Minggu, 08 Juli 2012

Raden Saleh, Kota Lama, dan Kamar Hujan (Bandung-Bogor-Jakarta bagian 2)



Raden Saleh, Kota Lama, dan Kamar Hujan 
(Bandung-Bogor-Jakarta bagian 2)

Minggu, 17 Juni 2012
         
Alarm jam 5 pagi memaksa saya untuk mandi dan berkemas, pagi ini saya meninggalkan Demak House menuju Jakarta, jam 6 membangunkan Doly untuk membukakan pagar dan mengucapkan sampai jumpa di Jakarta (Teman Sebangku dan Bottlesmoker akan bermain di Radio Show 20 Juni 2012). Berjalan kaki menuju Jalan Indramayu, wah ada serabi yang direkomendasikan oleh Nobie, saya pun membeli satu biji, serabi dengan topping gula merah yang meleleh, harganya seribu rupiah, abang penjual serabi menawarkan saya untuk membeli serabi dengan topping oncom, saya menolaknya karena ini masih terlalu pagi untuk makan banyak, tapi nyesel juga sih gak beli, soalnya serabi nya memang enak, bahkan serabi terenak yang pernah saya makan. Naek angkot menuju Stasiun Bandung, hari ini hari Minggu, banyak yang lari pagi dan bersepeda, jam 7 pagi tiba di stasiun tapi keberangkatan Parahyangan tertunda sampai jam 8 pagi. Kantuk menghantui sepanjang perjalanan menuju Jakarta, tiba di Gambir jam 10.30, selamat datang di kampung halaman! 

Melangkah pasti menuju Galeri Nasional yang berada tepat di depan Stasiun Gambir, hari ini adalah hari terakhir pameran karya Raden Saleh, kemarin saya batal datang untuk menghadiri seminar Raden Saleh karena terlalu ribet pp bdg-jkt dalam setengah hari dan pastinya tidak mau ketinggalan pertunjukkan Papermoon, yah memang harus memilih, untung Kathleen dan Andreiw mengikuti seminar dan merekamnya :D. Pengunjung sudah ramai, sangat bersyukur bisa menikmati karya Raden Saleh karena ini adalah hari terakhir pameran. Saya mengenal Raden Saleh dari buku Raden Saleh Anak Belanda, Moii Indie & Nasionalisme--keluaran Komunitas Bambu, membaca kisah hidupnya yang ajaib dan karyanya yang ikonik. Meskipun gak paham seni lukis, saya sangat tertarik dengan Raden Saleh sebagai seorang Prince of Java. Menikmati banyak lukisan dan sketsa yang dikurasi oleh Goethe Institute, yah pameran ini adalah hasil usaha lembaga tersebut. Para audience pun terlihat menikmati karya Raden Saleh, para orangtua sibuk menerangkan karya Raden Saleh kepada anak-anaknya. Salah satu sudut menampilkan kronologis kehidupan Raden Saleh, di sudut lainnya diputar filem dokumenter mengenai karya karya Raden Saleh. Selain lukisan Penangkapan Diponegoro yang maha terkenal, saya juga tercengang melihat lukisan Mega Mendung. 

Satu jam menikmati Raden Saleh, saya meluncur ke daerah Kota, menumpang busway, karena hari minggu, antrian tidak terlalu padat, busway meluncur mulus hingga Kota, masuk ke terowongan menuju Museum Bank Mandiri, dimulailah wisata Kota Tua. Masuk Museum Bank Mandiri cenderung gratis, bialng saja kita nasabah Mandiri, ramai pengunjung disana, dan wow ini adalah gedung kolonial yang apik menawan. Bangunan 3 lantai dijadikan museum, semua ruang menjadi ruang pamer dengan menampilkan diorama dan properti perbankan, sangat menarik untuk turis! Tersedia ruang publik untuk komunitas, saya melihat komunitas keramik sedang mengeringkan keramik yang baru saja mereka buat (esoknya Elisa menginfokan bahwa komunitas bisa memakai ruang di Museum Bank Mandiri dengan gratis). Tersedia coffee shop dengan harga murah meriah, ahh sepertinya nyaman jika nongkrong disini siang hari. Terkesima dengan display mesin tik dan telepon di dinding, meskipun kurang ok tata letaknya tapi tetep seru visualnya. Berkeliling ruang ruang yang memamerkan peralatan antik yang dipakai oleh Bank Exim dan terpukau oleh stained glass di lobby. Menyusup ke ballroom yang menampilkan gambar gambar lambang kota Batavia, Semarang, dan Bogor, heran kenapa Surabaya tidak ada padahal Surabaya termasuk kota besar di era kolonial. 

Lanjut menuju Museum Bank Indonesia yang berada tepat di sebelah Museum Bank Mandiri, tapi tutup, saya membayangkan kota lama Surabaya seperti ini, bangunan kolonial dijadikan museum, sepertinya sudah mengarah kesana dengan adanya restorasi bangunan Bank Indonesia dan Gedung Internationale. Saya memasuki areal pejalan kaki, wah ini pengalaman pertama saya menjajali Kota Lama Jakarta, para pejalan kaki bertumpukkan di sepanjang jalan yang memakai batu andesit, banyak PKL yang menjajakan souvenir dan makanan. Sebenernya seru banget kawasan ini khusus pejalan kaki dengan properti bola bola batu yang menutup jalan dan hanya menyisakan sedikit ruang yang hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki, jadi kendaraan bermotor tidak bisa lewat, tapi tetap kurang ok karena terjadi tumpukan parkir sepeda motor di beberapa ruas jalan di kawasan tersebut. Berharap warga yang datang menggunakan transportasi umum dan berjalan kaki menikmati kota lama. Museum Fatahillah juga tutup, Museum Wayang juga, saya tidak mengecek jadwal operasional mereka, Museum Seni Rupa dan Keramik juga tutup, para pengunjung berpusat di lapangan yang dikelilingi bangunan bangunan kolonial, ini jadi semacam alun alun Kota Jakarta. 

Tujuan selanjutnya adalah Stasiun Kota--stasiun tercantik karena bangunan kolonial yang apik dan terawat terutama atapnya yang megah, berniat naek KRL Ekonomi ke Bogor, malam ini saya akan menginap di Kamar Hujan. KRL berangkat 14.30, saya berdiri, lumayan tidak terlalu penuh, dan mengabarkan keberangkatan saya ke Gilang. 

Dilla :  kak tinta jadi liat raden saleh?
Tinta : iya jadi, tadi nyampe gambir jam 10.30 langsung ke galnas, dikau wajib datang kesana! sekarang lagi di krl menuju bogor
Dilla : yah pengen ngajakin bareng, aku dan shiro mau kesana
Tinta : salam sehat buat shiro yah
Dilla : iyaa salam balik, padahal shiro pengen ketemu kamu loh kak

KRL melewati Pondok Cina, sepanjang perjalanan merasakan betapa payahnya saya tidak berusaha menemui seseorang yang saya sayangi. Jam 4 sore tiba di Bogor, ramai sekali, para calon penumpang sibuk mengejar kereta, saya melangkah keluar stasiun dan beristirahat di Taman Topi yang terbilang nyaman. Lanjut berjalan kaki, bertanya arah kepada tukang parkir, tujuan saya adalah Kamar Hujan yang berada di Jalan Dadali, dekat dengan SMP 5. Berjalan menuju Jalan Panglima Sudirman, singgah sebentar di sepanjang pagar yang mengitari Istana Bogor, menikmati sore melihat rusa rusa berkeliaran di lapangan rumput, banyak juga turis yang memberi makan wortel ke rusa rusa, suatu pemandangan dalam kota yang menyenangkan. Bertanya ke seorang polisi mengenai angkot ke SMP 5, naek angkot 08 katanya. Bogor dikenal juga sebagai kota seribu angkot, tapi saya yakin julukan itu makin sirna karena sama seperti di kota besar lainnya, kondisi angkutan umum secara kuantitas dan kualitas menurun, salah satu penyebabnya adalah makin tingginya pemilik/pengguna sepeda motor, angkutan umum mulai ditinggalkan. Tidak sampai 10 menit saya tiba di Jalan Dadali, celingak celinguk nyari warung makanan, tapi belum pada buka, saya lumayan lapar. Ternyata Gilang melihat saya berjalan lalu menghampiri saya, dia juga baru tiba dari Cibinong, kami melangkah bersama ke Jalan Dadali 10, ke Kamar Hujan. 

Jalan Dadali 10 adalah sekumpulan kamar yang berfungsi sebagai "kantor" ada toko clothing online, studio musik, markas street art bogor, studio video dan fotografi, dan Kamar Hujan yang menjadi markas hujan! rekords, hujan radio, hujan store, dan Idealoka--bisnis web design anak anak hujan. Saya disambut oleh Iqbal, Yugo, Ria, dan Puji--ceweknya Iqbal, mereka sedang berkumpul di ruang ber-AC berukuran 2m x 3m, kecil tapi asjik. Mulailah obrolan ngalor kidul seputar kegiatan masing masing, pastinya juga membahas progress Indonesian Netaudio Fest. Karena saya sudah kelaparan, anak2 mengajak ke Agri Park, hanya saya yang makan karena yang lain sudah makan di rumah masing masing, saya pesan nasi liwet dan dadar jagung, anak2 Hujan memesan 2 poci teh mint. Agri Park bagi mereka sudah berbeda, disinilah awal Hujan terbentuk, mereka terbilang sering nongkrong disini membahas rencana2 Hujan, sekarang tempat ini hanya sebatas tempat nongkrong, tidak terdengar rencana rencana kreatif, menurut Gilang dan Yuga, kaum muda kota Bogor cenderung pasif, mereka hanya mengikuti trend di Jakarta dan Bandung, itu yang membuat mereka gerah untuk melakukan sesuatu tanpa menunggu trend. Mungkin itu juga sama terjadi di Surabaya, bagaimana c2o library giat bergerak tanpa melihat trend, jadinya memang mungkin terlihat sok dan tidak berbaur, disini anak2 Hujan belajar bahwa merekalah yang harus beradaptasi dengan lingkungan, sama sama belajar, berkolaborasi, tidak ada yang lebih pintar, kita bergerak bersama, nah itu sebuah pelajaran yang berharga :D

Saya dihantar kembali ke Kamar Hujan, saya menginap disana dan dipersilahkan menggunakan semua fasilitas yang ada, wah kebetulan sekali tadi siang diminta menyerahkan laporan kerja di Blitar, malam ini begadang ngerjain laporan ditemani kopi khas bogor : Kopi cap Liong Bulan dan streaming soundcloud musisi  favorit : Humsikk.  

Senin 18 Juni 2012
Berhasil menyelesaikan laporan jam 4 pagi, makasih banget atas fasilitas komputer dan Internet di Kamar Hujan. Bergerak tidur jam 5 pagi, terbangun jam 9 pagi, beresin kekacauan yang saya buat di Kamar Hujan lalu mandi, baru pertama kali nih mandi di Bogor, sayang air nya kurang sejuk. Iqbal datang untuk mulai bekerja, jadi di Kamar Hujan ada jam kerjanya, Senin-Sabtu jam 10 sampe jam 9 malam, dan kalo masuk kerja gak boleh pake celana pendek heheh ada tulisannya di papan. Berencana naek KRL ekonomi jam 12an, sebelumnya Gilang dan Ria mengingatkan jangan naek KRL saat Senin pagi karena cenderung chaos, heheh kebayang sih, makanya saya pilih siang saja, dan jadwal workshop UKD dimulai jam 2 siang. Iqbal membelikan saya tauge goreng, wahhhh emang udah kepengen makan ini sewaktu pertama kali berkunjung ke Bogor Maret lalu. Dengan sigap membuka bungkus yang adalah daun yang lebar entah daun apa, wuahh apik bungkusnya dan menemukan tumpukan tauge, mie, dan tahu yang disiram dengan saus tauco, langsung makan dengan kerupuk dari umbi umbian yang kayak di asinan bogor, dan rasanya yahud dan berat.

Yugo menyusul datang, jam 12 kurang dikit Yugo nganterin saya ke Stasiun Bogor, sangat terimakasih atas bantuan anak2 Hujan selama saya di Bogor dan sampai jumpa lagi karena saya akan berkunjung lagi ke Bogor, hehe iyah tahun ini akan terbilang sering ke Jabodetabek dibanding tahun tahun sebelumnya. Kat mengabarkan sudah berkumpul dengan RUJAK di Bakmi GM Sarinah, saya menyusul kesana, naek KRL ekonomi dari Bogor turun di Manggarai, oper busway ke Sarinah. Tiba di Sarinah jam 2an, sudah ada Kat, Andreiw, dan Elisa, wah di Bakmi GM sudah ada menu sayuran yang banyak, kami pesan cah sawi dan tauge, rasanya sip meskipun bakmi nya masih enakan langganan kami di Surabaya : Mie Manyar. Bayu menyusul datang lalu rombongan Makassar (Jimpe, Madi, Ime, Ipul) dan Semarang (Ami, Openg, Bayu, Andi) dan workshop Urban Knowledge Dynamics dimulai! 

1 komentar:

  1. kalau ke kota tua, kudu mampir ke museum bank mandiri :D

    BalasHapus