di Kedawung, naek angkot tujuan keraton Kasepuhan, ternyata sang abang angkot lupa menurunkan saya di keraton Kasepuhan, saya diturunkan di keraton Kacirebonan. Sepi disana, tidak terlihat juru kunci, saya mengintip sedikit, melihat bukti pengaruh Tionghoa : piring keramik Cina tertempel di tembok keraton.

Membuka aplikasi maps di smartphone, mulai berjalan kaki berdasarkan peta digital, saya berada di Jalan Lawanggada, papan nama jalan selain beaksara latin juga beraksara jawa dengan ukiran motif mega mendung, sepertinya saya di pusat kota atau semacam pusat perniagaan karena banyak ruko, tapi hampir semuanya tutup, ini hari Minggu, bangunan kolonial tersebar dimana mana, saya mulai menyukai kota ini. Menuju Jalan Tentara Pelajar, Sinta merekomendasikan toko roti favoritnya : Ruby, saya paling suka berkunjung ke toko roti lawas yang dikelola oleh etnis Tionghoa, pasti rasanya enak dan harganya terjangkau. Tiba di Ruby sore sudah habis, mendung datang, saya buru buru masuk berburu roti, wah ada roti gandum, langsung saya ambil dan membayar di kasir, sang kasir sepertinya kolega pemilik Ruby, dia bilang Ruby sudah 32 tahun, wow. Adji menanyakan keberadaan saya, ternyata dia juga lagi berkeliaran di Jalan Tentara Pelajar, tanpa lama dia datang menjemput saya dan kami segera ke Pink Project, hujan pun turun. 

Pink Project dulunya sangat aktif membuat beragam kegiatan dan kelas gratis, sekarang semuanya vakum karena kesibukan kawan kawan mereka yang sebelumnya terlibat, berbagai cerita dibagikan ke saya oleh Pendul Bandit--kakak kandung Adjie yang menjadi seniman tattoo, sekarang Pink Project berisikan studio tattoo dan barber shop. Adjie dan Pendul Bandit baru saja selesai tur Jawa dengan band mereka : Red Wine Coolers, kaki Pendul cedera saat tur. Saya membuka halimun *6 edisi liburanlebaran, ada tulisannya Rangga yang menjabarkan kota Cirebon, tulisannya menjadi bahasan dengan Adji, ada sejumlah update dan koreksi atas tulisan Rangga, wuahh menyenangkan. Tinggal gerimis, karena saya pengen makan mie koclok maka Adji mengantarkan saya ke Pecinan sambil jalan jalan keliling kota. Kota ini cukup sepi saat malam, tidak ada kemacetan, tapi kata Adji kalo jam kerja lumayan macet. Adji menunjukkan sejumlah situs, mulai dari keraton Kasepuhan, patung 3 penari topeng, alun alun Kasepunan, kelenteng Talang, rumah duka Cirebon, gedung BAT, Cirebon Mal, Grage Mal, alun alun Kejaksan, balai kota, Stasiun Cirebon dengan bangunan kolonial yang sangat cantik, lalu makan malam di Pecinan, di warung Drupadi Swarnabumi dengan banyak stand makanan khas Cirebon seperti nasi jamblang, docang, kerupuk sambal. Kami makan mie koclok, serupa dengan mie oblok wonosobo yang memakai kuah kental kanji, rasanya lumayan enak, seandainya perut saya masih muat sebenernya pengen makan nasi jamblang. 

Sebelum Adji mengantarkan saya ke Kedawung, kami mampir ke tokonya Adji--Wine Reggae Shop--yang menjual merchandise berbau Reggae, doi ngasih oleh oleh : CD nya Red Wine Coolers. Cirebon dingin, saya belum merasakan atmosfer kota ini yang sesungguhnya, saya harus datang kembali. Menuju Kedawung melewati menara PDAM, wuahh kayak UFO, lucuk banget, menjadi penanda selamat datang dan selamat jalan. Tiba di Kedawung kebetulan ada elf tujuan Jatiwangi, mengucapkan terimakasih kepada Adji yang murah senyum dan dengan baik hati mengajak saya keliling kota. Sejam kemudian saya turun di lampu merah Jatiwangi. Terkaget dengan papan papana pembatas lahan, akan didirikan Jatiwangi Square, wuahhh ini mah bahaya, teringat Jatinangor Square yang membuat kota kecil nan damai Jatinangor menjadi rusuh, di lokasi ini akan didirikan mal, hotel, dan apapun di dalam satu komplek, menyedihkan. 

Al-Ghorie tidak lama menjemput saya, dia juga baru tiba dari Jakarta, senang sekali bertemu dia lagi, saya berkenalan dengan dia di Creative Commons Asia Pacific Conference, ternyata kami sudah berkawan di facebook, saya pun merasa ini kesempatan saya ke Jatiwangi Art Factory (JAF), sudah lama penasaran sama mereka, Al-Ghorie adalah salah satu personel JAF. Jatiwangi sudah sepi, saya berada di sebuah desa bernama Jatisura, kecamatan Jatiwangi, kabupaten Majalengka. Tiba di JAF sambil Al-Ghori menunjukkan sebagian dari JAF yaitu pabrik genteng dan galeri, wah saya tidak menyangka akan menemukan tempat semacam ini, sangat raw. Langsung menuju kantor JAF, berkenalan dengan pendiri JAF : Arief Yudi Rahman, dan personel JAF lainnya : Ismal Muntaha. Tanpa canggung kami ngobrol, tentang perjalanan saya ke Cirebon dan pertanyaan pertanyaan mengenai JAF dan C2O Library. Satu pertanyaan dari Arief yang bikin saya jiper : Ngapain kamu kesini, jawaban saya adalah untuk melihat JAF dan Viilage Video Festival, Arief membalas dengan pernyataan bahwa setiap orang yang ke JAF tidak boleh hanya menonton, mereka harus ikut berkarya, hati saya jadi kecut, tapi tetap lega karena mereka bertiga selalu tersenyum dan bercanda, membuat saya nyaman. 

Sejak masuk ke JAF, saya ditemani alunan musik, entah dari instrumen apa, saya bertanya ke mereka, ternyata ada yang latihan musik keramik dan genteng, wuahhh saya memang udah tahu kalau mereka membuat musik dengan instrumen keramik. Ismal mengajak saya menjelajah JAF yang memiliki banyak ruang, ini adalah rumah yang besar berasitektur kolonial milik keluarga Arief, Arief dan keluarga besarnya tinggal disana. Kami tiba di ruang musik, langsung terpukau dengan deretan instrumen dari genteng dan keramik, sejumlah pria muda (saya dikenalin satu per satu tapi keburu lupa) memainkan instrumen dengan santai, aduh keren asjik banget sih. Lanjut ke ruang radio dan TV (JAF membuat radio dan TV komunitas) lalu kami supper bubur di depan pasar Jatisura, asjik jalan kaki tengah malam menuju tempat yang panas : tukang bubur. Ternyata Al-Ghorie juga tidak makan daging, jadi kami ngebubur tanpa ayam sambil bercerita mengenai perayaan hari Balada yang digelar di tempat ini, di tukang bubur, mereka bermain gitar menembangkan balada di tengah malam sambil ngebubur, wah asjiknya. Kembali ke JAF, diantarkan ke kamar untuk beristirahat, sebenernya kamarnya Ismal, tapi dia merelakannya untuk saya. Al-Ghorie pulang ke rumahnya di desa sebelah, setelah ganti baju cuci kaki ngobrol bersama Tedi En--pemimpin musik keramik, saya tidur dengan nyenyak.

Jatiwangi, 17 Desember 2012
Bangun siang sekitar jam 9, terlihat Ismal dan Tedi En menyapu dan mengepel, saya jadi malu bangun siang lalu mandi dan langsung disuruh sarapan. Berkenalan dengan Enin--sebutan nenek dalam bahasa Sunda--yang adalah ibu kandung Arief, ya ampun beliau ramah banget, saya jadi makin sungkan. Sarapan nasi dengan sayur oseng oseng, telur asin, dan sambal yang pedas. Nanti malam adalah pembukaan Village Video festival #4, mereka mulai sibuk mempersiapkan tapi tetap atmosfernya santai, saya membandingkan dengan C2O Library jika hari H festival, kami pasti akan sangat sibuk dengan atmosfer yang cukup tegang, saya dan Kat terbilang tidak memiliki aura nyante. saya duduk santai di kantor JAF, terdengar suara bising, ternyata pabrik genteng sedang beroperasional, ya ampun ini raw banget, beneran JAF punya banyak kejutan. Ismal menyebarkan undangan, Al-Ghorie membuat desain spanduk festival, Arief juga tidak terlihat sibuk, semuanya terlihat santai mengerjakan festival ini, saya kagum! JAF kedatangan 3 anak SMA yang bermaksud mencari ilmu per-video-an untuk tugas sekolah mereka, dengan santai kawan kawan JAF mentransfer ilmu, nah gini nih yang ok regenerasi dan sebarkan pengetahuan. 

Sore datang, saya keliling JAF, melihat sejumlah karya yang masih terpajang sisa Festival Keramik yang digelar November lalu, yang paling menarik adalah sofa yang terbuat dari pecahan genteng, huapik. Lalu masuk ke pabrik Genteng dan Keramik, terdapat tempat pembakaran, gundukan tanah liat, para buruh sedang bekerja, dan yang paling epik adalah gedung pengeringan genteng, ini adalah venue yang keren banget, terbayang JAF membuat pertunjukkan disini, dan ternyata iyah, mereka menjadikan gedung pengeringan sebagai venue, wow. Ismal mengajak saya ke Balai Desa Jatisura, melewati sejumlah mural, huhu keren banget nih desa dikasih typeface yang cihuy. Balai Desa Jatisura seperti kebanyakan, arsitektur kaku kantor kelurahan, pohon beringin di tengah lapangan. Ismal mempersiapkan sound dan memasang spanduk yang bikin kami ngakak sejak siang, sesuai dengan tema festival : IPOLEKSOSBUDHANKAMNAS, maka desain berbau birokrasi, logo Village Video Festival seperti cap kelurahan, spanduk bertuliskan : Selamat Datang dalam Rangka Mensukseskan Village Video Festival #4 2012 Mari Kita Tingkatkan Pembukaan Festival dengan Nilai-nilai Luhur MUSREMBANG. Benar benar mencela pemerintah dengan anggun. 

Saya jalan jalan keliling Desa Jatisura, menemukan genteng menjadi bagian dari desa ini, bukan hanya atap tapi juga menjadi pagar, selokan, dan sumber penghasilan. Suasana pedesaan yang tenang membuat saya betah disini, maklum anak kota. Lalu kembali ke JAF, disana telah datang dua seniman dari Skotlandia yang bergabung dalam Village Video Festival #4 : Florie dan Ross. Mereka baru tiba dari Surabaya, lebih tepatnya Bromo. Mereka menunjukkan sejumlah temuan menarik saat mereka ke India, seperti rol filem yang mereka temukan di pinggir jalan dan suasana India yang mengejutkan, India memang menarik. Ross menunjukkan kamera filem analog jadul banget, wuahhh seru liatnya, kebayang aja sih beratnya. perut terasa lapar, saya melewatkan makan siang keasikan keliling Jatisura, meminta Al-Ghorie menemani mencari nasi lengko--salah satu makanan khas Cirebon yang tanpa daging. Nasi Lengko adalah makanan pagi, jadi jarang yang jualan sore gini, tapi beruntung ada yang buka, langsung memesan dua porsi Nasi Lengko. Sambil menunggu racikan, saya bertanya ke Al-Ghorie bagaimana dia bisa bergabung dengan JAF, ternyata kisahnya lucu juga. Al-Ghorie yang lulusan STM kelistrikan sering ke Bandung untuk melihat pertunjukkan musik dan belajar gambar dengan Ucok Homicide, karena di Jatiwangi tidak ada kegiatan yang menarik hatinya. Suatu saat tersiar kabar Mukti Mukti akan bermain di Balai Desa Jatisura, dia sempat heran kok bisa orang Jatiwangi kenal dan mengundang Mukti Mukti, lalu di datang dan berkenalan dengan penyelenggaranya : Arief JAF, terkagumlah dia dengan semangat dan kreatifitas JAF, lalu dia bergabung dan berkarya di JAF. Bahkan dia sekarang dikenal sebagai seniman video, belajar banyak dari para seniman yang residensi di JAF. 

Nasi Lengko yang adalah nasi putih dengan kuah kacang, irisan tempe dan tahu, tauge dan kacang, sudah kami lahap habis, lumayan enak, tapi menurut Al-Ghorie ini kurang enak karena bumbunya berbeda dari yang biasanya, ini sudah dimodifikasi. Saya akan kembali ke Jatiwangi, jadi akan ada kesempatan lagi mencicip Nasi Lengko yang sejati, heheheh. Kami kembali ke balai desa, bersiap siap untuk pembukaan festival, saya berberes barang bawaan karena malam ini juga ke Cirebon untuk naek kereta ke Yogyakarta. Arief sudah mencela saya karena hanya semalam di JAF, kurang lama dan akan melewatkan banyak workshop, saya sih pengen banget bisa tinggal disini selama festival, tapi sudah ada jadwal workshop di KUNCI, Arief yang juga mengenal Antariksa dan Dina berpendapat seharusnya workshop sejarah museum komunitas dilakukan di JAF karena langsung melihat museum komunitasnya, heheh bener juga, JAF telah menjadi museum komunitas, semua stakeholders desa berkumpul disini untuk berkarya. 

Festival dibuka jam 8 malam dengan banyak kata oleh Arief dan musikalisasi pidato oleh Al Ghorie dan geng gitar keramik, saya tersenyum sepanjang pembukaan, ini pembukaan festival yang tidak biasa, sederhana namun berkesan, geng JAF berpakaian batik, pembukaan bergaya birokrat tapi beratmosfer menyenangkan. Pak Camat Ono, Kadus Ila, Kapten Supriatman, dan Kades Hasyim serta para warga berkumpul bersama menyaksikan presentasi 4 tahun Village Video Festival oleh Ismal yang bikin warga tertawa gembira melihat desanya menjadi penting secara lokal, nasional dan internasional. Saya teringat cerita Pak Camat yang ikutan bikin musik di Kosmik 001, Kadus Ila yang menjadi seniman keramik, wuahh ini ok banget, para pejabat ikutan berkarya bersama warga, terjadi sharing kekuasaan melalui frame. Fasilitator workshop mengundang Irwan Ahmett, Krisna Murti, dan Mahardika Yudha. Seorang warga membawa dua kardus berisi jambu sebagai persembahan, wauhh saya kebagian satu biji. Jam 9 malam, terpaksa saya harus meninggalkan Jatiwangi, Al-Ghorie mengantarkan saya ke lampu merah Jatiwangi menanti elf disana, sedih nih buru buru harus pergi, mengucapkan terimakasih dan sampai jumpa ke Al-Ghorie karena saya pasti akan kembali ke Jatiwangi. Sejam kemudian tiba kembali di Cirebon, turun di Kedawung, oper angkot, kebetulan angkotnya melewati Stasiun Prujakan, saya akan naek kereta apa aja tujuan Yogyakarta, batal naek travel karena jam keberangkatan jam 8 malam, saya tidak mau melewatkan pembukaan festival, jadinya naek kereta saja. Kebetulan kereta yang akan masuk adalah kereta ekonomi Bengawan, lumayan hemat ongkos naek ekonomi. Saya pun tersenyum menuju Yogyakarta, bersyukur atas hari ini. 

6 komentar:

  1. hahaha... tinta memang monster pemakan tinta raksasa pemakan lengko dan jambu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. lengko dan jambunya enak soalnya, gratisan pula :P

      Hapus
  2. kita lihat al Gor janjinya dia : Akan kembali ke jatiwangi membawa pandangan dia pada buku,harapan dan memori kolektif

    BalasHapus
  3. kadus ila say: thanks for write my name in your blog

    BalasHapus
    Balasan
    1. senang bisa mengenal kadus ILA, sampai jumpa lagi di Jatisura :)

      Hapus