Senin, 07 Mei 2012

Jejak Petjinan : Melantjong





Minggu, 22 April 2012 
Ok, hari ini dan kemarin Surabaya lagi kebanjiran acara, dan saya kedatangan kawan2 dari YK yang saya sia-siakan keberadaan mereka. Untung naluri bangun pagi saya masih ada, mengingat semalam begadang, jam 8 pagi sudah duduk manis daftar ulang peserta Jejak Petjinan di ARIO. 

Jejak Petjinan : Melantjong 
Wah jumlah peserta sekitar 40 orang dari berbagai kalangan/etnis/usia, saya melihat di barisan paling depan adalah Hayu dan Suparto Brata sedang asjik ngobrol sambil makan snack yang diberikan oleh Ario Memorial Services, Inc--destinasi pertama Melantjong. Dibuka oleh penjelasan mengenai Jejak Petjinan dan Melantjong oleh Maya--founder Jejak Petjinan, mic dioper ke sang pemilik usaha : Ario Karijanto. Sejak tinggal di Surabaya, saya sering melewati ARIO karena satu jalur dengan CCCL--pusat kebudayaan Prancis, tumpukan peti dan mobil jenasah tertata rapih dan hangat, tidak menyeramkan sama sekali, saya sangat penasaran ingin berkunjung ke Ario dan pagi ini saya berada di Ario, yay! Ario Karijanto menjelaskan sejarah perusahaan keluarga yang sudah mencapai 6 generasi, tapi lupa nanya kenapa mereka memilih bisnis pemakaman, bisnis yang masih langka di Indonesia. anak dan menantu Ario : Yohana dan Richard melanjutkan presentasi mereka yang ganyeng mengenai manajemen perusahaan, jujur mereka sangat menarik dan humble saat sharing.

Selanjutnya adalah tur keliling kantor, Ario tidak lebar tapi memanjang ke belakang, Ario sendiri yang menjadi guide kami, ditunjukkan koleksi peti yang dipakai oleh etnis Tionghoa di Indonesia yang harganya tak terbilang karena memakai kayu jati dengan berat sekitar 3 ton. Koleksi peti lainnya: peti impor dari bahan aluminium, peti ukiran dan jepara, dan peti dari kayu partikel--peti yang disumbangkan untuk keluarga miskin. tur di Ario selama 2 jam terasa kurang, saya sangat nyaman disini, kami juga diberi souvenir peti ukuran mini dan handuk, dan yang paling keren adalah Ario menyediakan mobil jenasah sebagai kendaraan tur Melantjong, sadis! 

Destinasi kedua adalah Grha Wismilak, kami naik bis jenasah yang bisa memuat 30 orang lebih, sisanya naik mobil pribadi. Untuk tema Melantjong kali ini adalah bisnis Tionghoa di daerah Darmo, sebenernya satu destinasi ke destinasi lainnya cukup dekat ditempuh dengan berjalan kaki, namun karena pesertanya sebagian adalah orang tua jadi memang cukup riskan, ditambah cuaca di Surabaya yang masih labil. Mmmm naik mobil jenasah rasanya biasa--soalnya kagak ada jenasahnya, tapi kalo dilihat dari luar baru terasa luar biasa kita naik mobil anti-lampu-merah. Grha Wismilak adalah bangunan cagar budaya yang bangunan aslinya adalah dua lantai--bangunan bertingkat mula2 di jalan raya darmo, jadi oleh Wismilak dibangun bangunan pelindung di sekeliling bangunan asli. Setelah mendengarkan sejarah perusahaan Wismilak yang telah berlangsung 3 generasi, kami diantar mengunjungi lantai atas yang masih mempertahankan lantai kayu. Bangunan ini pernah menjadi tempat tinggal dan toko, jadi di lantai atas adalah tempat tinggal pegawai toko. 

Destinasi selanjutnya adalah Finna Gift Soft yang berada di Jalan Raya Darmo, kami berjalan kaki kesana. Finna adalah nama produk kerupuk udang yang terkenal dan begitu kami masuk, pihak Finna sudah siap menyambut dengan beberapa produknya yang diberikan gratis ke kami. Kami disajikan nasi goreng tuna, pillus asam manis, puding, asinan, dan pastinya berbagai macam kerupuk. saya mengambil banyak asinan--seger banget buahnya. Sajian Finna jadi makanan pembuka untuk makan siang kami di Depot Wijaya. Sejauh ini saya puas dengan destinasi karena 3 perusahaan yang kami kunjungi terbilang ramah untuk publik dan menyediakan ruang publik juga (Grha Wismilak sering dijadikan tempat meeting dan pameran, Finna Gift Shop sering dijadikan tempat gathering ibu-ibu arisan). Saya, Hayu, dan beberapa peserta tur berjalan kaki menuju Depot Wijaya yang berada di Jalan Ir. Anwari, sebagian besar naik bis jenasah. 

Menu yang menjadi jatah kami adalah Lontong Cap Go Meh dan es jeruk (saya pesan jeruk panas). Depot Wijaya juga usaha keluarga (entah sudah berapa generasi), tipikal depot di Surabaya, tertutup dan memakai air conditioner. Tanpa lama, Lontong Cap Go Meh sudah duduk manis di meja dan langsung kami sikat, sebelumnya saya barter ke Hayu, ayam kampung, empal, dan oseng-oseng hati berpindah ke piring Hayu, saya dapat sayur rebung dan telur! Wah saya yang jarang makan makanan bercitarasa selalu terharu kalo makan macam gini, kuah santan dan sayur rebung yang didatangkan langsung dari Jombang memang nikmat namun kurang pedas, Hayu bilang malah cenderung manis dan saya mengiyakan. Lontong Cap Go Meh kandas kurang dari 10 menit, ditutup manis dengan jeruk panas. 

Saya, Maya, dan Toni berjalan kaki ke destinasi terakhir kami--Kelenteng Hong San Ko Tee--di Jalan Tjokroaminoto, yang lainnya naik bis jenasah. Sekitar jam 2 siang kami tiba disana, Ibu Yuliani--sang pengurus kelenteng--tiba tidak lama kemudian, saya lagi lagi kagum dengan aura beliau, kharismatik! Kami dihaturkan sejarah dan kegiatan kelenteng yang memang berbeda dari kebanyakan tempat ibadah. Arca Dewi Sri menjadi salah satu keunikan dari kelenteng ini, lainnya adalah slametan setiap 1 Suro, dan memang mereka sangat terbuka dengan umat yang berkeyakinan lain. Kami pun berkeliling kelenteng yang memiliki sekitar 9 ruang penyembahan (yah ada 9 dewa dewi). setelah tur, kejutannya adalah sajian makan sore! alamak, kami makan lagi, yay! Sepanjang tur kami banyak sekali mendapatkan makanan gratis--bukan disediakan oleh Jejak Petjinan namun dari pengelola destinasi yang kami kunjungi, meskipun kami masih pada kenyang, nasi goreng dan bakmi tampak menggoda, kami pun segera makan, nasi gorengnya enak, saya jadi ingat pas makan nasi goreng vegetarian di salah satu vihara di mojokerto setelah mengikuti perayaan waisak, rasanya penuh berkat! 

Ya ampun Melantjong hoki banget, banyak dapat dukungan dari pemilik usaha di wilayah darmo, kami pun kembali ke Ario dengan menumpang 2 mobil jenasah, ya ampun Ario baik banget menyediakan transportasi untuk kami. Begitu kami masuk bis jenasah, hujan turun dengan derasnya, ini kejutan penutup yang juga manis. 

Thanks to Hayu dan Suparto Brata yang menjadi kawan perjalanan yang menyenangkan. Salut untuk kawan2 Jejak Petjinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar