Selasa, 21 Februari 2012



19 Februari 2012

Sebelum pertunjukkan, saya dan kawan-kawan Afternoon Talk dan Taman Nada menghasilkan Manic Street Walkers #3 edisi one take shows selama hampir 3 jam, kami berjalan kaki mulai dari c2o library menuju Kelenteng Hong San Ko Tee di Jalan Tjokroaminoto dimana Adit merekam penampilan Taman Nada, lanjut ke Taman Bungkul, dan selanjutnya Agan merekam pertunjukkan Afternoon Talk di taman depan gedung eks museum Mpu Tantular, akhirnya kami tiba di c2o library jam 6 sore, disana sudah banyak pengunjung yang datang untuk acara kami : Afternoon Talk Love Letter To Java Tour 2012 yang akan menampilkan Handoko Suwono, Karnivorus Vulgaris, Bagus Dwi Danto, Taman Nada, Sonar Soepratman, Silampukau, dan Afternoon Talk sebagai performer pamungkas.

Secara kilat anak-anak Afternoon Talk dan Taman Nada berganti kostum dan setengah jam kemudian acara dimulai, pengunjung pun sudah memenuhi seluruh areal c2o library, kendaraan bermotor milik para pengunjung menguasai Jalan Dr. Cipto, satpam setempat pun mengambil alih pengelolaan parkir. Di dalam perpustakaan, “panggung” sudah siap, di selasar Kremi dan Mirna menjaga meja dagangan kami. Handoko Suwono memulai acara dengan memetik gitar akustik melantunkan Donna Donna yang dipopulerkan oleh Joan Baez lalu Norwegian Wood dan Yesterday karya The Beatles. Udara malam ini hangat, sehangat pertunjukkan malam ini.

Karnivorus Vulgaris—albumnya yang bertajuk Karnivora Birahi diliris oleh Stoneage Records--membuat “panas” penonton dengan musik anti-folk yang dihasilkan dari 2 gitar akustik, 2 vokal, dan 1 perkusi. Alfan, K, dan Saldi menghadiahkan penonton dengan Ballads of Johnny Salary, Mulut, Di Bawah Permukaan, Dunia Lepas Pantai, dan meng-cover Jesus Wants Me for Sunbeam – The Vaselines. K yang saat itu sedang sakit, berkeringat banyak, malah terkesan menjadi bagian dalam penampilan Karnivorus Vulgaris yang selalu terlihat serius dengan lirik cabul.

Bagus Dwi Danto—kawan kami dari Yogyakarta—sejak sore sudah memamerkan instalasi kaos dengan banyak jahitan diletakkan di kursi. Setelah menyanyikan satu lagu mars berjudul Konservasi Konflik dengan iringan gitar akustik, Danto menyusun benang berwarna merah memenuhi ruangan dan menjalinnya di kaos berwarna putih, lalu memakai kaos tersebut, dan jadilah pemandangan yang memukau: Danto memakai kaos yang tertarik benang merah sambil melantunkan lagu mars Perahu Kertas. Diakhir lagu Danto berjalan mundur ke belakang dan satu per satu jalinan benang terputus, penonton pun bertepuk tangan. Hari ini ada satu kawan lagi yang datang dari Yogyakarta, yaitu Rangga Nasrullah—salah satu personel Papernoise zine.

Taman Nada tampil dengan anggota baru: Najmi Abdoel Hakim. Nandi, Attur, Salman, dan Najmi membuat penonton nyaman dengan petikan 3 gitar dan 2 vokal menyuarakan Prelude, Rutinitas, Pulang, dan lagu terbaru Surabaya Surabayan yang merupakan respon atas kasus penggusuran di daerah Tambak Bayan. Aroma Iwan Fals, Bon Iver, Joan Baez, Fleet Foxes, dan Bob Dylan berbaur dalam lagu-lagu mereka. Saya berharap Taman Nada meresmikan karya mereka dalam bentuk digital. Hari ini Taman Nada akhirnya keturutan untuk membuat one take show!

Sonarsoepratman—nama panggung dari Rendy Hendrawan—membuat penonton penasaran dengan sesosok pria memakai syal berwarna merah dan memegang keyboard melantunkan Genjer-genjer yang dipopulerkan oleh Lilis Suryani. Lalu dia melemparkan kuis berhadiahkan fotokopian “Hajo: Ringkus dan Ganjang – D.N. Aidit”, seorang perempuan berambut pendek yang duduk tepat di depan Sonarsoepratman mendapatkan fotokopian tersebut dengan menyebutkan Muso dan Kolonel Untung sebagai 2 tokoh komunis Indonesia. Sonarsoepratman melanjutkan dengan lagu tribut kepada D.N Aidit dan kisah percintaan Ahmad Yani dengan seorang Gerwani. Rendy memang sangat tertarik dengan komunisme, selain itu Rendy juga berminat dengan arsitektur jengki.

Silampukau siap melanjutkan keriaan dengan menyelenggarakan pertunjukkan di halaman belakang c2o library, di depan dapur, memberikan udara segar kepada penonton yang berjejalan kepanasan di dalam ruang perpustakaan. Setelah Kharis mengundurkan diri dari Silampukau, Eki mengajak Eri untuk memainkan pianika dan Ukik untuk bermain gitar. Silampukau tidak lagi duet, sekarang menjadi trio yang menyuarakan suara rakyat mengenai ruang publik dan suara mereka sendiri mengenai minuman keras. Tembang-tembang andalan seperti Bola Raya dan Berbenah membuat para penonton ikut bersenandung.

Pertunjukkan kembali ke dalam perpustakaan, Afternoon Talk—band pop-folk asal Lampung--menjadi pamungkas, Surabaya menjadi kota keempat dalam Love Letter to Java Tour 2012, mereka telah bermain di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Afternoon Talk adalah kumpulan mahasiswa Universitas Negeri Lampung dengan Ivan sebagai sang manager yang berdomisili di Medan. Kumpulan mahasiswa itu adalah Sofia yang bersuara dengan lebih dari satu karakter, Wawan memamfaatkan glockenspiel, Osa dan Adian memainkan gitar akustik. Setelah memperkenalkan diri dengan prelude bernafaskan bebunyian jawa, Sofia dengan suara yang terbilang kecil sesuai dengan postur tubuhnya membuat “gemas” para penonton dengan tembang-tembang manis berlirik suram seperti Bipolar Disorder, So Far Away, Contradiction, Love Letter, There’s One Thing You Should Know. Jarak antara Afternoon Talk dengan penonton hilang saat Sofie secara spontan mengalihbahasakan So Far Away ke dalam bahasa Jawa, salah satu trik untuk meleburkan diri dengan penonton yang “asing”. Diary tur mereka bisa diintip di http://lovelettertojava.tumblr.com

Terimakasih untuk kawan-kawan Surabaya yang mendukung pelaksanaan acara ini, semoga semangat dan keriaan tetap mewarnai skena musik Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar