Senin, 11 Juni 2012

c2o library & collabtive : retreat



c2o library & collabtive : retreat
Yogyakarta, 1-4 Juni 2012 


1 Juni 2012
Alarm adalah salah satu teknologi yang berguna untuk manusia yang sudah sering lupa waktu, alarm membuat saya tiba paling awal di Stasiun Gubeng, Erlin dan Arie menyusul datang, rombongan cipto (Kat, Andreiw, Dina, Gita) datang terakhir, kami bertujuh menuju YK menumpang Sancaka. Saya terharu dengan keberangkatan kami, ini adalah tur pertama c2o library & collabtive keluar kota, full team! Kami berasa akan retreat di YK, sudah tersusun rencana berjalan-jalan dan tidur nyenyak. Saya juga terharu betapa para cecunguks saling mendukung dan terus berjalan melakukan banyak proyek meskipun saya terkadang merepotkan mereka dengan sikap saya yang cenderung keras, lagi lagi saya sangat bersyukur bisa bekerja sama dengan mereka. Sepanjang perjalanan kami membahas kemungkinan-kemungkinan yang akan kami lakukan untuk proyek sejarah Kampung Bratang Gede. Jam 12 siang, Sancaka tiba di Tugu, Dina dan Gita dijemput masing-masing kekasih, kami berlima ke KUNCI naik trans jogja. 

Halte Trans Jogja di Malioboro memang terlalu kecil, karena banyak sekali peminat Trans Jogja yang naik dan turun di Malioboro. Rencananya kami akan turun di shelter SDN Percobaan, melewati VOX dan sempat melambaikan tangan ke Dimas--pemilik VOX--yang sedang berjalan kaki pulang ke rumahnya. Dari shelter ke KUNCI memang lumayan jauh, seharusnya kami turun di shelter SMP 7, heheh yah saya yang tidak terlalu hapal jarak. Tapi kami berlima dengan riang gembira berjalan kaki meskipun di beberapa belokan kami tersesat sedikit akibat saya yang tidak terlalu ingat jalan ke KUNCI padahal udah sering ke KUNCI. Chepas dan Acong menyambut kedatangan kami dan wow kami sudah disiapkan sebuah kamar yang nyaman dengan 2 kasur yang besar, pas banget buat kami berlima. Sekali lagi KUNCI adalah kantor sekaligus tempat tinggal yang nyaman karena menempati sebuah rumah tahun 60-an *sok tahu* yang besar dengan sirkulasi udara yang bagus, ada backyard juga loh! Kat pun tambah gembira dengan kembalinya sang botol minum berukuran super-besar kepunyaannya yang ditinggal di KUNCI.

Setelah menikmati sejenak kamar dan bermain dengan Chepas, kami berjalan kaki ke IVAA. Berdasarkan peta saya yang gak detil (saya memakai peta Yogyakarta Contemporary Art 2011), posisi IVAA berada segaris lurus dengan KUNCI tapi harus melalui banyak gang jadinya gak bisa lurus, kami berjalan kaki menelusuri Jalan Gamelan menuju Jalan Brigjen Katamso. Kat terlihat sangat gembira berjalan kaki tanpa membawa MacBook-nya, itu juga dirasakan oleh para cecunguks, yeah saat ini kami retreat. Menyebrang ke Purawisata dan masuk ke Jalan Ireda, dan tiba di IVAA disambut Melisa dkk. Setelah menghirup oksigen secara penuh, kami tur ke ruang arsip di lantai atas, dindingnya dibangun dari asbes dan terdapat AC di dalam ruangan yang terbilang tidak besar, disana tersimpan dengan rapih buku-buku terbitan IVAA, data-data seniman Indonesia, dan koleksi poster yang disimpan dalam brankas! Deasy menyusul datang, kami memilih untuk makan siang di warung andalan IVAA : warung eka, saat kami akan melangkah keluar, Farah baru datang, Yosie lagi cuti.

Menu siang ini: lotek. Bagi saya, gado-gado dengan lotek gak bisa dibandingkan, masing-masing punya ciri khas, lotek dengan lebih sedikit bumbu kacang mempunyai rasa yang cenderung asem (karena asem jawa kayaknya), gado-gado memiliki rasa bumbu kacang yang lebih berat tapi tetap asjik. Habis lotek, kami jalan ke percetakan Buana di Jalan Brigjen Katamso, nyampe sana cukup kecewa karena mereka tidak menyediakan kertas yang kami cari: paperbook. Kat menelpon Kanisius dan mereka menerima POD dengan kertas paperbook, dengan harga 850rupiah A3 bolak balik, yeah! Ethan bergabung dengan kami untuk destinasi selanjutnya : Kotagede. Kami bertujuh naik trans jogja, turun di shelter kehutanan. Sambil menunggu kehadiran Koko, kami tertarik masuk ke Balai Arkeologi Yogyakarta dengan patri kaca yang memamerkan image primitif. Ternyata kantor sudah tutup sejak jam 4 sore, kami pun meminta ijin untuk bisa melihat ruang display, berkat keramahan 2 pegawai, kami bisa menikmati materi presentasi penelitian mereka di wilayah DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur. Perpustakaan tutup jam 4 dan kami bisa mendapatkan rilisan berupa buku, jurnal, DVD mengenai hasil penelitian mereka, dan juga diinfokan mereka menyediakan mess secara gratis, gilak tumben banget nih lembaga pemerintah apik tenan hehhe. 

Koko datang dan kami siap berjalan kaki keliling Kotagede. Sore yang sejuk menemani kami menelusuri Jalan Kemasan lalu berbelok masuk sebuah gang kecil dan kami resmi masuk dalam labirin Kotagede. Jalan setapak dihimpit dengan ramah rumah-rumah yang sudah berdiri sejak era kolonial bahkan mungkin sebelumnya karena Kotagede adalah kota kerajaan Mataram. Keluar labirin (ada beberapa labirin di Kotagede) kami tiba di Pasar Legi Kotagede dan menemukan banyak penjual makanan yang menata dagangannya dengan molek. Kami hanya mengagumi tidak membeli, ternyata Lotek tadi siang memberi banyak energi. Masuk ke Jalan Mondorokan, kami berhenti di "Young Dress Making"--usaha jahit dan toko batik milik ibunya Koko, bangunan tersebut sebelumnya adalah rumah tinggal keluarga Koko. 

Kami lanjut ke labirin lainnya, disambut rumah-rumah "mewah" milik R Pesik--owner JNE. Maghrib datang, kami sejenak memandang Langgar Duwur yang menjadi salah satu cagar budaya, ada plakat dan signase-nya. Di Kotagede terdapat banyak signase mengenai situs-situs yang berada di Kotagede. Kami berkelana dalam cahaya muram, sayang tidak ada penerangan yang cukup di gang-gang Kotagede. Melewati kamar mandi untuk umum--salah satu situs--dimana air yang tercurah berasal dari sumber air di makam Panembahan Senopati. Wah kamar mandi umum bentuknya sederhana hanya bangunan kotak setinggi manusia tanpa atap, dan terdengar beberapa pria ngobrol sambil mandi bersama. 

Kami menuju situs "Between Two Gates", selepas maghrib kotagede sepi sekali, yah mungkin pada sholat dan mengaji seperti yang kami lihat saat memasuki situs tersebut. Karena Koko malu malu menceritakan sejarah situs ini, saya sok tahu menceritakan ke rombongan, situs ini adalah cluster tempat tinggal para pendukung Diponegoro, benar benar cluster yang unik. Kami kembali berkelana di labirin yang sepi, tidak ada warga yang berkeliaran diluar rumah, anak-anak apalagi, kami melewati 2 pemakaman umum, tambah memperkeruh suasana perjalanan malam ini, tapi seru! Keluar labirin, tur berakhir di "bubu", kedai minuman dan snack yang dikelola Koko dan keluarganya. Kami memesan susu dan langsung menegak habis kenikmatan sang susu, setelah berfoto bersama koko dan sang ibunda kami pamit menuju shelter trans jogja. Tujuan terakhir kami hari ini adalah KKF. 

Tiba di KKF, Antariksa dan Gita sedang FGD, kami beristirahat di lantai atas, kelelahan berjalan kaki 2 jam di Kotagede, ditemani mural terbaru yang memamerkan muka muka yang sering berseliweran di kedai kebun. Sedang ada seniman yang residensi, kebetulan adalah temannya Deasy, namanya Mulyana, dia seorang pria tambun nan ramah yang jago merajut! Kami pun mengobrol santai dengan Mulyana, tanggal 9 Juni 2012 adalah pembukaan pamerannya di KKF yang memamerkan sang karakter andalan ciptaannya : The MOGUS (Monster Gurita Sigarantang)--Sigarantang adalah nama marga sang monster gurita. Mulyana mengerjakan karyanya di KKF dan Papermoon, ahh pasti akan sangat menarik pamerannya! Mulyana dengan senang hati memberikan "The Mogus Colony" buku karyanya tentang The Mogus untuk menjadi koleksi c2o library, ahhh dia sangat manis. Mulyana menjelaskan dia ingin merubah pandangan mengenai monster, monster pun bisa sangat menggemaskan, kenapa gurita karena hanya dengan 2 tangan dia bisa menciptakan rajutan, apalagi dengan banyak tangan, dia seharusnya bisa lebih berguna bagi orang lain, ya ampun Mulyana jadi tambah manis :D

FGD berakhir, Antariksa mengajak kami masuk ke ruangan dan disuruh menghabiskan makanan yang tersisa, kami memang kelaparan dan langsung menggasak apa pun yang ada, saya makan kentang tumbuk dan salad, enakkk banget karena gratisan hehhe gak sih beneran enak. Alfan mengabarkan telah tiba di KUNCI tapi terkunci, abis makan dan membawa pulang snack yang tersisa, ya ampun kami memang tidak suka melihat makanan mubazir, kami juga membawa oleh oleh satu pak makan malam untuk Alfan. Berjalan kaki bersama (ditemani Antariksa yang naik mountain bike) ke KUNCI dan memberi makan Alfan. 

Antariksa mengajak kami berjalan kaki menikmati alun alun selatan, dengan semangat kami pun menikmati malam yang sejuk, tiba di alun alun cukup kaget karena masih ramai dengan anak muda, sudah lewat jam 12 malam saat itu. Alun alun ramai dengan hilir mudik semacam sepeda hias dengan lampu neon dengan karakter yang meriah macam doraemon, angry birds, hehehe memang menarik para wisatawan, bahkan mereka balapan dengan menggunakan sepeda tersebut, tempat duduknya bertingkat loh, alamak! Kami menuju tengah alun alun, mengamati sekelompok besar anak muda yang tengah mencoba berjalan kaki diantara 2 pohon bringin, jadi mitosnya adalah jika kita bisa berjalan kaki dengan mata tertutup melintas diantara 2 pohon beringin, maka cita cita kita akan tercapai, sayang tidak ada diantara kami yang mencoba, mungkin karena saya tidak punya cita cita. Kami lanjut berjalan ke arah benteng (plengkung gading) yang jadi salah satu spot nongkrong anak muda, mulai dari geng motor, geng sepeda, sampai kami geng pejalan kaki juga nongkrong di benteng heheh. Antariksa menunjukkan jalur berjalan kaki di dalam benteng, jalur tersebut sering dipakai untuk pacaran, wah pas matahari bersinar saya harus menelusuri benteng. Setelah cukup kenyang menikmati malam, kami melangkah pulang. 

Sebagai penutup hari adalah sesi mendengarkan hasil rekaman Punkasila terbaru dan masih belum di-mixing, kami pun senang gembira tertawa mendengar lirik Punkasila yang bertemakan bencana, judul lagu yang muncul adalah Pawang Sumber Kencono, Jembatan Suramadu, Lapindo, Salak Sukhoi, Molimo, Tsunami, Gempa Bumi, Asli atau Palsu, jumlahnya ada 13 lagu dan mereka gilakkk. Sambil mendengar kisah proses rekaman yang hanya dilakukan selama 7 jam, hahah gilakkk. Semoga ada keajaiban melihat Punkasila tampil :D 

2 Juni 2012
Karena semalam tidur nyenyak, saya bangun jam 6 pagi, begitu juga dengan cecunguks lainnya, ya ampun kami benar benar retreat. Kecuali Andreiw (doi mau ngerjain presentasi sore ini), kami bersiap-siap untuk berjalan kaki ke Nol Kilometer bergabung dengan tim greenmap pejalan kaki, pagi ini akan melakukan survei di Kauman dan Tamansari. Berjalan kaki dari KUNCI melintas alun alun selatan, mengikuti signase "Taman Sari", mengintip Pulau Cemiti yang menjulang anggun diantara pemukiman, melintas Jalan Ngasem, tiba di Jalan Nyai Ahmad Dahlan, masuk Jalan Ahmad Dahlan dan bergabung dengan Inu, Kurnia, dan Furi yang sedang duduk duduk di bangku di areal Nol Kilometer, meskipun kami tdak tahu letak situs Nol Kilometer, patokannya adalah perempatan Kantor Pos Besar. Karena masih menunggu satu peserta lagi, cecunguks minum teh panas di angkringan Malioboro, heheh kita berjalan kaki sejam hanya untuk meminum teh legitel di Malioboro. Kami mulai survei saat Baron datang, Inu dan Baron akan mengamati heritage, Furi mengamati fasilitas pedestrian, seharusnya saya mengamati flora dan fauna, karena gak paham flora fauna jadinya saya mengamati apapun yang menarik heheh. 

Rombongan secara alami terbagi dua, cecunguks dan Puri masuk ke Kauman, sementara Inu, Kurnia, Baron menyusuri Jalan Ahmad Dahlan. Wah begitu masuk Kauman melalui gang-gang labirin sempit yang aduhai, terpukau dengan rumah rumah kolonial yang terawat dan lalu lalang para penghuni yang dengan ramah menyapa kami, bahkan ayam kate piaraan pun terlihat senang dengan kedatangan kami. Melihat sebuah mushollah yang apik, dan menemukan banyak image Muhammadiyah, yah iyalah Ahmad Dahlan kan pendiri Muhammadiyah. Kauman bagaikan Kotagede, seperti daerah yang khusus, yah memang khusus tempat tinggal kauman (para ulama dan santri kraton) yang lokasinya tepat bersebelah dengan kraton. Kami berhenti karena terpukau dengan sebuah tanaman rambat yang berbuah seperti kapri dan berbunga warna ungu, pemilik rumah pun menyahut kami dan bercerita mengenai sang tumbuhan. Pemilik rumah bernama Bude Sri dan keponakannya Rani bercerita mengenai kecintaan mereka terhadap sang tumbuhan, saat subuh dan mulai membuka pintu dan jendela, harum bunga sang tumbuhan sangat menyegarkan. Bude Sri menjelaskan bahwa Kauman ditinggali oleh ulama dan santri beretnis Jawa, Kauman dapat ditemui di YK dan Solo dimana terdapat kraton, memang berbeda dengan Kampung Arab meskipun sama sama kawasan pemukiman masyarakat muslim. Kami lanjut berjalan kaki melewati sebuah pesantren putri yang menempati rumah kolonial dengan pendopo, asjik banget, para santri putri pun melirik melihat rombongan kami berjalan kaki yang mirip turis kebanyakan. Di suatu gang yang apik kami juga berhenti sejenak menikmati jualan dari Tuminah--seorang penglaju asal Bantul--yang sudah berjualan jenang gempol di Kauman selama 20 tahun. Saya dan Puri membeli jenang gempol (jenang dan bulatan putih dari tepung beras diberi kuah santan) seharga seribu rupiah, saya juga beli setup jambu dan susu kedelai seharga lima ratus rupiah, ya ampun murahnya. 

Di sepanjang gang tempat kami membeli jenang gempol terdapat lampu lampu taman (cantik tapi cukup aneh berada di dalam kampung) dan sebuah bangunan kolonial yang cantik dijadikan sebagai rumah dan toko. Kami juga menemukan plakat "batik handel - H. Moeh", Puri cerita bahwa warga Kauman di masa lampau memproduksi batik, namun sekarang tidak lagi. Wah pasti banyak kisah yang menarik di Kauman, saya pun menebak nebak kehidupan kauman di masa lampau, begitu ajegnya. Kami berpapasan dengan kelas tapak suci, ternyata sang guru adalah mahasiswi arsitektur uii dan tahu mengenai greenmap, wah kami pun mengobrol mengenai keindahan Kauman. Dengan semangat kami kembali menelusuri gang gang cantik dengan bangunan kolonial tropis yang apik, menemukan seorang wanita tua yang menjual gudeg, tak kuasa untuk tidak membeli, saya membeli satu porsi gudeg seharga 3000 rupiah sambil bertanya tanya singkat ke sang ibu tua. Kami melihat sebuah poster di papan pengumunan (di YK papan pengumuman sangat berfungsi sebagai media warga, ditempel poster kegiatan yang berhubungan dengan warga dan surat kabar harian, dan warga membacanya, di Surabaya yah beda, papan pengumuman di kampung kampung tidak berjalan), poster tersebut memamerkan kegiatan Komunitas Blusukan Kampoeng yang telah melakukan trip blusukan di Kauman, memang Kauman diarahkan sebagai kampung religi sekaligus kampung wisata. 

Kamu melangkah keluar dari labiran indah Kauman, menuju Jalan Ngasem, Inu dkk sedang makan di Pasar Kuliner di komplek Taman Sari; Desta memberi kabar akan menyusul bergabung. Kami makan bersama di Pasar Kuliner, saya makan gudeg yang tadi beli di Kauman, Erlin makan nasi campur, Kat dan Arie makan kupat tahu sama kayak Kurnia dan Baron. Gudeg-nya enak, kupat tahunya terlihat sangat manis dengan banyak kecap dan potongan tahu tempe bacem, testimoni Ari : saya berasa makan teh manis (hehhe saking manisnya sang kupat tahu). Lepas makan, kami menuju Pulau Cemeti (Taman Sari dahulunya dibuat seperti pulau, dikelilingi oleh danau, sekarang danau berubah menjadi pemukiman dan pelebaran wisata Taman Sari), situs tersebut yang paling terlihat karena memiliki bangunan yang tinggi sekitar 3 lantai. Cukup ramai wisatawan yang datang karena menjelajahi situs ini adalah gratis. Desta menyusul datang bergabung dengan kami, destinasi selanjutnya adalah masjid yang juga kuno dan menjadi bagian dalam kompleks Taman Sari, saya lupa gak nanya nama masjidnya, Ary Amhir pernah menulis tentang masjid tersebut. Dengan memberi uang sukarela di sebuah kotak kardus sebagai tanda masuk, kami terpukau oleh tangga yang bertangan lima, mungkin mewakili 5 huruf dalam konsep ISLAM, dinding masjid yang tebal dan atap terbuka membuat udara sangat nyaman dalam masjid. Inu sempat ngobrol dengan penjaga masjid, terutarakan masalah pemugaran masjid yang kurang tepat. 

Keluar masjid kami masuk ke terowongan disambut oleh alunan musik syahduh sekelompok pengamen, mereka membawakan "adele - someone like you" dengan tempo yang lebih lambat dari aslinya, bass betot dan gitar akustik serta vokal yang datar mengantar kami menelusuri terowongan yang ikut ikutan melambat. Keluar terowongan disambut oleh segerombolan anak muda yang sedang memproduksi filem. Destinasi terakhir kami adalah Taman Sari. Inu mengajak kami melewati pintu samping alias masuk kampung, gak lewak pintu masuk karena akan dikenakan biaya masuk 3000 rupiah, yah gak mahal sih tapi kalo ada yang gratis kenapa gak. Kami blusukan di kampung, mampir ke sebuah rumah yang berubah menjadi ruang display dan workshop wayang kulit, menikmati sang artisan yang membuat pola diatas kulit kerbau yang memang tebal, indahnya! Tidak lama kami tiba di mulut gerbang samping Taman Sari, banyak wisatawan disana, mata langsung terarah ke ruang yang lain, ruang yang memancarkan warna biru muda yang cantik, itulah Taman Sari, wew. kami menuruni anak tangga dan tiba di depan 3 kolam yang cukup lebar namun tidak dalam, air bersih warna biru muda, muda banget! Dahulu di kolam tersebut para selir berendam kemudian sang sultan memilih salah satu selir untuk mandi bersamanya di kolam pribadinya, itu yang saya dengar dari seorang guide berbahasa Inggris. 

Mendekati tengah hari, para cecunguks pamit duluan dengan rombongan greenmap, Desta mengantarkan kami berjalan kaki sampai gerbang keluar, dia berpesan untuk mampir ke Warung Senja--warung wedang andalannya--dimana sang pemilik memiliki kisah yang menarik. Kami berjalan kaki pulang ke KUNCI, melewati Warung Senja yang belum bergeliat, mmm memang tampak nyaman. Kami mampir ke [i:boekoe] yang berada di dekat alun alun selatan, Jalan Patehan wetan 3, ternyata belum buka, terpampang di pintu, buka jam 12 siang, saya pun mencoba masuk lewat pintu samping, dan sudah ada sang karyawan--cewek berjilbab--yang dengan ramah mempersilahkan kami masuk lalu segera membuka pintu masuk utama. [i:boekoe] adalah perpustakaan yang kebanyakan koleksinya sastra berteks bahasa Indonesia--hal yang bagus untuk menarik pembaca yang lebih luas. Setelah berkeliling mengamati koleksi [i:boekoe] kami pamit dan tiba di KUNCI dengan riang gembira. Andreiw tengah tekun menyelesaikan presentasi DIY, Kat dan Arie menyusul membantu, sementara saya dan Erlin sudah berencana akan berjalan kaki lagi nanti sore :D

Dina datang, Chepas pun "bersuara"...ohhh ternyata Dina adalah jawaban atas kegalauan dan ketidakbergairahan Chepas. 

Setelah santai santai santai hingga sore datang, kami mandi, wuahh air di YK itu masih bagus, gak kayak di Surabaya, jadi abis mandi pasti seger! Karena presentasi DIY belum selesai dibuat, hanya saya dan Erlin yang jalan jalan sore, tujuan kami adalah Papermoon, berdasarkan peta saya yang gak detil, Papermoon cukup dekat, mulailah kami menuju alun alun selatan (sebenernya Antariksa udah pernah kasih petunjuk jalan dari KUNCI ke Papermoon, saya langsung lupa). setelah keliling alun alun untuk memilih gang, saya yang memimpin jalan hhehe sok ya, memilih salah satu gang dan ternyata nyasar gak nemu -_- . Akhirnya kita malah balik masuk ke KUNCI alias muter muter gak jelas. Bertanyalah saya kepada seorang tukang becak, dia langsung memberikan arah yang sangat jelas, kami mengikuti petunjuk dan voila! Kami menemukan Papermoon dengan mudah, ealahhh deket banget sama KUNCI. Dari pagar yang rendah terlihat beberapa orang sedang sibuk membuat properti untuk puppet theater, kami pun mengetuk, meminta ijin berkunjung, seorang wanita muda dengan senyum membuka pagar dan mempersilahkan kami masuk. 

Kami pun berkenalan dengan Amanda, Ria, Iwan, Beni, dan 2 personel lainnya yang saya lupa namanya. Ria sibuk menata bunga yang akan jadi dekorasi pernikahan temannya, Amanda memotong kain, Beni merangkai boneka, Iwan membuat karya untuk dipamerkan di Denpasar. Papermoon sedang sibuk mempersiapkan pertunjukkan Mwathirika di IFI Bandung, 15-16 Juni 2012, pertunjukkan perdana sebelum mereka tampil di New York. Amanda memperkenalkan Tupu--karakter utama--seorang bocah laki-laki yang terlihat sangat bebas, matanya yang hitam membuat kebebasan itu nyata, bebas bergerak, bebas berpikir, membuat hidup itu sederhana, hehehhe. Kejutan untuk kami adalah saat Amanda memainkan Tupu, wuahhh berasa hidup banget, saya sampai menganga. Amanda dan Iwan menjelaskan singkat teknik yang mereka pakai, saya lupa namanya karena dalam bahasa Jepang, teknik tersebut sudah tidak populer lagi karena terbilang lawas seperti teknik wayang di Indonesia. Teknik yang dipakai oleh Papermoon adalah sang boneka dan sang pemain sama-sama bermain peran, jadi dua-duanya adalah bintang pertunjukkan. Amanda memperbolehkan saya bermain bersama Tupu, diajarkan pula caranya, wuahh ternyata yah susah tapi seru seru seru. Kami juga diperkenalkan dengan Moyo--kakak Tupu, aduh rasanya malas meninggalkan tempat ini, tapi anak-anak Papermoon sedang sibuk, kedatangan kami memperlambat kerja mereka, dengan riang gembira kami pamit dan berharap bisa menghadiri pertunjukkan mereka di Bandung. 

Berjalan kaki dengan ceria seperti makan coklat saat kelaparan, dalam singkat waktu telah sampai di KUNCI, bertemu dengan Aga yang akan menghadiri presentasi kami sore ini, karena belum dimulai, kami mengajak Aga untuk melihat sekelompok pemanah latihan di lahan kosong dekat KUNCI, kami bertiga berjalan kaki kesana, dan waw para pemanah sedang latihan dengan santai, sumpah santai gituh, sambil makan dan minum, dan pastinya ditemani derai canda tawa, hehhe sebelumnya udah kebayang keseriusan dalam latihan tersebut karena Antariksa menceritakan kelompok pemanah bergaya mataraman lengkap dengan kostum saat memanah, serius kan. Ternyata mereka memakai kostum mataraman saat pertandingan, saat latihan memakai kostum celana pendek dan kaos. Erlin melontarkan beberapa pertanyaan kepada sekumpulan pemanah yang sedang duduk menunggu giliran untuk memanah, bertanya mulai dari pembuatan busur panah dan anak panah sampai ke pertandingan. Satu hal yang khas adalah busur panah dan anak panah dibuat sesuai dengan proporsi tubuh sang pemanah, jadi sifatnya personal banget huhuhu. Bram mengabarkan sudah tiba di Plengkung Gading, saya menjemputnya, dan kami semua ke KUNCI untuk memulai presentasi. Rangga juga sudah tiba di KUNCI.

Sore sudah makin tipis saat kami memulai presentasi, dibuka oleh Dina sebagai tuan rumah, dilanjutkan oleh Arie Kurniawan sebagai moderator, Kathleen memulai presentasi mengenai Design It Yourself--salah satu proyek kami semacam design conference di Surabaya--dengan memaparkan latar belakang dan proses kami mempersiapkan Design It Yourself, Andreiw melanjutkan presentasi mengenai pelaksanaan dan respon terhadap Design It Yourself. Kawan-kawan yang datang memberikan masukan terhadap kegiatan kami secara keseluruhan yang terbilang padat, sambil menikmati teh hangat dan camilan. Dina menutup presentasi karena sudah waktunya makan malam :D 

Kawan kawan tersayang kami : Indra, Pundi, Muklas, dan juga Pak Yus juga datang ke KUNCI, kami pun berjalan kaki bersama ke Kedai Kebun untuk makan malam dan ngopi. Menu malam ini bernada vegetarian, Rangga memesan terong, Erlin dan Andreiw pesan tempe grill, Arie pesan nasi goreng KKF, dan tidak lupa kami pesan air putih KKF, gratisan soalnya hehhe. Saya pesan Plecing Kangkung, sebagai makanan pembuka kami disuguhi bubur mutiara merah putih (gratisan juga) dalam rangka selamatan Kedai Kebun memiliki manager yang baru. Makan sambil menikmati mural di dinding KKF, ada mukanya Dina, Gita, Sandy, Wimo, dan muka muka orang yang sering berseliweran di Kedai Kebun, saya lupa nanya ke Dina siapa yang bikin muralnya. Sandy datang bergabung dengan kami. Setelah puas menikmati makan malam vegetarian, kami berjalan kaki pulang ke KUNCI. Kat bersama Muklas, Pak Yus, Indra, dan Rangga ke Literati--sebuah perpustakaan yang juga menampung koleksi filem hibah dari Kinoki. 

3 Juni 2012
Menikmati bangun pagi jam 6, jadwal kami pagi ini adalah menelusuri kampung-kampung yang berada di bantaran Kali Code, pagi ini juga ada jadwal survei greenmap pejalan kaki tapi saya absen. Para cecunguks sudah pada siap berjalan kaki, Deasy bergabung, Andreiw datang dari menginap semalam di tempatnya Iqi, menyusul Antariksa datang jam 8, kami bertujuh berjalan kaki menuju Kali Code yang berada di Kelurahan Prawirodirjan lewat Jalan Gamelan, Jalan Brigjen Katamso, dan Jalan Ireda. Ternyata saya sudah pernah melewati kampung-kampung di kelurahan tersebut, bersepeda menuju Jalan Taman Siswa, rute tersebut adalah jalur alternatif untuk sepeda. Salah satu yang saya sukai di YK adalah adanya signase jalur alternatif untuk pesepeda, jalan tikus lah. Kali Code berarus cukup deras, terbilang bersih (yah masih ada sampah juga sih) dan tidak bau! Kampung-kampung di kelurahan tersebut juga apik, rumah-rumah menghadap kali, banyak pohon peneduh, pakaian yang dijemur menambah semarak kampung, anak-anak bermain bola di "pulau" yang terbentuk karena timbunan pasir letusan Gunung Merapi, banyak tanaman rambat sebagai peneduh, nyaman! 

Kami kembali bertemu Jalan Brigjen Katamso, masuk ke kampung Gejayan, melewati rumah tinggal berarsitektur gereja katolik, di pintu gerbang tergantung tulisan ullen sentalu--wah teringat museum ullen sentalu yang belum saya tandangi. Kami berhenti sejenak di teras rumah milik warga. Lanjut berjalan kaki di bawah jembatan Sayidan, keluar di Jalan Mas Suharto, menyebrang dan masuk ke kampung Juminahan--Antariksa melakukan proyek sejarah kampung Juminahan. Memasuki rusun di daerah Jagalan, Antariksa disambut oleh warga lokal, mereka memanggil Antariksa dengan panggilan akrab: Mas Jenggot. Rusun ini diperuntukkan untuk keluarga "miskin" yang digusur dari bantaran Kali Code, harga sewa hanya 5ribu per bulan, rusun berlantai 5 juga disewakan untuk umum, sekitar 200ribuan, khusus keluarga. Bersama salah satu warkamsi : Anto Petek yang aktif di sanggar melatih anak-anak mengenang kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan bersama Antariksa, sambil menegak es teh. 

Kembali menelusuri Kampung Juminahan, melewati sebuah rusun yang berada di sisi kiri kami, terdengar berlangsung lomba menghafalkan pancasila, heheh cukup lucu mendengar anak2 melafalkan pancasila dengan intonasi yang beragam. Di sepanjang jalan setapak ditemukan shelter dengan tanaman peneduh, wilayah bantaran Kali Code berusaha di-percantik oleh pemerintah kota. Kami berkunjung ke perpustakaan yang dikelola oleh seorang warga (lupa namanya), asjik2 koleksinya, ada "1984 - George Orwell" terbitan Bentang. Kami beristirahat lagi duduk-duduk di "pagar" bantaran kali yang ditinggikan sejak bencana Gunung Merapi (jalan setapak menjadi berpasir karena limpahan pasir hasil erupsi Gunung Merapi), jadi di sepanjang gang kampung terdapat banyak bangunan yang berfungsi sebagai tempat duduk, wah itu belum ada di kampung-kampung yang berada di sepanjang Kali Surabaya, Kali Jagir, dan Kalimas. Salah satu jargon yang apik saya temukan di kampung ini : "Tanggap Sasmitaning Jagad". Antariksa menceritakan bahwa warga kampung setiap menjelang tujuhbelasan, para warga inisiatif memural dinding tanggul dan membuat lomba di sungai, disini sungai benar-benar menjadi bagian dari kehidupan dan budaya mereka. 

Kami tiba di bawah jembatan Kewek, wah saya sering melewati jembatan ini, dan baru kali ini berjalan kaki di bawah jembatan, lalu naik tangga yang terjal untuk mencapai jalan besar, kami harus menyebrang untuk masuk ke sisi Kali Code lainnya. Kami masuk ke Kampung Ledok, melewati sebuah rusun yang lebih besar ketimbang 2 rusun yang kami lewati sebelumnya (wah ada 3 rusun di sepanjang Kali Code). Menuju Gondolayu, perjalanan makin berat karena jalan setapak tertutup timbunan pasir, wah ini bagaikan outbound di dalam kota! Kami sudah berada di wilayah utara, banyak rumah yang berada tepat di bantaran Kali Code rusak tertimbun pasir akibat erupsi merapi tahun 2010 lalu. Kami tiba di gundukan pasir, melihat beberapa warga tengah bekerja bakti membuat tanggul di KaliCode, ahhh rasanya pengin ikutan nyebur ke kali, tapi ternyata cukup dalam, sekitar pinggang orang dewasa, dari sisi kiri kami melihat museum Romowangun dan rumah-rumah hasil karya beliau, selain itu logo McD yang menjulang tinggi, kami menuju kesana. Tiba di Jalan Jendral Sudirman, melewati Jembatan Gondolayu, turun ke bawah masuk ke kampung lagi. Deretan rumah bermaterial bambu menyambut kami, wah ini salah satu hal hebat yang saya lihat, rumah bambu di kota! Antariksa mengisahkan memang bambu sangat kuat namun beberapa warga setempat masih gak yakin membangun rumah dengan materi bambu. Terlihat signature arsitektur Romo Mangun, sama seperti yang saya lihat di Sendang Sono, bangunan dengan atap yang lancip (atap sampai ke bawah, bangunan terlihat seperti segitiga. Tengah berlangsung acara selamatan (aqiqah), para warga dengan santai berkumpul di balai RT, makan nasi urap dkk, Kami menuju museum Romo Mangun melewati jalan yang gak normal, berjalan kaki di bawah bangunan, merangkak, hehhe trip yang aneh. Ternyata museum adalah hasil kerja dari rotary international, isinya perpustakaan, tapi sedang tergembok, kami menikmati sejenak Kali Code dari lantai atas, membayangkan apa yang bisa dikerjakan di bantaran kali di Surabaya. 

Dan trip jelajah kampung di bantaran Kali Code resmi berakhir! Antariksa menawarkan kami untuk bertandang ke sebuah gereja katolik hasil karya Rawamangun yang berada di daerah Jetis. Kami pun mengangguk setuju dengan semangat! Kembali melewati jembatan Gondolayu, melewati Hotel Santika, Deasy naik trans jogja kembali ke KUNCI karena harus segera membalikkan motor pinjaman. Sisanya kami berenam masuk ke sebuah gang hijau karena kedua sisi tembok bercat hijau dengan beberapa tanaman peneduh. Keluar gang menemukan monumen Tugu dan masuk ke Jalan AM Sangiaji, melewati hotel pop! yang cukup aneh, tiba di halaman gereja Santo Albertus Agung di Jalan AM Sangiaji no 20. Mengamati relief pohon dan burung karya Romo Mangunwijaya, lalu masuk ke dalam gereja. Antariksa menjelaskan arsitektur gereja yang minimalis namun kuat dan dapat dipindah, Romomangun memaksimalkan cahaya yang bisa masuk ke dalam ruangan, kursi panjang untuk para jemaat juga apik, kami berisitirahat sejenak disana karena misa siang telah usai, sudah jam 12 siang, wah berjalan kaki selama 4 jam yang memukau, salah satu rute berjalan kaki yang hebat! 

Kembali ke KUNCI naik trans jogja, turun di shelter Purawisata dan berjalan kaki menuju warung Putra khas masakan Bali andalan anak2 KUNCI. Pesan nasi jinggo, ayam betutu, plencing kangkung, wuah pedas nan enakkk. Arie Mindblasting mengabarkan sudah tiba di KUNCI, saya duluan pulang dan menemui Arie, kami akan meeting Indonesian Netlabel Union Fest jam 1an. Saya buru buru mandi dan rombongan hujan! rekords datang, wah terharu mereka datang full team : gilang, iqbal, yuga. Hal yang sama yang dilakukan oleh para cecunguks, kami full team keluar kota untuk liburan dan sedikit bekerja. Kami meeting di ruang tengah, di backyard matahari masih terik. Saya cukup grogi membuka meeting karena jujur saya tidak paham benar mengenai netlabel, saya hanya penikmat. Sementara itu Arie dan Erlin pamit meluncur pulang ke Surabaya bersama Deasy naik bis, retreat kami berakhir hari ini :D

Kami mulai membahas dari konsep acara, diputuskan dilakukan 2 hari dengan rangkaian bazaar, diskusi, screening, workshop radio online, dan pertunjukkan musik dengan memakai 2 venue : c2o library dan ORE. Tanggal pelaksanaan 16-17 November 2012, semoga belum musim hujan deras, tetap dilangsungkan di Surabaya karena konsep festival bisa dilakukan di kota mana saja, tidak peduli tingkat kepopuleran netlabel. Nama acara pun berubah menjadi Indonesian Netaudio Festival, konsep Netaudio dipakai karena lebih luas cakupannya ketimbang Netlabel, Netaudio mencakup semua aktivitas music file-sharing di Internet baik yang dilakukan oleh netlabel maupun individu. Indonesian bukan Indonesia karena festival ini untuk netlabel Indonesia, itu ide dari Wok The Rock. Bagi saya meeting berlangsung cukup tegang tapi tetap nyaman, tegang karena saya yang grogi harus siap melakukan yang lebih baik untuk persiapan festival ini mengingat kemampuan management saya yang pas-pasan. Tiba-tiba Moki datang ke KUNCI memberikan beberapa komiknya, wuahh makasih Moki :D. Domi menyusul gabung dan bersedia membantu menangani publikasi. Meeting offline pertama kami berakhir sekitar jam 7 malam, rombongan hujan! rekords menginap di rumah Domi, mereka lanjut makan malam di Raminten, para cecunguks tidak ikutan karena kami akan ke iCAN. 

