Kamis, 26 Juli 2012
Mepet tiba di Stasiun Gubeng, Kat dan Andreiw sudah disana, kereta Pasundan tepat berangkat jam 6 pagi, sambil menikmati teh hijau, roti coklat, dan Sampar - Albert Camus, kami bertiga menuju Yogyakarta. Lumayan duduk bersempitan dan lumayan cepat sampai di Lempuyangan jam 12 siang lewat dikit. Kami menolak banyak tawaran becak, berjalan kaki masuk Jalan Hayam Wuruk, Jalan Juminahan, Jalan Suryatmajan, tiba di Malioboro, mampir ke Djoen--toko roti lawas--di Jalan A Yani 50. Kami membeli roti tawar yang baru keluar dari oven, rasanya sesuai harapan, enak! Lanjut naik trans jogja turun di shelter SMU 7 dan berjalan kaki ke KUNCI--tempat menginap kami.
Dina, Gita, Chepas, dan Dekker menjadi wajah wajah menyenangkan yang kami temui di KUNCI, kami berkenalan dengan Dekker--anak anjing keluarga baru KUNCI--yang menggemaskan, kasian dia sedang kutuan dan cacingan. Dina sedang mempersiapkan diri untuk diskusi buku "Penonton: Konsumsi & Negosiasi: Bunga Rampai Penelitian Khalayak 2" yang akan digelar sore ini di IVAA. Setelah beristirahat sejenak (Andreiw kelelahan karena semalam begadang dan hari ini puasa) kami berjalan kaki ke Cemeti. Disambut Sita dan berkenalan secara mendadak sama Budi Dharmawan--staff Cemeti yang menulis tentang Raden Saleh di National Geographic bulan Juni 2012. Kami menikmati Domestic Stuff, membaca kata kata yang sering (tidak) diucapkan oleh pasangan karya Sekarputri, Mufti Amenk Priyanka menyajikan kompilasi hasil karyanya sejak TK sampai sekarang, Ariani Darmawan menyajikan komposisi kesejukan isi kulkas ibunda, dan Oming datang menyapa, dia sedang residensi di Cemeti dan mengerjakan proyek jurnalisme seni rupa, dia sedang menulis beberapa artikel tentang aktivitas seni rupa di Yogyakarta, dia juga akan membuat zine, wah sangat menunggu karyanya.
Di Cemeti saya juga bertemu dengan Wahyu--kawan dari Surakarta yang barusan mengajukan proposal pameran ke Galeri Biasa. Wah udah jam 4, gak sempat melihat semua karya, kami melangkah ke IVAA. Yosie cukup kaget melihat kedatangan kami, heheh seperti tamu yang tidak diundang, acara belum dimulai karena Dina belum datang. Dina datang dan acara dimulai dengan menghadirkan Eko Suprapti dan Firly Anisa dari Rumah Sinema (sering lewatin Rumah Sinema kalo ke Baciro, tapi belum pernah mampir). Rumah Sinema bergerak dalam dokumentasi, penelitian. pelatihan (literasi media), penerbitan, diskusi serta perpustakaan. Lumayan ramai yang datang, diskusi dimulai dengan paparan singkat dari Firly Anisa sebagai salah satu penulis dalam bunga rampai, mengenai penonton yang tidak hanya mengkonsumsi tapi juga bernegosiasi, bahkan menjadi media itu sendiri.
Adzhan Maghrib menutup resmi diskusi, kami makan snack dan teh panas manis sambil beramah tamah. Yosie share proyeknya : buku ruang dan arsitektur Eko Nugroho menyambut peluncuran rumah baru Eko Nugroho, tentu saja buku tersebut disponsori oleh Eko Nugroho. Mirna mempersilahkan saya untuk berkunjung ke rumahnya di Nagan Lor, mengambil pepaya, yeah! Bersama Oming, Agni, Sita membahas Big Bang (yah saya baru tahu kalo Big Bang itu adalah boyband Korsel yang akan menggelar konser di ibukota). Agni bilang kalo gaya bicara saya kayak Farah Wardani, yah dia orang Yogyakarta yang kesekian kalo saya mirip Farah, heheh padahal sering juga ketemu Farah tapi saya jauh banget sama dia, ya iyalah dia Direktur IVAA. Ditambah Oming yang memberikan salam palsu dari Hilmi, wah ini mah jadinya kesenangan semu heheh.
Selanjutnya saya dan Kat menuju Bentara Budaya naik trans jogja, Andreiw memilih kembali ke KUNCI untuk istirahat. Malam ini kami berkunjung ke pameran Jejak jejak Sang Fotographer Kassian Chepas oleh Cahyadi Dewanto, sekaligus mengikuti diskusinya, Budi Darmawan pas di IVAA menyeletuk diskusinya bakal gak seru, tapi yah kami tetap berangkat karena nama besar Kassian Chepas. Masuk Bentara Budaya dan membaca pengantar pameran, wuahh lumayan kecewa karena tidak memamerkan karya Chepas, Cahyadi Dewanto memamerkan hasil penelusuran jejak Chepas mulai dari gereja tempat Chepas di baptis sampai kuburan Chepas, caption tiap frame pun gak memuaskan, huh. Diskusi belum dimulai, saya dan Kat ke Gramedia melihat beberapa buku yang menarik dengan harga yang mahal meskipun udah diskon. Kembali ke Bentara Budaya, diskusi sudah dimulai, Cahyadi Dewanto memaparkan sedikit latar belakang gagasan pameran, gak terlalu nangkep sih maksudnya. Wimo dengan lantang mengutarakan kekecewaannya, gagasan sangat menarik tapi proses pengerjaan dan eksekusinya tidak, Wimo memberikan beberapa saran sebagai anak MES56 yang budiman, tapi sayang seperti Cahyadi Dewanto tidak menerima dengan baik saran tersebut.
Saya dan Kat meninggalkan diskusi lebih awal, sudah jam 9 malam, kami pasti melewatkan trans jogja terakhir, mengucapkan sampai jumpa kepada Oming dan Sita, kami berjalan kaki ke shelter terdekat, yah kami benar melewatkan bis terakhir, akhirnya naek becak pulang, menyenangkan naik becak malam hari seperti berjalan santai tanpa beban. Tiba di KUNCI sudah ada Vinzhe dan temannya sudah datang, mereka juga menginap di KUNCI untuk melihat ARTJOG. Sebelum meninggalkan KUNCI, Dina menjadi ibu untuk Dekker, membersihkan tubuh Dekker pakai tissue basah dan memberi baby oil untuk mengeringkan lukanya, Dekker tampak sangat menikmati perawatan Dina. Dekker lalu tidur di tempat tidurnya, huhu Dina ibu yang tangguh!
Jumat, 27 Juli 2012
Setelah berfoto dengan Dekker dan pamer ke Erlin, jam 9 pagi saya dan Kat menuju UGM menghadiri peluncuran Etnohistori[dot]org. Kami sampai di Auditorium FIB UGM menemukan Hatib Abdul Kadir alias Negro sedang sibuk menyambut para handai taulan yang hadir. Jam 10 dimulai dengan sambutan dari Negro sebagai salah satu founder Etnohistori[dot]org, doi menceritakan sepuluh tahun yang lalu di Bonbin--nama kantin di Fakultas Sastra UGM sekarang menjadi FIB--menjadi situs penting berkumpulnya para mahasiswa mendiskusikan mengenai fenomena sosial politik budaya. Para mahasiswa tersebut dengan rutin mengadakan diskusi dan setelah mereka lulus tetap berdiskusi dengan media lain, maka lahirlah media tersebut : Etnohistori[dot]org.
"etohistori.org adalah kelompok kerja kolektif yang memiliki fokus terhadap kajian antropologi dan sejarah Indonesia, berbasis web, penelitian lapangan dan advokasi masyarakat."
Negro adalah kawan baik kami yang saat ini bertugas sebagai dosen antropologi Universitas Brawijaya, dan bulan depan akan memulai studi doktoralnya di USA. Bagi saya Negro semacam dosen idaman, bisa diajak diskusi sambil minum bir dingin bersama hehhe. Setelah peluncuran Etnografis[dot]com, Dr Pudjo Semedi memberikan kuliah umum mengenai "Etnografis dalam Penelitian Empiris". Dengan santai Pudjo menjelaskan etnografis yang menyejarah, mulanya antropologi dan sejarah dianggap dua ilmu yang tidak sejalan karena antropologi adalah ilmu tentang bangsa bangsa primitif--tidak mengenal literasi--yang kemudian dipatahkan dengan kenyataan bahwa bangsa bangsa primitif tersebut sudah melek huruf jauh sebelum hadirnya peradaban bangsa Eropa, maka antropologi itu historis, menyejarah. Untuk memahami suatu fenomena maka antropologi dan sejarah bergandengan tangan, setiap fakta sosial memiliki akar sejarah. Pudjo menekankan pentingnya membaca arsip dalam penelitian etnografis dan itu masih jarang dilakukan oleh mahasiswa, kita tidak hanya melihat keadaan yang sekarang tetapi juga melihat kebelakang. Satu pesan penting yang ditekankan oleh Pudjo : PRACTICE MAKES BETTER, mari terus meneliti dan menulis.
Kuliah umum yang mencerahkan berakhir jam 12 siang, saya dan Kat mengobrol dengan beberapa personel Etnohistori[org] : Astrid Reza, Gde Dwitya, dab Besthio Arsa, obrolan berlanjut ke Bonbin, kami makan siang bersama, Muklas pun bergabung. Di Bonbin yang sudah berubah menjadi agak kaku berkat renovasi, saya hanya bisa mendengarkan mereka membahas dunia tulis menulis yang terbilang menyedihkan di Indonesia (masalah tarif). Jam 1 siang lewat banyak kami kembali ke venue, melanjutkan sesi ke-3 : diskusi buku The Will to Improve karya Tania M. Li. Dengan narasumber Darmanto dan Luthfi (Sekolah Tinggi Pertanian Nasional), buku ini didapuk sebagai bacaan penting karena menjadi penelitian multidisplin tentang pengaturan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, duh buku ini berasa napol saya banget mengingat saya sekarang sebagai tenaga yang dikontrak oleh pemerintah sebagai tenaga pemberdayaan masyarakat. Tania mengkritik pihak donor, pemerintah, akademisi, dan tenaga ahli yang menginvasi masyarakat dengan proyek proyek yang malah menjatuhkan masyarakat tersebut. Darmanto dengan murah hati membagikan artikel panjang mengenai buku ini, yeah sejak awal dia menggebu gebu membahas buku ini. Oh iyah buku ini diterbitkan oleh Marjin Kiri--penerbit baru dari Jakarta.
me : kabar kakimu gimana?
andriew : hehehe. sama aja kayanya. esok mau pijet lg. btw aku titip pala ya di pasar. sama kain kasa buat perban. ntar ditumbuk bakal ramuan buat ditempel di kaki
me : wuaggg itu berarti parah..iyah nanti kita beliin di pasar plengkung
andriew : enggalah kalo parah. cuman katanya kelamaan ditangani jadinya ada darah mati ato beku yg kudu diancurin dgn ramuan pala har-har-har!
me : uuuh lega dengernya...
andriew : ta aku ke taman budaya bentar ama gita paling satu jam gitu mumpung ada dianterin pake mobil ni, ntar balik ke kunci lg kok
me : silakan silakan..kami masih sampai jam 6an di UGM
Jam 3 sore sesi The Will of Improve diakhiri, saya dan Kat berniat ke Social Agency, kami pun pamit dengan para personel Etnohistoris, tidak mengikuti sesi terakhir : diskusi buku "The Angel of Vision - Andi Achdian". Kami berjalan kaki menuju Jalan Solo. Sore masih cukup terik, menelusuri trotoar menuju batas kota, melewati deretan toko tekstil yang didapuk KUNCI sebagai jalur sutra, dengan bau kain yang segar ditambah aroma aneka ragam jajanan dalam gerobak gerobak yang berhimpit dengan trotoar, kami memasuki batas kota, melewati Museum Affandi yang sudah kembali dibuka, Yusuf Agency sudah tidak aktif, kami masuk ke Social Agency. Buku titipan Ajeng tidak tersedia, Kat membeli bukunya Negro yang berjudul Bergaya di Kota Konflik--skripsinya tentang anak muda di kota Ambon. Sore sudah tinggal sedikit, kami pulang ke KUNCI naik trans jogja, dan Kat baru sadar kalo buku yang barusan dibeli tertinggal di meja kasir, kami pun turun di shelter terdekat dan kembali berjalan kaki ke batas kota. Heheh Kat dan saya termasuk pelupa, lumayan sering meninggalkan barang di tempat umum, buku sudah kami dapatkan, dan alam semesta memberi kami hadiah penutup senja, langit menjadi visual yang teramat cantik, warna merah muda dan violet menari anggun. Kami kembali naik trans jogja.
Mampir ke apotek beli kain kasa lalu ke pasar plengkung beli pala dan tiba di KUNCI menemukan Dekker yang terkulai di sarangnya, ternyata tadi sian dia jatuh sakit, Dina segera membawanya ke dokter hewan, diagnosis sang dokter karena adanya bisul di perutnya membuat nafsu makannya hilang, huhu poor Dekker. Abis mandi saya keluar nyari makan, mampir dulu ke KKF, tadi Domi menginformasikan sedang mempersiapkan Kios Kaos--pasar tahunan KKF. Juga mampir ke Omah Buku yang berada di seberang KKF, sayang buku bukunya tidak ada yang menarik hati. Saya girang menemukan Moki dan Uma Gumma yang sedang men-display karya dan dagangan, saya lupa nama proyek kolektif mereka, ahh KKF dipenuhi barang dagangan yang asoy banget! Papermoon, Jahit Tangan, Simalakama, DGTMB dan Wok The Rock menata dagangannya dengan cantik rupawan, ahhh untung kios kaos masih dua bulan kedepan.
Setelah ngobrol dikit dengan Moki dan Uma Gumma, saya cabut ke swalayan beli susu untuk Andreiw, lalu tempe tahu penyet untuk makan malam kami. Nyampe KUNCI sigap melahap tahu tempe penyet sambil nonton filem yang direkomendasikan Kat untuk Design It Yourself Oktober mendatang.
Sabtu, 28 Juli 2012
Bangun cukup siang, jam 10 melangkah berkostum lari pagi ke rumah Mirna Adzania di Jalan Nagan Lor 19A satu lingkungan sama bekas kediaman MES56. Disambut oleh Mirna yang memakai daster dan memegang sapu, dia sedang melakukan tugas berumah tangga. Disambut juga Beca--anjing tua mereka--yang juga melakukan ritualnya : pipis di pohon pepaya heheh. Saya terkesima memasuki rumah limasan yang sangat nyaman, rumah lawas tanpa kamar kamar, legowo rasanya, kami menuju halaman belakang, wah ada anak dan suami Mirna : Kunyit dan Jaya yang sedang menikmati Lion King. Halaman belakang ada kebun pepaya, sumur, dapur semi-terbuka, kolam, dan tempat duduk duduk menikmati halaman belakang. Tidak lama saya memetik sejumlah pepaya yang adalah jenis rekayasa genetik keluaran ITB, menaruhnya di kantong plastik lalu pulang ke KUNCI heheh tidak sabar mau menyantap pepaya yay.
Potongan potongan pepaya segar masuk ke mulut saya, Kat, dan Andreiw, sementara Antariksa fokus menginterpiu Kat berkenaan dengan c2o library. Antariksa menawarkan untuk makan siang bersama di warung sebelah rumah KUNCI yang lama di Jalan Nagan Lor, Antariksa bersepeda santai dan kami bertiga berjalan kaki. Tempe goreng dan sayur asam manis udah terbayang lezat, kami pun makan dengan tenang nan lahap sambil membahas perkembangan seni rupa di Surabaya yang belum mumpuni dalam hal kurasi, kami sangat mendukung Andreiw Budiman menjadi kurator dan pengamat seni visual :D
Kenyang makan dan ngobrol, kami berpisah, Antariksa ke iCan, kami berjalan kaki menuju Taman Siswa, mencari toko kertas yang direkomendasikan oleh Ghandi : Multipratama. Berjalan kaki menembus alun alun selatan, masuk Jalan MT Haryono, kami putuskan naik becak untuk menikmati siang yang lumayan panas, turun di depan penjara, petunjuk via sms dari Ghandi tidak berhasil menemukan toko kertas yang dicari, saya menelpon Ghandi, ternyata lokasinya di dekat Karta Pustaka, kami berjalan kaki menuju Jalan Bintaran Tengah, tapi sampai ujung jalan gak nemu Multipratama, bertanya pada penduduk lokal, ternyata ada di tengah jalan, kami keluputan karena tulisan di papan nama sudah pudar. Multipratama sebuah toko kertas impor berada di gang di tengah Jalan Bintaran Tengah, Ghandi meyakinkan saya bahwa toko tersebut sangat terkenal di masyarakat setempat jadi tinggal tanya aja ke warga yang sedang nongol di jalanan.
Kami terkesima dengan toko terbilang kecil ukurannya tapi saya yakin omzetnya besar, menyediakan kertas impor, salah satunya paperbook, harga per rim ukuran hampir A0 sekitar 300ribuan, cukup puas dengan harga dan barang, kami membeli satu rim, perlu becak membawa paperbook tersayang ke KUNCI, Kat dan Andreiw turut kembali ke KUNCI, saya ke Taman Budaya Yogyakarta untuk melihat ARTJOG, hari ini adalah hari terahirnya. Hanya 10 menit berjalan kaki dan tiba TBY dengan wajah yang beda : jalinan bambu yang membentuk suatu habitat bagi seluruh makhluk hidup, di depannya ada gajah yang terkulai di tumpukan kelapa, saya buru buru masuk sudah jam setengah 4 sore, mampir di karya Papermoon, Krisna Murti, Tintin Wulia, Anang Saptoto, dan kegirangan masuk rumah hantu karya Angki Purbandono, belakangan Ogi bercerita mengenai pengalamannya melihat Angki mengerjakan karyanya di MES56, Angki menggunakan scanner untuk menghasilkan visual tengkorak yang menjadi bagian dalam tissue toilet, buah naga, buah pisang, ini mah serem serem seneng gituh. Menemukan patung karya Rega yang cukup nyempil dipojokkan, patung tubuh dengan kepala tangan : the hands feed me. Rangga menelpon mengabarkan sudah di depan TBY, saya pun berkeliling cepat melihat sekilas karya karya sembari mencari pintu keluar. Kami berdua menuju Jalan Cendrawasih.
Semalam Harrys mengabarkan bahwa common people mengadakan Melodi Senja #2 menampilkan Lampu Kota, Talking Coasty, dan Aureetthe di pertigaan Jalan Cendrawasih. Sudah jam setengah 5 sore saat kami tiba, ternyata baru akan mulai, wuihh kami tidak melewatkan apapun, bertemu kembali dengan Harrys, Arkham, Menus, Ogi, dan berkenalan dengan salah satu personel Lampu Kota yang saya lupa namanya. Aureetthe and The Polka Seeking Carnival memulai Melodi Senja #2 dengan tembang instrumental, yah sesuai dengan ucapan kawan kawan sebelumnya bahwa mereka kayak Beirut, dua alat tiup, ukelele, drum, perkusi, dan terompet kompak menghasilkan melodi dengan tambahan vokal yang apik, saya dan para penonton menyukainya! Talking Coasty menjadi performer yang semangat namun terlihat malas (karena pada puasa kayaknya tapi jadinya malah keren, malas yang keren), mereka bermain lebih santai dengan melodi surf pop yang cantik nan asjik dibanding tahun lalu saya melihat mereka untuk pertamakalinya di Hoarse Tour. Lampu Kota menjadi band pemakan senja, terngiang Stone Roses yang baru menggelar konser di Singapura, mereka menjadi semangat bagi Rangga dan kawan kawan lain menunggu Maghrib berkumandang.
Buka puasa dibuka pula dengan obrolan mengenai skena musik indie-pop di YK, Bandung, Surabaya, Malang, dan JKT, Arkham bercerita banyak karena saat ini di YK sedang banyak band yang patut didengar. Ada satu cerita yang menarik ala Dono Kasino Indro saat Arkham menemani Edson di YK beberapa tahun silam saat Harrys dan Ogis belum jadi anak indis heheh, Pelle Carlberg asal memesan makanan padahal doi vegetarian, dan mentertawakan kata "punggung" karena pung dalam bahasa Swedia artinya goyang dan gung artinya buah zakar, jadi punggung = buah zakar yang bergoyang. Berkenalan dengan Adit, mahasiswa tingkat akhir Ilmu Sejarah UGM, saya pun semangat share soal Etnohistori. Adit akan membuat penelitian mengenai gerakan indie-pop di kota besar di Jawa dengan menggunakan metode Sejarah Lisan, wah saya pun share buku Oral History yang sudah saya baca, dia juga kenal dengan Ary Amhir dan Ayos, wah semoga skripsinya tidak hanya selewat saja, yang mendalam ya!
Sudah mendekati jam 8 malam, kami meluncur kembali ke ARTJOG karena Rangga pengen liat, Ogi dan Arkham bergabung ke TBY. Kembali menikmati karya Khrisna Murti, Anggun, dan pastinya rumah hantu. Koko dan Isdi mengabarkan sudah di Bentara Budaya dan ternyata mereka tidak bisa berlama lama lagi menunggu kami, bataldeh bertemu duo warta jaya kesukaan saya. Kami menuju situs pameran selanjutnya : Bentara Budaya, pameran tugas akhir Iqi Qoror yang berjalan di ISI. Kami melewatkan ceramah pembuka oleh Djaduk, dan pastinya sambutan dari sang artis : Iqi. Kami langsung masuk ruang pamer, menemukan lukisan lukisan dengan ukuran cukup besar bergaya pop dengan isu kaburnya gender, pencahayaan yang kurang oke menambah ketidakpuasan saya atas karya Iqi, satu hal yang menarik adalah katalog pameran yang di-desain oleh Andreiw, saya sih belum baca isinya, baru mengintip saja. Kami bertemu dengan Oming, Oka, Kat, Andreiw, Bayu & Oki, tidak berlama lama di Bentara Budaya, kami lanjut ke KKF melihat Kios Kaos, Oming mengerti keletihan saya berkeliaran hari ini, saya memang turis amatir.
Labels--proyek kolektif Moki, Oka, Uma Gumma dan pemuda keren lainnya--masih menata karya, saya duduk saja sambil menikmati atmosfer kios dengan barang dagangan yang menawan hati. Saya mengajak Rangga untuk supper di Warung Senja, kami pun segera meluncur ke Tamansari, menemukan Warung Senja tanpa pengunjung, disambut sang pemilik warung--Muji Raharjo. Kami memesan nasi tahu bacem plus sayur sop, juga teh poci. Terkesima dengan properti lawas yang masih berfungsi, Muji Raharjo yang berusia 60-an suka bercerita mengenai kehidupannya, kami pun dengan senang hati sambil makan sambil ngobrol, menghabiskan semua makanan dan minuman yang kami pesan, saya ingin mengajak Koko & Isdi kesini. Menjelang jam 11 malam Rangga mengantarkan saya pulang ke KUNCI membawa pulang serta tahu bacem.
Minggu, 29 Juli 2012
bangun siang dengan hati yang biasa saja cenderung lemas, hari terakhir di YK, besok deadline laporan, gosok gigi lalu mengajak Kat ke toko roti Djoen Muda di Jalan M Sutoyo, kami membeli roti tawar, saya nambah pastry dan muffin, hehe maruk ya. Rasanya lumayan beda sama Djoen yang di Jalan A Yani, kalo Kat lebih suka yang Djoen karena lebih tawar, yang Djoen Muda berasa menteganya, saya suka semuanya! Siang yang lebih siang datang juga, berniat mencari makan di warung kemarin di Jalan Nagan Lor, karena Kat dan Andreiw gak makan, saya berjalan kaki sendiri kesana dan cukup kecewa karena sang warung tutup, untung masih ada pepaya dari Mirna, lumayan bisa makan siang buah pepaya dan muffin. Saya mampir ke [i:boekoe] lebih tepatnya ke Radio Buku yang berada di Jalan Patehan Wetan 3, dekat dengan alun alun selatan. Bertemu dengan Gus Muh--founder [i:boekoe] dan berkenalan dengan Virus (aduh namanya seram untuk diucapkan hehhe) yang baru sebulan menjadi penyiar sekaligus bagian produksi Radio Buku. Setelah mengupdate kegiatan masing masing di kotanya masing masing pula, Virus menyorongkan microphone, ehhh saya malah diinterpiu berkaitan dengan kegiatan c2o library. Hari ini Radio Buku libur, saya malah ngerepotin dengan datang berkunjung, jadi Virus merekam interpiu ini. Ya ampun saya belum mandi gini jadi malu berbicara hehhe, tapi ternyata kalau saya disuruh ngomong soal c2o library jadinya semangat banget meskipun belum mandi dan makan siang.
Siang akan segera habis, setelah interpiu dan berfoto di Radio Buku saya pamit ke Gus Muh dan Virus. Sempat share soal biaya kontrak, mereka mengontrak tempat ini seharga 13juta/tahun, dan membahas sedikit masalah kontrak rumah KUNCI yang naik dari 25juta menjadi 35juta, Gus Muh bilang kalau sang pemilik mengusir secara halus dengan menaikkan harga berkaitan dengan kasus pesta di KUNCI yang diprotes oleh pemuda kampung. Saya berjalan kaki kembali ke KUNCI, mandi, dan mengupas pepaya, Oming datang! Oming, Kat, dan Andreiw akan ke Lirshop untuk mengintip kelas menulis yang diasuh oleh Antariksa. Saya gak bisa ikutan karena jadwal meeting Indonesian Netaudio Fest. Oming ngasih tulisannya untuk saya baca, wuahh saya malu kalo gak bisa kasih kritikan.
Jude Ahmad--salah satu founder Soundrespect--datang tepat waktu jam 4 sore, menyusul Domi, Arie, dan Indra Menus. Sayang Wednes dan Hilman batal dtaang karena ada buka puasa bersama keluarga masing masing. Ini rapat offline kedua kami di KUNCI, karena lokasi Indonesian Netaudio Festival berubah dari Surabaya menjadi Yogyakarta maka susunan acara dan kepanitiaan akan berubah. Kami akan mengajukan proposal ke A Mild untuk membiayai pertunjukkan musik dengan panggung yang besar mengundang band band besar yang diliris via Internet macam White Shoes & The Couples Company, Bottlesmoker, Frau di JNM. Kami juga akan membuat pertunjukkan musik kecil macam YesNoKlub di Oxen Free. Diskusi, presentasi, dan workshop akan diselenggarakan di Kedai Kebun Forum. Satu hal penting yang terlontar oleh Wok The Rock adalah bahwa di Yogyakarta sama dengan Surabaya, lemah dalam hal pendanaan, jadi memang kita juga harus nyari duit buat bikin acara. Sewa tempat JNM sekitar 2 jutaan, kami juga akan menginap disana, harga terjangkau tipe backpacker. Festival akan diselenggarakan selama 3 hari : 16-18 November 2012. Kepanitiaan berubah, kawan kawan YK mengisi semua seksi.
Meeting selesai jam 7 malam, Kat dan Andreiw masih di Lir bertemu dengan Vinka, jam 9 malam kembali di KUNCI, bersama Oming kami lanjut makan malam di Ayam Bagor--rekomendasi dari Antariksa--yang berada di gang sebelah, Jalan Langenarjan KIdul, dengan membawa barang bawaan kami jalan kaki ke Ayam Bagor, saya pesan tempe dan telor penyet, Oming dan Andreiw juga sama karena ayamnya habis. Sambil makan sharing soal kelas menulis di Lir yang tepat guna dan hasil meeting Indonesian Netaudio Fest. Taxi pesanan kami sudah datang, saatnya pulang, Andreiw memberikan sedikit wejangan kepada Oming, saya memberikan pelukan sampai jumpa. Kami bertiga menuju Giwangan, jam 11 malam dengan bis Sumber Selamat menuju Surabaya, sepanjang perjalanan terdengar kata Austarfillah terucap berulang kali oleh penumpang di depan kami, yah seperti biasa bisnya ngebut.
Punkasila - Sumber Kencono
foto koleksi Hatib Abdul Kadir
Trimakasih atas kritikanya jika tidak bisa memuaskan semua pengujung pameran. Sesuai dengan tema pameran, tentu karya Cephas tidak dihadirkan. Dipameran berikutnya mungkin akan lebih baik lagi, semoga memenuhi hasrat para penikmat fotografi Indonesia karena penelitian masih berlanjut(njlimet) dan bukunya akan hadir dengan foto2 yang lebih lengkap. terimakasih, maturnuwun
BalasHapuswah mestinya kita ketemu yah di ugm soalnya saya juga hadir di etnohistori. tapi btw, setahu saya marginkiri bukan penerbit baru krn sejak 2006 pun saya sudah baca buku2nya
BalasHapuswah iyah..saya yang baru tahu tentang marjinkiri...makasih koreksinya :D
Hapus