Selasa, 21 Agustus 2012

tidak lagi kota pelabuhan



18 Agustus 2012
Menghabiskan matahari di alun alun kota Pasuruan. Beberapa keluarga menggelar tikar di hamparan rumput yang terawat, mereka akan piknik berbuka puasa, anak anak berlarian mengitari air mancur yang mengguyur tugu yang menyerupai lingga. Pengamen, pemulung, dan pedagang asongan dilarang memasuki alun alun, mereka berkeliaran di luar pagar alun alun. Kendaraan bermotor dan gerobak penjaja makanan bertumpukan di Jalan Niaga. Gerombolan burung kecil hitam berakobrat di udara, mampir di ujung pohon palem yang memenuhi alun alun, tidak ada pohon beringin disini. 

Pria pria bersarung, berbaju koko, dan berpeci putih memenuhi pelataran Masjid Agung Al-Anwar yang bersebrangan dengan alun alun, mereka bersiap siap membatalkan puasa terakhir di bulan ramadhan ini. Kota ini dikenal sebagai kota santri, tidak lagi sebagai kota pelabuhan. Sarung dan baju koko menjadi pakaian sehari hari, tidak hanya dipakai saat beribadah. Matahari sudah habis, saya meninggalkan alun alun, berjalan kaki menuju Jalan Jambangan, teringat Bude Sud yang baru mualaf, Beliau berpuasa penuh ramadhan ini, teringat Simson yang mengganti agamanya menjadi agama Islam di KTP dan KK untuk persiapan pernikahannya September mendatang, teringat saya yang tidak beragama. 

ilustrasi oleh Garis Edelweiss

Tidak ada komentar:

Posting Komentar