Kami jalan kaki ke iCAN jam 8, nyampe sana rame banget yang datang, tengah berlangsung pemutaran filem dokumenter karya mahasiswa ISI, kami berempat duduk di paling depan karena bagian belakang udah sumpek. Kami melihat 2 filem tentang misteri Trowulan dan Backstage. Wah saya beruntung sudah keliling Trowulan, jadi pengen bertandang lagi. Dalam Backstage, Wok The ROck menjadi salah satu narasumber. Karena mengantuk (abis meeting netlabel saya ngantuk banget) kami pindah ke ruang kerja iCAN, ada Antariksa disana, saya dipersilahkan tidur di ranjang sofa yang nyaman, dan 5 menit kemudian sudah tertidur hehhe. Sebelum tertidur sms Ari :

me : naik bis apa? gimana keadaan kalian?
arie : Mira, aku ikut ke sby..hari selasa aku harus ketemu temanku soale & acarae sodaraku dah selese jam 4 tadi :D
me : kabarnya erlin gimana, ini kan pertama kalinya dia naek bis ekonomi?
arie : meme baik2 saja kok ta..kalian ati2

Terbangun sekitar jam 10 malam dan bergabung dengan Kat, Andreiw, dan Alfan mendengar dongeng Antariksa mengenai aktivitas mahasiswa era 90-an, Antariksa tergabung dalam lembaga Pers Mahasiswa UGM, dia malah jadi pentolan, setelah itu dia jadi kontributor Pantau dan meningkat karier-nya sebagai seorang jurnalis saat menjabat ass editor "Latitude"--sebuah majalah antropologi populer bertekt bahasa Inggris berbasis di Denpasar. Latitude banyak mengajak para Indonesianist ternama untuk menjadi kontributor, materi tulisan yang ajaib ajaib di Indonesia, misalnya "hotel sapi"--tulisan mengenai perjalanan perdagangan sapi dari Bali ke Jawa, para sapi sering bermalam dan menghilangkan stres di "hotel" supaya kualitas daging tetap terjaga. Kami tidak pernah bosan mendengar kisah-kisah konyol dan heroik yang dilakukan oleh Antariksa dan kawan kawannya, saya cukup iri melihat kondisi saya saat mahasiswa, tidak terlalu berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan apalagi berguna bagi bangsa. 

Jam 1 pagi kami pamit duluan, Antariksa masih melakukan beberapa korespondensi, dia lebih sering bekerja di iCAN ketimbang di KUNCI karena disana lebih tenang dan tidak terlalu banyak orang lalu lalang seperti di KUNCI. Kami berjalan kaki menembus angin malam menuju KUNCI. 

4 Juni 2012
Terbangun sekitar jam 8 lewat banyak oleh kicauan banyak burung, entah burung apa, sikat gigi, lanjut bikin teh tubruk dan online :D

Erlin: kok online! ga jalan2?
me: wuahhh ini baru bangunn
Erlin: hahaha, kmrn sampe malam?
me: habis meeting kemarin kita hanya jalan2 ke iCan...liat pemutaran filem dan ngobrol sama antariksa. perjalanan kemarin cadas gak? kan naik Mira :D
Erlin: wkwkwkkwkw dangdutan lumayan seru liat yang jualan, ada jual nasi ayam panas, ntu nasi bungkusnya di taruh di lengannya ari untuk nunjukkin panas karena ari di kursi lorong asik sih naek bis, tp mungkin laen kali jangan yang selama yogya sby 8 1/2 jem! pantat sakit
me: hahah kadang2 cukup ganggu sih dengerin dangdutan sepanjang jalan hehe
Erlin: ga selalu kok
me: karena kalian perginya pas daylight jadi lebih lama, kalo malam 7 jam 
Erlin: cuman kalo pas nyampe di stasiunnya dan yang ngamen suaranya mayan2 juga, cukup menghibur overall wkkwkwkw 
me: yah murah meriah banget yah Mira heheh
paling nanti aku jalan kaki keliling benteng, belum ada rencana jalan kaki ke mana
Erlin: ga jadi jalan liat kampung sama antariksa?
me: cuma malam ini ke ledhok timoho liat acaranya kunci
ahh gak ada rencana jalan kaki sama antariksa
Erlin: hari ini aku kirimin foto cergamboree yang aku foto last daynya, ya dikit2 lah, buat nambahin. lah, kalian pulange kapan?
me: upload yah biar keren heheh
Erlin: pas midnightan gitu ya?
me: aku pulang duluan, jadi dari timoho naek busway ke giwangan jam 8 malam, kat dan andreiw pas selesai acara, aku ada meeting jam 9 di sidoarjo, jadi harus nyampe surabaya lebih pagi
Erlin: oohhh okeh okeh ...ya wes, saya bekerja dulu, nikmati yogya dengan hati yang nyaman!
me: wah pasti!

Jam 10 Eka datang menemani Alfan yang akan pulang ke Surabaya nanti sore naek bis. Kami makan siang di tempat favorit : warung makan khas bali Putro. Lagi-lagi saya dan Kat pesan plecing kangkung yang pedas nan enankkk, ya ampun tuh kangkung lombok bisa begitu chewy, kami di YK malah lebih sering makan makanan Bali Lombok. Abis makan, mengurus persiapan meeting besok pagi di Sidoarjo, pasti saya akan lagi lagi dimarahin sama tim karena sering jalan sendirian tanpa intens berkoordinasi. Dimas datang menjemput Alfan, mengantar ke Giwangan. Rully datang mencari Wok, wah kedatangan sang vokalis handal dari band mistis : Zoo. Setengah jam kemudian menyusul Wukir datang, wuahh ini berasa jumpa fans, mereka mengabarkan Senyawa akan rilis album kedua tanggal 30 Juni 2012 di YK, wuahh berharap bisa mengajak Senyawa dan Zoo bermain di Surabaya, karena mereka pun berminat ke Surabaya! Anang datang mengajak kami untuk ke Yogya Galeri, Kat gak ikutan karena nungguin Antariksa. Saya dan Andreiw menumpang mobilnya Anang, sore ini berangin, cuaca yang sama selama 4 hari kami retreat di YK. 

Pertama kami ke studionya Anang di Jalan Nagan Tengah, bersebelahan dengan tempat tinggalnya Moki, saya sudah beberapa kali ke tempatnya Moki, jadi ini pertama kalinya mengunjungi studionya Anang yang bernama "Miniku". Anang menyewa sebuah rumah kecil dengan 3 ruangan, ruangan terbesar dipakai sebagai studio, sisanya dapur dan kamar mandi. Studionya cukup rapih dan nyaman, Anang mengambil karya drawing-nya yang akan dipamerkan besok Rabu, 6 Juni 2012 di Yogya Gallery dalam pameran yang bertajuk "Agitasi Garuda" dengan Mikke Susanto sebagai kurator. Anang menggambar anaknya Sudjojono dengan gestur tubuh yang sedang mempertanyakan sesuatu, Anang mengangkat isu kealpaan bangsa Indonesia mendokumentasikan karya. Kami mampir ke rumah Moki, disambut oleh Elia disana, Moki sedang keluar, kami pamit lanjut ke Yogya Gallery. 

Ini pertama kalinya saya ke Yogya Gallery yang terletak di alun alun utara, berbarengan dengan kami banyak para seniman membawa karya yang akan dipamerkan, karena temanya "Agitasi Garuda" maka banyak image Garuda dalam karya karya yang akan dipamerkan, menurut Anang masih banyak seniman yang terjebak dalam tema, tema garuda berarti harus image garuda. Setelah urusan karya selesai, Anang mengajak kami ke angkringan di alun alun utara, makan nasi kucing sambil ngobrol soal pameran yang akan berlangsung bulan Juni ini di Yogyakarta. Anang ikut serta dalam ArtJog, dia menceritakan rencana karya fotografi-nya berupa rangkaian icon yang bisa menipu pengunjung pameran, wah terdengar seru. Kami menuju IVAA, menjemput Pitra--istri Anang yang tengah hamil muda, disana bertemu dengan Yosie dan Masayu. Kami berempat tidak berlama lama langsung menuju KUNCI. Malam ini adalah acara sosialisasi proyek Bon Suwung yang diselenggarakan oleh KUNCI di Ledhok Timoho. Setelah semuanya siap, sekitar jam 7 malam kami meluncur ke Timoho. Ledhok Timoho berada di bantaran Kali Gadjah Wong, dan kami menempun perjalanan yang terbilang jauh untuk sampai disana. 

Ledhok Timoho berada di belakang komplek perumahan (lupa namanya), jadi kami masuk ke sebuah gang diantara 2 rumah besar, disambut suara aliran sungai dan lampu yang redup, tampak deretan rumah dari gedhek--anyaman bambu, saya berasa di desa, namun desa ini terbilang sangat rapih, tanaman dalam polybag, seperti kampung yang dapat dipindah kemana saja. Kami menuju balai--yang juga rapih, bertemu dengan Gembul--salah satu seniman yang bergabung dalam Bon Suwung, dia akan membuat filem dokumenter tentang Ledhok Timoho. Semua warga telah berkumpul, mereka terlihat tidak canggung melihat tamu, kayaknya kampung ini sudah sering kedatangan "tamu". Dina membuka acara, memperkenalkan diri sebagai perwakilan dari KUNCI dan menjelaskan rencana kegiatan, dilanjutkan oleh Beng-Beng (tokoh utama penggerak Ledhok Timoho, pendiri TAABAH, saya lupa kepanjangannya, semacam advokasi untuk penduduk Ledhok Timoho yang kebanyakan bekerja sebagai pemulung) yang menceritakan perkembangan Ledhok Timoho dan kebutuhan warga yang tinggal di tanah ilegal. Selanjutnya adalah para partisipan seperti Naomi (Teater Garasi), dan beberapa seniman lainnya memperkenalkan diri dan menjelaskan singkat rencana yang akan mereka lakukan di Ledhok Timoho. 

Setelah sosialisasi selesai, saya sempat mengobrol dengan seorang warga, namanya ...(hehhe lupa), seorang ibu yang berkampung halaman di Surabaya, dengan antusias dia berbicara dengan saya, Kat, dan Andreiw karena kami memperkenalkan diri dari Surabaya. Beliau merantau ke Yogyakarta sekitar dua tahun lalu, masa kecilnya di THR/Kampung Seni Surabaya, dia adalah anak perempuan dari seorang dalang wayang orang bernama Darmo. Karena kebutuhan ekonomi makin tinggi dan persaingan makin kuat di Surabaya, dia memilih merantau ke Yogyakarta yang terbilang masih tidak berat persaingannya (pastinya biaya hidup di Yogyakarta lebih rendah ketimbang Surabaya). Saatnya pulang ke Surabaya, Anang & Pitra mengantarkan kami ke Terminal Giwangan. Jam 10 malam lewat, dengan menumpang bis Mira AC-tarif-biasa, kami menuju Surabaya, kota tercinta.    

diary oleh anithasilvia
foto oleh erlin goentoro

Terimakasih yang hangat untuk kawan dan kenalan di Yogyakarta yang kami temui dan membantu selama kami retreat di KUNCI: Antariksa, Dina, Gita, Acong, Wok The Rock, Chepas, IVAA (Melisa, Dewe, Farah, Yosie), Koko & Bubu, Aga HONF, Bram Mahati, Greenmap (Inu, Kurnia, Puri, Baron, Sita), Yudha Sandy, Papermoon (Ria, Iwan, Beni, Amanda), Anang & Pitra, Moki & Elia, Pundi, Indra, Muklas, Dimas, Eka, Mirna Adzania, YesNoWave, Hujan! Rekords (Gilang, Iqbal, Yuga), Arie Mindblasting, Irvin Domi, Ican Harem, Tampan Destawan, iCAN, KKF, Mulyana The Mogus Colony, Rully Shabara, Wukir. 

"Menghabiskan Matahari - Seek Six Sick"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar